Senin, 23 Desember 2013

Tanggal Natal

MENGENAI GEMBALA “Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam” ( Injil, Lukas 2:8 ) anggapan: Penggembala dan ternak akan mati beku, bila secara alami berada di lapangan pada tengah malam musim dingin. Maka ini hanya akan terjadi pada musim panas, yang bukan pada bulan Desember. Jawab: Anggapan tersebut tentu saja kurang tepat, karena Israel, khususnya Betlehem, berada di daerah Sub Tropis, karena berada pada 31° 42′ Lintang Utara, relatif jauh lebih ke selatan dibandingkan negara-negara Eropa. Jadi jangan bayangkan musim dingin di Betlehem seperti musim dingin di Eropa dengan salju dan es yang sangat tebal dengan suhu jauh di bawah 0° C. Posisi di subtropik menunjukkan bahwa musim dingin di Betlehem relatif lebih hangat daripada musim dingin di Eropa. Menurut http://www.israel-travel-tips.com/ , apa yang disebut sebagai “musim dingin” di Betlehem itu lebih menyerupai suhu musim gugur bagi orang New York. Menurut klimatologis (ahli mengenai iklim) yang bernama John F. Griffiths dalam buku ‘ Applied climatology ‘ “Klimatologi Terapan”, suhu daerah Sub Tropis berkisar antara 6°C (42.8 °F) dan 18°C (64.4 °F); sedangkan menurut Klimatologis lain yang bernama Carl Troll dan Karlheinz Paffen dalam buku ‘ warmgemäßigte Zonen ‘ “Zona Bertemperatur Hangat”, suhu daerah tropis berkisar antara 2°C (35.6°F) dan 13°C (55.4 °F) di belahan bumi utara. Dari ketiga orang klimatologis tersebut, kita dapat mengetahui bahwa suhu di daerah Sub Tropis adalah antara 2°C (35.6°F) hingga 18°C (64.4 °F). Lalu bagaimanakah Betlehem pada musim dingin? Berikut informasi yang kami peroleh pada tanggal 18 Desember 2010 pukul 21:21 mengenai Bethlehem dari situs bethlehem-city.org yang bermarkas di Yerusalem: * Pada musim dingin masih disinari sinar matahari selama tujuh jam sehari * Suhu rata-rata pada musim dingin 9-18° C * Suhu musim dingin terburuk 0°C Jika kita mempertimbangkan suhu rata-rata yang relatif hangat dan matahari masih 7 jam menyinari Bethlehem pada musim dingin, maka suhu 0 derajat Celcius itu tidak terjadi setiap saat. Ini nampaknya terjadi pada sekitar puncak musim dingin. Tapi, kelahiran Yesus Kristus berjarak 17 hari setelah puncak musim dingin, sudah bukan lagi di sekitar puncak musim dingin. Kita dapat mempertimbangkan bahwa pada hari kelahiran Yesus Kristus, Bethlehem berada pada suhu sekitar rata-rata musim dingin, yaitu antara 9-18° C. Dari informasi-informasi tersebut kita dapat mempertimbangkan bahwa suhu antara 9-18° C ini masih memungkinkan untuk… * domba-domba dan para gembala berada di padang * masih ada rumput di padang. Untuk penjelasan yang lebih lengkap serta penjelasan orang Yahudi sendiri mengenai hal itu. Jadi, gembala tak mati beku di padang Bethlehem karena suhu rata-rata musim dingin di Bethlehem hanya 9-18° C dan masih disinari cahaya matahari selama 7 jam per hari. Jangan bayangkan musim dingin di Bethlehem seperti musim dingin di Eropa dong….

Untuk menemukan dasar penetapan tanggal 25 Desember sebagai hari Natal mari kita simak keterangan berikutnya: ada baiknya sekaligus membaca Alkitab secara lengkap untuk ayat-ayat di bawah ini: “Pada zaman Herodes, raja Yudea, adalah seorang imam yang bernama Zakharia dari rombongan Abia. Isterinya juga berasal dari keturunan Harun, namanya Elisabet.” [Lukas 1] tercatat ada 24 imam yang bergiliran untuk bertugas setiap minggu di Bait Suci untuk setiap tahun. [1 Tawarikh 24:7-18 ] Perhatikan ayat 10: “yang ketujuh pada Hakos; yang kedelapan pada Abia;” KETERANGAN : Menurut penanggalan Yahudi, tahun baru adalah Minggu ke-3 atau tanggal 14 bulan Nisan [Hari Raya Roti Tidak Beragi] yang jatuh pada bulan Maret – April dalam kalender sekarang, Yang juga saatnya untuk menentukan imam yang betugas dalam setahun. Karena jumlah golongan imam sebanyak 24, maka masing-masing mendapatkan jatah 2x dalam setahun. Untuk Hari Raya Roti Tidak Beragi, Pentakosta & Hari Raya Pondok Daun semua imam diminta bertugas bersama Dan penentuan imam yang bertugas dari setiap rombongan dilakukan dengan cara mengundi untuk memimpin ibadah dalam tahun tersebut dan ternyata untuk golongan imam Abia jatuh pada Imam Zakaria suami Elisabeth. Golongan imam Abia mendapatkan giliran yang ke-8 untuk memimpin ibadah, Maka tugas imam Zakaria jatuh pada minggu yang ke-10 (antara Mei – Juni) dan minggu yang ke-35 (Nopember – Desember) dalam tahun tersebut. Dari sinilah kita dapat mengidentifikasi latar belakang penentuan hari Kelahiran Yesus Kristus juru selamat kita. Dan ketika jangka waktu tugas imam Zakaria sudah selesai [Lukas 1], maka Zakharia pulang ke rumah menemui istrinya dan tidak berapa lama kemudian, Elisabet mulai hamil [Lukas 1], Diprediksi Elisabeth mengandung antara bulan Nopember – Desember. Pada saat Elisabet hamil 6 bulan, malaikat Gabriel datang kepada Maria, yaitu antara Maret-April [Lukas 1-36] Ketika selesai jangka waktu tugas jabatannya, ia pulang ke rumah. [Lukas 1] Selanjutnya… “Beberapa lama kemudian Elisabet, isterinya, mengandung dan 
selama lima bulan ia tidak menampakkan diri, katanya:” [Lukas 1] Dan Akhirnya… “Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.” [Lukas 1] Maka Bunda Maria mulai mengandung Yesus, sejak kandungan Elisabeth berumur 6 bulan. Jadi, Elisabeth diperkirakan mulai mengandung antara Nopember – Desember maka Bunda Maria mulai mengandung antara Maret – April. Jika rata-rata usia kandungan ibu hamil adalah 9 bulan 10 hari maka, Bunda Maria diperkirakan melahirkan antara akhir Desember – Awal Januari.

*ltb

Kamis, 01 Agustus 2013

Umur St Yoseph dan Bunda Maria

Berdasarkan Tradisi Suci, umur St Yoseph adalah 90 tahun dan Bunda Maria 14 tahun.


Spouse of the Blessed Virgin Mary and foster-father of Our Lord Jesus Christ.

Life

Sources

The chief sources of information on the life of St. Joseph are the first chapters of our first and thirdGospels; they are practically also the only reliable sources, for, whilst, on the holy patriarch's life, as on many other points connected with the Saviour's history which are left untouched by the canonicalwritings, the apocryphal literature is full of details, the non-admittance of these works into the Canon of the Sacred Books casts a strong suspicion upon their contents; and, even granted that some of the facts recorded by them may be founded on trustworthy traditions, it is in most instances next to impossible to discern and sift these particles of true history from the fancies with which they are associated. Among these apocryphal productions dealing more or less extensively with some episodes of St. Joseph's life may be noted the so-called "Gospel of James", the "Pseudo-Matthew", the "Gospel of the Nativity of the Virgin Mary", the "Story of Joseph the Carpenter", and the "Life of the Virgin and Death of Joseph".

Genealogy

St. Matthew (1:16) calls St. Joseph the son of Jacob; according to St. Luke (3:23)Heli was hisfather. This is not the place to recite the many and most various endeavours to solve the vexing questions arising from the divergences between both genealogies; nor is it necessary to point out the explanation which meets best all the requirements of the problem (see GENEALOGY OF CHRIST); suffice it to remind the reader that, contrary to what was once advocated, most modern writers readily admit that in both documents we possess the genealogy of Joseph, and that it is quite possible to reconcile their data.

Residence

At any rate, Bethlehem, the city of David and his descendants, appears to have been the birth-place of Joseph. When, however, the Gospel history opens, namely, a few months before the Annunciation, Joseph was settled at Nazareth. Why and when he forsook his home-place to betake himself to Galileeis not ascertained; some suppose — and the supposition is by no means improbable — that the then-moderate circumstances of the family and the necessity of earning a living may have brought about the change. St. Joseph, indeed, was a tekton, as we learn from Matthew 13:55, and Mark 6:3. The word means both mechanic in general and carpenter in particular; St. Justin vouches for the latter sense (Dialogue with Trypho 88), and tradition has accepted this interpretation, which is followed in the English Bible.

Marriage

It is probably at Nazareth that Joseph betrothed and married her who was to become the Mother of God. When the marriage took place, whether before or after the Incarnation, is no easy matter to settle, and on this point the masters of exegesis have at all times been at variance. Most moderncommentators, following the footsteps of St. Thomas, understand that, at the epoch of theAnnunciation, the Blessed Virgin was only affianced to Joseph; as St. Thomas notices, this interpretation suits better all the evangelical data.
It will not be without interest to recall here, unreliable though they are, the lengthy stories concerning St. Joseph's marriage contained in the apocryphal writings. When forty years of age, Joseph married awoman called Melcha or Escha by some, Salome by others; they lived forty-nine years together and had six children, two daughters and four sons, the youngest of whom was James (the Less, "the Lord's brother"). A year after his wife's death, as the priests announced through Judea that they wished to find in the tribe of Juda a respectable man to espouse Mary, then twelve to fourteen years of age. Joseph, who was at the time ninety years old, went up to Jerusalem among the candidates; a miraclemanifested the choice God had made of Joseph, and two years later the Annunciation took place. These dreams, as St. Jerome styles them, from which many a Christian artist has drawn his inspiration (see, for instance, Raphael's "Espousals of the Virgin"), are void of authority; they nevertheless acquired in the course of ages some popularity; in them some ecclesiastical writers sought the answer to the well-known difficulty arising from the mention in the Gospel of "the Lord's brothers"; from them also popular credulity has, contrary to all probability, as well as to the tradition witnessed by old works of art, retained the belief that St. Joseph was an old man at the time of marriage with theMother of God.

The Incarnation

This marriage, true and complete, was, in the intention of the spouses, to be virgin marriage (cf. St. Augustine, "De cons. Evang.", II, i in P.L. XXXIV, 1071-72; "Cont. Julian.", V, xii, 45 in P.L. XLIV, 810;St. ThomasIII:28III:29:2). But soon was the faith of Joseph in his spouse to be sorely tried: she was with child. However painful the discovery must have been for him, unaware as he was of themystery of the Incarnation, his delicate feelings forbade him to defame his affianced, and he resolved "to put her away privately; but while he thought on these things, behold the angel of the Lordappeared to him in his sleep, saying: Joseph, son of Davidfear not to take unto thee Mary thy wife, for that which is conceived in her, is of the Holy Ghost. . . And Joseph, rising from his sleep, did as theangel of the Lord had commanded him, and took unto him his wife" (Matthew 1:19, 20, 24).

The Nativity and the flight to Egypt

A few months later, the time came for Joseph and Mary to go to Bethlehem, to be enrolled, according to the decree issued by Caesar Augustus: a new source of anxiety for Joseph, for "her days were accomplished, that she should be delivered", and "there was no room for them in the inn (Luke 2:1-7). What must have been the thoughts of the holy man at the birth of the Saviour, the coming of the shepherds and of the wise men, and at the events which occurred at the time of the Presentation of Jesus in the Temple, we can merely guess; St. Luke tells only that he was "wondering at those things which were spoken concerning him" (2:33). New trials were soon to follow. The news that a king of the Jews was born could not but kindle in the wicked heart of the old and bloody tyrant, Herod, the fire of jealousy. Again "an angel of the Lord appeared in sleep to Joseph, saying: Arise, and take thechild and his mother, and fly into Egypt: and be there until I shall tell thee" (Matthew 2:13).

Return to Nazareth

The summons to go back to Palestine came only after a few years, and the Holy Family settled again at Nazareth. St. Joseph's was henceforth the simple and uneventful life of an humble Jew, supporting himself and his family by his work, and faithful to the religious practices commanded by the Law or observed by pious Israelites. The only noteworthy incident recorded by the Gospel is the loss of, and anxious quest for, Jesus, then twelve years old, when He had strayed during the yearly pilgrimage to the Holy City (Luke 2:42-51).

Death

This is the last we hear of St. Joseph in the sacred writings, and we may well suppose that Jesus'sfoster-father died before the beginning of Savior's public life. In several circumstances, indeed, theGospels speak of the latter's mother and brothers (Matthew 12:46Mark 3:31Luke 8:19John 7:3), but never do they speak of His father in connection with the rest of the family; they tell us only thatOur Lord, during His public life, was referred to as the son of Joseph (John 1:456:42Luke 4:22) the carpenter (Matthew 13:55). Would Jesus, moreover, when about to die on the Cross, have entrusted His mother to John's care, had St. Joseph been still alive?
According to the apocryphal "Story of Joseph the Carpenter", the holy man reached his hundred and eleventh year when he died, on 20 July (A.D. 18 or 19). St. Epiphanius gives him ninety years of age at the time of his demise; and if we are to believe the Venerable Bede, he was buried in the Valley of Josaphat. In truth we do not know when St. Joseph died; it is most unlikely that he attained the ripe old age spoken of by the "Story of Joseph" and St. Epiphanius. The probability is that he died and was buried at Nazareth.

Devotion to Saint Joseph

Joseph was "a just man". This praise bestowed by the Holy Ghost, and the privilege of having been chosen by God to be the foster-father of Jesus and the spouse of the Virgin Mother, are the foundations of the honour paid to St. Joseph by the Church. So well-grounded are these foundations that it is not a little surprising that the cult of St. Joseph was so slow in winning recognition. Foremost among the causes of this is the fact that "during the first centuries of the Church's existence, it was only the martyrs who enjoyed veneration" (Kellner). Far from being ignored or passed over in silence during the early Christian ages, St. Joseph's prerogatives were occasionally descanted upon by theFathers; even such eulogies as cannot be attributed to the writers among whose works they found admittance bear witness that the ideas and devotion therein expressed were familiar, not only to thetheologians and preachers, and must have been readily welcomed by the people. The earliest traces of public recognition of the sanctity of St. Joseph are to be found in the East. His feast, if we may trust the assertions of Papebroch, was kept by the Copts as early as the beginning of the fourth century. Nicephorus Callistus tells likewise — on what authority we do not know — that in the greatbasilica erected at Bethlehem by St. Helena, there was a gorgeous oratory dedicated to the honour of our saint. Certain it is, at all events, that the feast of "Joseph the Carpenter" is entered, on 20 July, in one of the old Coptic Calendars in our possession, as also in a Synazarium of the eighth and nineth century published by Cardinal Mai (Script. Vet. Nova Coll., IV, 15 sqq.). Greek menologies of a later date at least mention St. Joseph on 25 or 26 December, and a twofold commemoration of him along with other saints was made on the two Sundays next before and after Christmas.
In the West the name of the foster-father of Our Lord (Nutritor Domini) appears in local martyrologiesof the ninth and tenth centuries, and we find in 1129, for the first time, a church dedicated to hishonour at Bologna. The devotion, then merely private, as it seems, gained a great impetus owing to the influence and zeal of such saintly persons as St. BernardSt. Thomas AquinasSt. Gertrude (d. 1310), and St. Bridget of Sweden (d. 1373). According to Benedict XIV (De Serv. Dei beatif., I, iv, n. 11; xx, n. 17), "the general opinion of the learned is that the Fathers of Carmel were the first to import from the East into the West the laudable practice of giving the fullest cultus to St. Joseph". Hisfeast, introduced towards the end shortly afterwards, into the Dominican Calendar, gradually gained a foothold in various dioceses of Western Europe. Among the most zealous promoters of the devotion atthat epoch, St. Vincent Ferrer (d. 1419), Peter d'Ailly (d. 1420), St. Bernadine of Siena (d. 1444), andJehan Charlier Gerson (d. 1429) deserve an especial mention. Gerson, who had, in 1400, composed anOffice of the Espousals of Joseph particularly at the Council of Constance (1414), in promoting the public recognition of the cult of St. Joseph. Only under the pontificate of Sixtus IV (1471-84), were the efforts of these holy men rewarded by Roman Calendar (19 March). From that time the devotionacquired greater and greater popularity, the dignity of the feast keeping pace with this steady growth. At first only a festum simplex, it was soon elevated to a double rite by Innocent VIII (1484-92), declared by Gregory XV, in 1621, a festival of obligation, at the instance of the Emperors Ferdinand III and Leopold I and of King Charles II of Spain, and raised to the rank of a double of the second class by Clement XI (1700-21). Further, Benedict XIII, in 1726, inserted the name into theLitany of the Saints.
One festival in the year, however, was not deemed enough to satisfy the piety of the people. Thefeast of the Espousals of the Blessed Virgin and St. Joseph, so strenuously advocated by Gerson, and permitted first by Paul III to the Franciscans, then to other religious orders and individual dioceses, was, in 1725, granted to all countries that solicited it, a proper Office, compiled by the DominicanPierto Aurato, being assigned, and the day appointed being 23 January. Nor was this all, for the reformed Order of Carmelites, into which St. Teresa had infused her great devotion to the foster-father of Jesus, chose him, in 1621, for their patron, and in 1689, were allowed to celebrate the feastof his Patronage on the third Sunday after Easter. This feast, soon adopted throughout the Spanish Kingdom, was later on extended to all states and dioceses which asked for the privilege. No devotion, perhaps, has grown so universal, none seems to have appealed so forcibly to the heart of theChristian people, and particularly of the labouring classes, during the nineteenth century, as that of St. Joseph.
This wonderful and unprecedented increase of popularity called for a new lustre to be added to the cult of the saint. Accordingly, one of the first acts of the pontificate of Pius IX, himself singularly devoted to St. Joseph, was to extend to the whole Church the feast of the Patronage (1847), and in December, 1870, according to the wishes of the bishops and of all the faithful, he solemnly declared the Holy Patriarch Joseph, patron of the Catholic Church, and enjoined that his feast (19 March) should henceforth be celebrated as a double of the first class (but without octave, on account ofLent). Following the footsteps of their predecessor, Leo XIII and Pius X have shown an equal desire to add their own jewel to the crown of St. Joseph: the former, by permitting on certain days the reading of the votive Office of the saint; and the latter by approving, on 18 March, 1909, a litany in honour of him whose name he had received in baptism.

*Catholic Encyclopedia

Selasa, 30 Juli 2013

Nama Isa dan Yesus


Nama-nama Ibrani adalah nama-nama yang memiliki asal-usul dari bahasa Ibrani, secara klasik dari Alkitab Ibrani. Nama-nama ini sebagian besar digunakan oleh orang-orang yang tinggal dalam bagian dan lingkungan dunia Yahudi atau Kristen, tetapi beberapa juga disesuaikan dan digunakan dalam dunia Islam, terutama jika nama Ibrani itu disebutkan dalam Al-Qur'an. Ketika seorang Muslim yang berbahasa Ibrani memberi nama, mereka tidak secara spesifik menggunakan nama Kristen atau Yahudi. Satu nama Ibrani dapat memiliki berbagai bentuk, yang telah disesuaikan dengan fonologi dari berbagai bahasa. Memberikan nama Ibrani yang digunakan seorang anak secara relijius seumur hidupnya merupakan aspek integral dari agama Yahudi di seluruh dunia.
Tidak semua nama Ibrani secara ketat berasal Ibrani; beberapa nama mungkin telah dipinjam dari bahasa lain sejak zaman kuno, termasuk dari bahasa Mesir, Aram, Fenisia, Yunani, Latin, Arab, Spanyol, Jerman, dan Inggris.

Nama berasal dari bahasa Ibrani

Nama-nama Ibrani yang digunakan oleh orang-orang Yahudi (bersama dengan nama-nama Ibrani banyak digunakan di dunia orang Kristen) sering datang dari Tanakh Yahudi, yang berisi Taurat: Lima Kitab Musa, yang juga lima kitab pertama dalam Perjanjian Lama di Alkitab Kristen, bersama dengan dua lainnya koleksi buku, Nevi'im: Para nabi, dan Ketuvim: Tulisan-tulisan.
Banyak nama yang diduga telah diadaptasi dari frasa Ibrani dan ekspresi, menganugerahkan makna khusus atau keadaan unik lahir sampai orang yang menerima nama itu. Sebuah contoh dari nama dengan makna pribadi khusus יהודה Yəhûḏāh (Yehuda). Sebuah contoh dari nama yang menunjukkan keadaan kelahiran ראובן Rəûḇēn (Ruben), yang berarti "Dengar, anak laki-laki."
Pengabdian kata Ibrani untuk Elohim (Tuhan) sering ditunjukkan dengan menambahkan akhiran אל -el/-al, nama membentuk seperti מיכאל Mikhael dan Gabriel גבריאל.
Pengabdian kepada Allah Ibrani sering ditunjukkan dengan menambahkan bentuk singkatan dari Tetragrammaton sebagai akhiran, singkatan yang paling umum digunakan oleh orang Yahudi 'יה -yāh/-iyyāh dan יהו -yāhû/-iyyāhû/-ayhû, membentuk nama seperti ישׁעיהו Yəša ª Yahu (Yesaya), צדקיהו Ṣiḏqiyyāhû (Zedekia) dan שׂריה Śərāyāh (Seraya). Sebagian besar orang Kristen menggunakan akhiran pendek disukai dalam terjemahan Alkitab ke bahasa-bahasa Eropa, terutama Yunani ιας-ias dan Inggris-iah, menghasilkan nama-nama seperti Τωβιας Tobias (Tobias, Toby) dan Ιερεμίας Ieremias (Yeremia, Jeremy).
Selain pengabdian kepada Elohim dan YHWH, nama juga bisa menjadi kalimat pujian di kanan mereka sendiri. Nama טוביהו Ṭôḇiyyāhû berarti "Baik / adalah TUHAN."

Nama dari bahasa Aram

Menurut Alkitab, pada akhir Periode Bait Pertama, Kerajaan Yehuda dihancurkan, dan penduduknya dibawa ke Babel. Sementara mereka berada di sana, orang-orang Yahudi tidak lagi berbicara dalam bahasa Ibrani sebagai bahasa sehari-hari mereka, dan mengadopsi bahasa Aram sebagai gantinya. Yahudi-Aram adalah bahasa vernakular pada saat Yesus Kristus hidup, dan juga bahasa yang digunakan untuk menulis bagian dari Kitab Daniel, Kitab Ezra, dan seluruh Talmud Yahudi Babilonia. Aram tetap lingua franca di Timur Tengah sampai waktu periode Islam.
Nama Yahudi-Aram termasuk עבד - נגו Abed-nəḡô, בר - תלמי Bar-Talmay dan תום Tom, serta Bar Kokhba.

Nama-nama Ibrani-Yunani

Karena Hellenisasi di Timur Tengah dan gerakan Yahudi di seluruh wilayah, banyak nama yang disesuaikan dengan Yunani, diperkuat oleh terjemahan Tanakh dalam Septuaginta dengan banyak nama Helenis.
Banyak nama-nama dalam Perjanjian Baru adalah berasal dari bahasa Ibrani dan bahasa Aram, tetapi disesuaikan dengan Yunani oleh para penulis Kristen Helenistik seperti Paulus dari Tarsus.
Nama Hebræo-Yunani tersebut termasuk Ιησους Iesous (Yesus; berasal dari ישׁוע Yesu ª), Νωη Noe (berasal dari נח Nō ª H), Ισαιας Isaias (berasal dari ישׁעיהו Yəša ª Yahu), Ισραήλ Israel (berasal dari ישראל Yiśrā'ēl yang dapat berarti "orang (pikiran) melihat Allah Emmanuel (berasal dari bahasa Ibrani עִמָּנוּאֵל Imanuel. "Allah [yang] bersama kita" atau Yunani Εμοί εν Ηλ (ί) atau εν εμοί ο Ήλιος atau dalam diri saya adalah Allah.
Juga, beberapa orang Yahudi waktu itu memiliki nama Yunani asing, seperti Lukas (bahasa Yunani: Loukas Λουκας). Meskipun digunakan oleh beberapa orang Yahudi pada saat itu, nama-nama ini umumnya tidak terkait dengan orang-orang Yahudi hari ini, dan dianggap khas Yunani dan sebagian besar terbatas untuk menggunakan oleh orang Kristen. Bentuk Ibrani dari nama yang ada, tetapi mereka sangat jarang.

Nama Hebræo-Latin

Banyak nama Ibrani yang diadaptasi ke dalam bahasa Latin, tetapi sebagian besar melalui Yunani, seperti Yunani adalah bahasa yang pertama dalam Kristen Septuaginta. Nama-nama tersebut termasuk Yesus (dari bahasa Yunani Ιησους Iesous dan dalam bahasa Ibrani Yeshua ישוע) dan Maria (dari bahasa Yunani Μαριαμ Mariam, berasal dari bahasa Ibrani מרים Miryam).
Juga, beberapa orang Yahudi selama zaman Romawi juga memiliki nama Latin untuk diri mereka sendiri, seperti rasul Kristen Markus (bahasa Latin: Marcus). Seperti halnya dengan nama Yahudi kontemporer asal Yunani, sebagian besar nama-nama Latin umumnya tidak terkait dengan orang-orang Yahudi hari ini, dan sampai sekarang masih mempertahankan karakter Romawi dan Kristen.

Nama Hebræo-Arab

Nama Ibrani Šəmûēl (Samuel), terkenal dengan kesetiaannya kepada teman-temannya (pepatah bilang "lebih setia dari Samawal".)
Dengan munculnya Islam dan pembentukan kekhalifahan Arab, bahasa Arab menjadi lingua franca di Timur Tengah dan beberapa bagian wilayah di Afrika Utara. Kitab Suci Islam seperti Al-Quran, bagaimanapun, mengandung banyak nama berasal dari bahasa Ibrani (juga bahasa Aram), dan ada minoritas Yahudi dan Kristen hidup di bawah kekuasaan Islam Arab. Dengan demikian, banyak nama-nama Ibrani telah disesuaikan dengan bahasa Arab, dan dapat ditemukan di dunia Arab. Yahudi dan Kristen umumnya menggunakan adaptasi bahasa Arab nama-nama ini, seperti dalam orang-orang Yahudi berbahasa Inggris hadir (dan kadang-kadang Muslim) sering menggunakan versi bahasa Inggris (Yosua bukan Yəhôšú ª, misalnya).
Sementara sebagian besar nama-nama seperti yang umum untuk terjemahan tradisional Arab dari Alkitab, beberapa berbeda, misalnya, orang Kristen berbahasa Arab menggunakan Yasu bukan Isa untuk menyebut "Yesus".
Nama Hebræo-Arab tersebut meliputi:
ʼAyyūb أيّوب (dari Ibrani איוב ʼIyyôḇ) (Ayub)
Yūsuf يوسف (dari Ibrani יוסף Yôsēp̄) (Yoseph)
Dāʼūd داۇد (dari Ibrani דוד Dāwiḏ) (David)
ʼIsmāʻīl اسماعيل (dari Ibrani ישׁמעאל Yišmāʻêl) (Ishmail)
ʼIsḥāq اسحاق (dari Ibrani יצחק Yiṣḥāq) (Ishak)
Yaʻqūb يعقوب (dari Ibrani יעקב Yaʻªqōḇ) (Yakub)
ʼĀdam آدم (dari Ibrani אדם ʼĀḏām) (Adam)
Ḥawwāʼ حواء (dari Ibrani חוה Ḥawwāh) (Hawa)
Pengaruh bahasa Aram yang diamati dalam beberapa nama, terutama Ishaq (Isaac), di mana bentuk Syriac hanya Ishaq, kontras dengan bentuk yang lebih Ibrani seperti Yaqub (Jacob).
Beberapa nama Arab melestarikan pengucapan Ibrani asli yang kemudian diubah oleh pergeseran suara biasa, dengan demikian Maryam sesuai dengan bentuk direkam oleh penulis klasik, sedangkan pengucapan kedua adalah Miriam adalah hasil dari perubahan suara kemudian (juga diamati dalam kata-kata seperti migdal, dicatat dalam Perjanjian Baru sebagai Magdalena dan dalam bahasa Arab Palestina sebagai Majdala) yang ternyata dalam suku tertutup tanpa tekanan ke i.
Biasanya, nama (dan biasanya dipakai sebagai akhiran) Ibrani אל-el (dari "Elohim", yang bermakna "Allah") diadaptasi sebagai ايل-il, dan akhiran nama Ibrani יה-yah (dari Yahweh) sebagai يا-ya.

Nama Hebræo-Inggris

Raja James I dari Inggris menugaskan terjemahan Tanakh dari bahasa Ibrani ke Bahasa Inggris, yang menjadi komponen Perjanjian Lama yang baru untuk Alkitab Versi Raja James, atau "KJV". Promosi terjemahan KJV melahirkan berbagai baru seluruh nama-nama Ibrani yang jauh lebih dekat dengan bahasa Ibrani daripada rekan-rekan mereka dalam bahasa Latin. Contohnya termasuk Asyur dari אשור Assur bukan Asyur Ασσυρια, dan Sem (Syam) dari שם Sem bukan Σημ Sem.
Meski begitu, banyak nama dalam KJV Perjanjian Lama tidak sepenuhnya tanpa pengaruh bahasa Yunani. Pengaruh ini sebagian besar mencerminkan vokal dari nama, meninggalkan sebagian besar konsonan utuh, hanya sedikit disaring untuk konsonan fonologi Inggris kontemporer. Namun, semua nama KJV mengikuti konvensi Yunani tidak membedakan antara bentuk lembut dan dāḡeš dari ב Bet, ג Gimel dan ד Dalet, serta penggabungan ג Gimel dan ע ġáyin. Kebiasaan ini mengakibatkan multilingually menyatu nama Hebræo-Helleno-Inggris, seperti Yehuda, Yesaya dan Yeremia. Selain itu, beberapa nama yang diadaptasi langsung dari bahasa Yunani bahkan tanpa terjemahan parsial dari bahasa Ibrani, termasuk nama-nama seperti Ishak, Musa dan Isai (Jesse).
Seiring dengan nama terjemahan KJV dari Perjanjian Baru, nama-nama ini merupakan sebagian besar dari nama-nama Ibrani karena mereka ada di wilayah yang berbahasa Inggris.

Dalam Kekristenan messiah diterjemahkan ke dalam bahasa yunani menjadi Khristos yang lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Christ. Sekarang Yesus Kristus dianggap sebagai sebuah nama walaupun sebetulnya Kristus disini adalah sebuah gelar yaitu Yesus sang Mesias.

Isa lahir sebagai seorang yahudi. Dalam hebrew, nama yang paling mungkin baginya adalah Yeshua / Yehosua / Yosua (hebrew), Yesua (aramaik-hebrew) yang artinya Yahweh menyelamatkan.

Nama Yesus sendiri merupakan penyesuaian nama hebrew Yeshua kedalam bahasa Yunani Koine. Huruf yunani tidak punya huruf Y, sehingga Yeshua disesuaikan menjadi Iesous. Ini sudah dilakukan sejak Injil hebrew diterjemahkan kedalam bahasa Yunani Koine pada 200 SM (septuaginta) misalnya dalam tokoh Yoshua ben Nun. Nama Yeshua merupakan nama yang cukup umum sehingga ketika penulis-penulis Injil menulis dengan bahasa Yunani Iesou langsung digunakan sebagai nama Yesus. Penambahan (s) dilakukan jika Iesou merupakan subyek kalimat, kalau bukan digunakan Iesou.

Waktu alkitab ini diterjemahkan pertama kali ke dalam bahasa Inggris oleh Wycliffe pada abad 14 penulisan Iesu/Iesus dipertahankan. Selanjutnya kitab perjanjian baru dalam alkitab versi Raja James pada tahun 1604, karena huruf J sudah masuk kedalam huruf baru dalam bahasa Inggris maka nama Iesus berubah menjadi Jesus.

Menilik sejarah perubahan nama Yesua ini, nama Isa dalam al Quran menjadi cukup unik. Huruf hebrew dan arab sebetulnya sama-sama mempunyai konsonan Y, sehingga nama ini mudah diterjemahkan kedalam bahasa arab, yaitu Yasu. Sampai sekarang kalangan Kristen arab menyebut Yesus dengan Yasu. Tetapi al quran tidak menyebutnya dengan nama itu, melainkan dengan Isa.

Nama Yesua dalam hebrew yang di'sesuaikan' menjadi Isa ke dalam bahasa arab tidak tepat. Tetapi kalau dari penulisan dalam huruf yunani Koine, ada persamaan, bahwa huruf Y diubah jadi huruf I. Iesous christos menjadi Isa al Masih.

Ini bisa terjadi karena yang menikahkan Muhammad pertama kali dengan istrinya yang pertama Khadijah adalah seorang pastor Nestorian (sekte sesat Kekristenan) serta paman dari Muhammad adalah seorang Ebyon (sekte sesat Kekristenan), maka tidak heran kalau nama Isa berasal dari serapan bahasa Yunani Koin yang merupakan naskah asli Alkitab.


يسوع
Jesus
المسيح
Jesus, Messiah, the Lord, king


Salam

Sabtu, 13 Juli 2013

Persekutuan Doa Karismatik Katolik (PDKK) / Pembaharuan Karismatik Katolik (PKK)


Aneka Karunia, Satu Roh
Surat Gembala MengenaiPEMBAHARUAN KARISMATIK KATOLIKKonferensi Wali Gereja Indonesia

Kata Pengantar

Menanggapi permohonan konvensi nasional Pembaharuan Karismatik Katolik di Indonesia, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dalam sidangnya pada bulan November 1993 mengeluarkan Surat Gembala, yang berjudul Aneka Karunia, Satu Roh. Surat Gembala tersebut dialamatkan kepada semua umat beriman Katolik, bukan hanya kepada peserta gerakan itu saja.
Surat Gembala itu rasanya terlalu panjang untuk dibacakan seluruhnya di gereja-gereja, akan tetapi tidak panjang untuk dibaca atau dipelajari sendiri-sendiri.
Atas saran Presidium KWI, dokumen ini dicetak dalam bentuk buku kecil, dengan huruf tebal dan tipis. Bagian-bagian dengan huruf tebal dimaksudkan untuk dibacakan di gereja-gereja, sedangkan bagian dengan huruf tipis dapat dibaca sendiri.
Demikianlah harap menjadikan maklum adanya.
Jakarta, 30 November 1993,
Mgr. V. Kartosiswoyo, Pr
Sekretaris Eksekutif KWI

Pendahuluan

Para rekan seimamat dan umat beriman yang terkasih,
1. Di antara pelbagai pembaruan rohani dalam Gereja Indonesia kita temukan Pembaruan Karismatik Katolik.[1Pembaruan ini berkembang cepat dan telah hadir dalam hampir semua keuskupan.
2. PKK disambut dengan gembira di banyak keuskupan. Di sementara tempat PKK diterima dengan hati-hati. Di sejumlah lingkungan pembaruan ini dipandang dengan kekuatiran serta tidak disenangi oleh beberapa fihak. Banyak faktor yang mempengaruhi sikap-sikap yang berbeda-beda tersebut. Maka kami, para Uskup, merasa perlu memberi bimbingan pastoral kepada umat. Konferensi Waligereja Indonesia akan menerbitkan Pedoman Pastoral baru mengenai PKK, melanjutkan Pedoman Pastoral MAWI dari 11 Februari 1983.
3. Selain itu, kami juga menyampaikan Surat Gembala kepada seluruh umat mengenai PKK. Kami ingin mengajak segenap umat, agar Gereja kita semakin menjadi satu persekutuan yang terus menerus membarui iman kepada Allah dalam Sang Putera berkat kekuatan Roh-Nya. Kami bermaksud meletakkan PKK dalam lingkup kegerejaan Indonesia pada umumnya. Seperti semua kelompok pembaruan lain, PKK diharap melanjutkan arah hidup dan pembaruannya dalam kesetiakawanan nyata dengan seluruh Gereja Indonesia. Adapun Gereja kita mau senasib sepenanggungan dengan seluruh rakyat Indonesia: dalam suka dan duka yang sama, senasib sepenanggungan untuk menggapai kesejahteraan jasmani dan rohani demi keagungan Allah Yang Mahabesar.
4. Dalam Gereja sendiri terdapat banyak perbedaan pandangan dan cara merumuskan, mengungkapkan serta mewujudkan iman. Kita harus dapat hidup dalam keberagaman itu tanpa kehilangan kesatuan. Para Rasul sudah memberi teladan berharga: mengatasi perbedaan faham berlandaskan iman. Lebih jauh lagi, kebhinekaan itu justru dapat kita manfaatkan untuk betul-betul mencari pendirian, pengungkapan iman serta perwujudan iman yang sungguh mendalam dan tahan uji. Kita terpanggil untuk saling mengerti dan saling menghargai sebagai saudara-saudara dari satu Bapa, satu Tuhan dan satu Roh. Marilah kita mengusahakan persatuan sambil selalu mengkaji dan menguji, manakah Roh yang mendorong kita: Roh pembaru sejati ataukah bukan. Panggilan dasarnya adalah agar kita sefaham dalam Roh, seraya memberi ruang gerak bagi kebhinekaan penghayatan iman, antara lain seputar PKK. Hanya dengan cara itu kita dapat melaksanakan pengutusan Juru Selamat kita: menjadi saksi bahwa Allah cintakasih betul-betul ada di antara kita. Hanya kalau kita betul-betul saling menghargai dan saling menghormati serta saling menerima, maka kita dapat menjadi pewarta Kabar Gembira secara meyakinkan.

Inti Pembaharuan Gereja

Pembaharuan Gereja dalam Roh

Para rekan seimamat dan saudara seiman,
5. Dalam Sejarah Keselamatan, banyak orang seperti para nabi dan utusan Tuhan, para pendiri tarekat hidup bakti maupun tokoh modern seperti Ibu Teresa dari Calcutta diterima sebagai wujud nyata kehadiran dan karya Roh di dunia yang mau membarui iman umat (bdk. SC a.1). Dalam mereka itu, umat percaya bahwa Allah menghembuskan nafas hidup baru dalam ‘lembah kedukaan’ (bdk. LaguSalve Regina), menyongsong ‘langit dan bumi yang baru’ (Why 21:1). Para nabi itu menangkap bisikan Roh dalam pasang-surut ziarah umat manusia. Mereka dipanggil juga untuk menafsirkan arah hembusan Roh Allah. Sebab sering kali, cita-cita pembaruan sesuatu kelompok sendiri memang bagus, tetapi pelaksanaannya ‘tidak selalu sesuai dengan cita-cita’. Dalam keadaan itu, Roh sejati akan senantiasa mengundang orang untuk bertobat tanpa henti: artinya terus menerus maju dengan membalikkan arah kembali kepada Tuhan, Sang Mahakudus dan Maha sempurna.
6. Kita menyadari sepenuhnya bahwa Bapa menciptakan kita dengan menghembuskan Roh-Nya kepada seluruh alam (bdk. Kej 1). Sang Putera hadir karena Roh sudi menaungi Bunda Maria (bdk. Luk 1:35; Mat 1:18). Bunda Maria adalah manusia pertama yang secara mendasar adalah ‘orang yang berkarisma’ (bdk. Luk 1:28). Sang Putera menunjukkan dengan kata dan perbuatan-Nya, khususnya dalam Wafat dan Kebangkitan-Nya, bahwa inti kehadiran-Nya adalah mewartakan Kabar Gembira bahwa Allah cintakasih hadir di antara manusia. Menjelang kepergian-Nya, Ia menjanjikan Roh Penolong kepada para murid (Yoh 14:16 dst). Roh ini akan menyatakan kebenaran Allah, mempersatukan para murid dan memberi kesejahteraan kepada semua. (Yoh 14:26 dst). Karya Roh itu nampak dalam hidup Gereja sejak masa perdana sampai sekarang, bahwa Roh menguatkan Gereja dalam kesatuan dengan Bunda Maria (Kis.). Gereja kita dilahirkan, dibesarkan dan dikuatkan hanya karena Roh Kudus menyalakan hati para Rasul, menerangi budi mereka serta meneguhkan kehendak mereka seraya mendampingi karya-karya mereka (Kis 1-2). Roh Kudus pula yang mendampingi persekutuan para murid ketika mereka berselisih faham (bdk. Kis 15:19). Tampak sekali, bahwa pada waktu itu pun cara mengikuti bisikan Roh dalam Gereja sudah dapat berbeda-beda. Namun para murid mengolah perbedaan itu dengan bantuan Roh persatuan. Bahkan Roh itu pula yang diyakini mendampingi  Gereja selanjutnya (bdk. Kis 28:23-28). Paus Yohanes XXIII mengajak kita yakin bahwa dalam zaman modern ini Roh itu pun membarui Gereja dalam melaksanakan pengutusan-Nya. Oleh sebab itu, sangat wajarlah kalau dalam Gereja, iman kepada Roh itu dihayati dengan sepenuh hati dan segenap budi. Kami yakin bahwa kita yang dipersatukan dalam iman yang sama kepada Roh Gereja ini, mau juga membarui umat dalam kebersamaan.
7. Dari lain sudut kita belajar juga dari sejarah umat beriman, bahwa Tuhan membimbing dengan cara yang beraneka, Tuhan membangkitkan pembaruan-pembaruan yang beraneka warna serta menolong kita menangkap bisikan Roh-Nya seturut kekayaan belaskasihan-Nya. Oleh sebab itu dengan penuh syukur kita menemukan banyak cara pembaruan dalam Gereja: dulu maupun sekarang. Tidak satu pun cara pembaruan yang bisa mengaku, seakan-akan menjadi satu-satunya cara pembaruan Gereja. Kalau ada orang yang tidak sejalan dengan cara kita membarui Gereja, tidak usah kita terlalu merasa kecewa: sebab Tuhan mempunyai jalan yang jauh lebih besar dari cara kita, untuk membarui Gereja-Nya. Kalau ada orang yang mengkritik cara kita, tidak selalu perlu kita merasa tersinggung; mungkin begitulah cara Roh mau mengingatkan kita agar terus menerus mencari kesempurnaan-Nya. Marilah kita bersyukur bahwa Tuhan mencintai umat-Nya dengan cara yang berwarna-warni.
8. Sementara itu, sekarang ini kadang-kadang ada umat yang bertanya-tanya: kita mendoakan dan mendambakan persatuan, namun di sana sini toh terasa ada perselisihan dan perpecahan. Sesekali orang dan kelompok-kelompok, juga dalam Gereja, tergoda untuk memutlakkan diri serta cenderung beranggapan, seakan-akan gaya pembaruannya paling sempurna sehingga melecehkan usaha orang atau kelompok lain. Kesombongan rohani semacam itu sesungguhnya menggali kesenjangan dan merusak persekutuan gerejawi. Diperlukan gerakan tanpa henti yang dapat membarui dunia dan Gereja untuk benar-benar mewujudkan persaudaraan sejati. Umat manusia memerlukan tanda yang teraba dan terasa, bahwa iman dan agama sungguh meningkatkan persekutuan hidup dengan sesama anak dari Bapa yang satu. Dibutuhkan pula tindakan jelas bahwa iman bukan hanya urusan batin melainkan merasuki seluruh diri manusia: termasuk pikiran, perasaan dan seluruh kodratnya. Gereja dapat terbantu bila ada usaha terus menerus untuk memperlihatkan betapa iman menyentuh lubuk hati manusia yang terdalam, sehingga orang terbebaskan dari penderitaan dan ikatan yang mencekik, seperti ketergantungan pada obat, ketidakjujuran kronis, kekacauan hidup rumah tangga, iri dan cemburu berlebihan, ketidakadilan, kemiskinan, bahkan sakit fisik.

Memahami Pembaharuan Karismatik

Para rekan seimamat dan saudara seiman,
9. Di tengah arus besar pembaruan Gereja itu, kami melihat PKK pertama-tama sebagai suatu cara baru menghayati keyakinan bahwa karisma dasar kita adalah iman akan Roh yang memberi kita kepercayaan kepada Bapa dalam Yesus Kristus (bdk. Rom 3:21-31). Atas dasar itu Gereja adalah persekutuan orang yang beriman bahwa hidup manusia bukanlah melulu rangkaian sebab-akibat ekonomik atau kumpulan kegiatan politik atau tali-temali proses kebendaan belaka, melainkan wujud manusiawi dari kegiatan Roh yang menggerakkan seluruh umat manusia dalam cinta kasih menuju kepada persatuan kekal dengan Allah berkat ajaran Yesus Kristus. Bagi PKK, iman itu menjadi darah-daging, dalam arti bahwa keluarga karismatik mengalami hidup dan karya Roh dalam segala segi hidup sampai ke inti diri. PKK menghayati hidup karismatis itu dalam keterbukaan pada pengutusan Gereja, agar dunia betul dinaungi oleh Kerajaan Allah, Kerajaan Kebenaran dan Kehidupan, Kerajaan Kesucian dan Rahmat, Kerajaan Keadilan, Cintakasih dan Damai (bdk. Prefasi Kristus Raja).
10. Secara tepat PKK amat menghormati Pentakosta, tatkala para murid secara teraba dan terasa mengalami jamahan kasih Roh secara luar biasa (Kis 2:1-13). Namun kita perlu menangkap pula kenyataan bahwa Pentakosta hanya merupakan awal hidup Gereja. Kita percaya bahwa iman akan kuat kuasa Roh itu justru memungkinkan para murid Yesus Kristus memahami kesatuan dengan Sang Penebus dalam jatuh-bangunnya hidup dan di tengah pergulatan menjadi saksi Kerajaan Allah. (bdk. Kis 1-2)
11. Kita melihat bahwa PKK mendasarkan pembaruannya pada Kitab Suci. Dalam Kitab Suci PKK menemukan sumber kekuatannya sehingga dapat mendorong umat untuk bangga karena menjadi pengikut Kristus dan sekaligus memiliki kerendahan hati karena mengakui bahwa pelaku utama dalam PKK adalah Roh Kudus. PKK juga berani untuk menggabungkan diri dengan Bapa Suci Yohannes XXIII dan para Bapa Konsili Vatikan II yang menjadi pendorong pembaruan seluruh Gereja pada abad kedua puluh. Dalam nafas yang sama PKK juga berlapang dada untuk melihat degup kehidupan Roh Kudus dalam sekian banyak usaha pembaruan rohani Gereja. Dalam cakrawala itu pelbagai perwujudan PKK perlu ditempatkan, dikembangkan dan dievaluasi secara berkala.

A. Pencurahan Roh

Para rekan seimamat dan saudara seiman,
12. Marilah kita membarui pemahaman dan penghayatan kita tentang ‘Roh yang menggerakkan kita’. Kita perlu belajar terus untuk mengkaji dan terus menerus menguji serta dengan cermat mengamati pengalaman: Roh mana yang sedang menggerakkan diri kita. Jawabnya berkaitan dengan pertanyaan: sejauh mana karunia Roh lebih mempersatukan kita dengan Gereja dan bukan menyebabkan kelompok tertutup; ke mana arah pembaruan kita; apa tujuan seminar dan kebangunan rohani serta retret-retret kita. Sebab acara-acara itu dapat digerakkan Roh Kudus, namun juga perlu dijaga agar jangan sampai berasal dari nafsu kesombongan atau kehausan kita akan ketenaran belaka. Pemahaman, hidup dan pelayanan kita, perlu ditilik agar betul-betul memberi tempat kepada Roh Penggerak. Beberapa nas Alkitab kiranya dapat membantu penjernihan kepekaan kita akan Roh dalam hidup kita.
13. Misalnya, Yohanes Pembaptis berkata: “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus” (Mrk 1:8). Lukas mengutip kata-kata Yesus serupa: “Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.” (Kis 1:5). Dalam Perjanjian Baru ada sejumlah ungkapan yang mirip dengan itu.[2Hampir semua teks itu ditafsirkan para ahli sebagai lukisan mengenai “sakramen inisiasi” yaitu Sakramen Baptis, Ekaristi Pertama dan Sakramen Krisma.[3Maka semua orang yang secara sah dibaptis, juga terbaptis dalam Roh dan air.[4Nas-nas Perjanjian Baru tidak menyamakan ‘Baptis dalam Roh’ dengan sakramen baptis.
14. Gereja sekarang memahami ‘Baptis dalam Roh’ sebagai doa permohonan iman yang sungguh-sungguh agar berkat rahmat baptis dan krisma hidup umat digairahkan dan dipenuhi dengan kekuasaan Roh Kudus. Itulah sebabnya di kalangan PKK sekarang lebih dipergunakan istilah pencurahan Roh.[5] Kalau doa tersebut diucapkan dengan penumpangan tangan, itu merupakan ungkapan cinta persaudaraan antara kedua fihak yang kadang-kadang masih lebih diperdalam dengan pembaruan janji baptis. Dalam peristiwa tersebut orang dapat betul-betul mengalami kasih Allah secara mendalam sekali.
15. Alangkah baiknya kalau para pemula diberi penjelasan secukupnya sebelum betul-betul masuk dalam Persekutuan Doa. Dengan penjelasan itu buahnya lebih bagus, misalnya berupa komunikasi yang lebih luwes dengan saudara se-Gereja dan kesetiaan yang tinggi kepada Gereja. Seminar Hidup Baru dapat menjadi kesempatan berharga untuk itu. Di situ para pemula perlu diingatkan terus bahwa selesainya Seminar Hidup Baru tidak membuat mereka sudah sampai di puncak kekudusan. Mereka masih harus menghadirkan Sang Pengudus itu dalam hidup dan karya sehari-hari. Sebab hanya dengan cara itu mereka sungguh menjadi murid Yesus Kristus dan saudara bagi sesama, terutama sesama yang menderita. Jalan kesucian adalah jalan panjang: kadang melalui hari cerah, namun dapat pula dengan malam gelap. Kita diundang untuk selalu percaya pada kasih Allah: waktu mengarungi padang gersang atau laut yang bergelora maupun tatkala melintasi padang rumput yang hijau atau kebun penuh bunga dan buah.

B. Seputar Karunia-karunia Karismatis

Para rekan seimamat dan saudara seiman,
16. Di kalangan karismatik, banyak dipercakapkan adanya karunia-karunia. Marilah kita kembali ke Kitab Suci. Paulus menulis kepada umat Korintus: “Kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama” (1 Kor 12:7; bdk. LG a.12). Kemudian ia mendaftarkan karunia-karunia Roh yang diberikan demi jemaat. (bdk 1 Kor 12:8-10) Dalam surat itu belum semua karunia disebut oleh Paulus dan malah ada yang dia sebut karunia karismatis, namun sekarang merupakan ‘jabatan’.[6Karisma itu anugerah cuma-cuma, tanda bahwa Roh mencintai umat. Maka karunia itu tidak dapat kita kejar atau kita rebut, seakan-akan sebagai hasil jerih payah kita dan untuk selama-lamanya boleh kita miliki. Misalnya, “Bahasa Lidah” adalah karunia Roh yang sering tidak tergantung dari emosi dan berupa doa pujian atau permohonan pribadi serta disadari oleh pendoanya. Layaklah pelaksanaannya dalam suasana damai serta dengan memperhatikan situasi dan kondisi. Bahkan perlulah orang ingat kata-kata Paulus bahwa “dalam pertemuan jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga daripada beribu-ribu kata dengan bahasa roh.” (1 Kor 14:19)
17. Lebih lanjut, ‘karunia nubuat’ dianugerahkan demi pengutusan Allah, yang biasanya berupa hiburan untuk meneguhkan atau untuk mendorong orang lebih berbakti dalam jemaat. (bdk 1 Kor 14:3) Di sini pun orang menyadari keadaannya. Kemudian, nubuat memerlukan tafsir orang yang mampu memilah-milahkan jenis-jenis pengaruh Roh dan akibat-akibatnya. Oleh sebab itu, seyogyanya nubuat terlaksana dalam suasana kelompok yang damai dan dibantu pemimpin doa yang bijaksana.
18. “Karunia penyembuhan” sering dikaitkan dengan pengutusan Tuhan.[7]Surat-surat Paulus (mis. 1 Kor 12:9.28.30) dan Kisah para Rasul menunjukkan bahwa dalam Gereja Perdana ada penyembuhan. Dalam Gereja kita, sebetulnya Sakramen Tobat dan Sakramen Orang Sakit adalah sakramen penyembuhan, artinya ‘tanda dan sarana penyembuhan dari Tuhan dalam Gereja-Nya”. [8Kita lihat dalam Perjanjian Baru bahwa penyembuhan senantiasa berpangkal dari iman dan mengajak orang untuk lebih beriman kepada Tuhan. Oleh sebab itu, seyogyanya kita tidak menciptakan kebiasaan ‘mencari penyembuhan demi penyembuhan’; sebaliknya baiklah kita lebih menegaskan “penyerahan kepada kehendak Tuhan” serta tidak mudah menandai orang yang tidak disembuhkan sebagai “tidak beriman”. Kecuali itu, alangkah baiknya kalau penyembuhan dilakukan dengan memperhatikan lingkungan, dengan memakai kebijaksanaan serta tenggang rasa.
19. Baiklah kita juga tegas membedakan antara doa yang dapat menyebabkan penyembuhan dari aneka “tenaga dalam dan kekuatan jasmani manusiawi” yang kadang kala mengakibatkan beberapa efek ragawi serupa. Jangan lupa bahwa banyak umat kita belum lama meninggalkan dunia tahyul, yang mendewa-dewakan kekuatan alam. Dalam kerangka itu, motivasi dasar dan buah dari PKK selalu perlu dipertahankan, yaitu tobat, damai dengan Allah dan dengan sesama serta iman yang membawa kerendahan hati. Muara setiap kegiatan PKK haruslah kesucian setiap orang di tengah jemaat dan masyarakat.
20. Penyembuhan hendaknya juga tidak melunturkan iman kita kepada arti penderitaan dan Salib, yang dalam kuasa Roh-Nya justru menjadi puncak ungkapan kasih Yesus Kristus kepada kita dan Bapa (Flp 2:6-11). Dalam keadaan miskin, menderita, tersia-sia, kita tetap percaya pada kasih Allah; tanpa menjadi pahit. Maka, Ekaristi yang merupakan peringatan penyerahan diri Tuhan di Salib dan Kebangkitan-Nya perlu lebih menjadi pusat PKK.
21. Dalam Injil, karunia penyembuhan kadang kala berkaitan dengan ‘pembebasan dari roh jahat’ (bdk. Luk 9:1), yang intinya penyembuhan spiritual. Kami minta agar para pemimpin betul-betul mendampingi umat untuk tidak begitu saja menyamakan segala bentuk rasa tertekan dengan ‘pengaruh roh jahat’. Juga dalam hal itu diperlukan discernment, untuk menemukan apakah gangguan itu bersifat fisik dan psikis ataukah betul-betul dari Roh Jahat. Kecuali itu, ‘pengusiran setan’ dalam arti sempit hendaknya dilakukan hanya oleh mereka yang direstui Uskup. Pembebasan dari roh jahat dan setan hendaklah selalu terpadu dalam permohonan penyelamatan menyeluruh, lahir dan batin.

C. Persekutuan Doa

Para rekan seimamat dan saudara seiman,
22. Persekutuan Doa mingguan adalah kesempatan baik untuk menyadari bahwa kita beriman tidak dalam kesendirian, melainkan dalam persekutuan. Dalam hal itu Persekutuan Doa telah lama menjadi salah satu kemungkinan, tempat umat dapat saling mendukung untuk berdoa dengan khusuk. Persekutuan Doa yang baik memusatkan perhatian pada Yesus dan Gereja-Nya. Agar pengarahan itu dapat terlaksana dengan baik, suatu Persekutuan Doa memerlukan moderator dan pemimpin sehari-hari, suatu program inisiasi yang baik dan usaha terus menerus guna menangkap sabda Tuhan melalui Alkitab, Gereja dan masyarakat. Kecuali itu, Persekutuan Doa tersebut harus terintegrasikan dalam jemaat yang lebih luas. Pertemuan Persekutuan Doa tidak boleh menggantikan doa bersama umat lain atau Perayaan Ekaristi mingguan dengan jemaat luas. Sebab melalui Perayaan Ekaristi itulah, ia dipersatukan dengan seluruh Gereja Semesta dalam Sang Putera. Lewat semangat tersebut kita menunjukkan tinggi Perayaan Ekaristi sebagai sakramen utama.
23. Sementara itu, pantas dipuji bahwa dalam lingkungan PKK timbul pula persekutuan basis umat yang beraneka. Hal itu merupakan ungkapan kebersamaan dalam iman yang mewujud dalam persatuan manusiawi. Dengan kedekatan manusiawi itu, bakti kepada Allah maupun pelayanan manusiawi dapat berkembang sesuai dengan situasi setempat. Ada yang hanya menjadi lingkungan persahabatan biasa, ada pula yang membentuk kelompok resmi atau kelompok pelayanan, bahkan ada pula yang sampai mengucapkan kaul atau janji penyerahan diri.[9] Perkembangan semacam itu amat menggembirakan namun perlu dimurnikan terus menerus dalam terang iman kepada Roh yang membarui Gereja tanpa henti.
24. Bagi para pemimpin Persekutuan Doa, kesibukan memimpin persekutuan itu seringkali sudah merupakan ungkapan keterlibatan mereka dalam pembangunan jemaat Allah. Dalam pada itu, sangat berharga kalau mereka mengajak rekan-rekan agar membuka diri pada partisipasi dalam pembangunan jemaat yang lebih luas. Dengan begitu tidak mau dikatakan bahwa keterlibatan dalam Persekutuan Doa itu bukan aktivitas kegerejaan, melainkan setiap pengelompokan dalam Gereja memerlukan acuan terus menerus kepada persekutuan yang lebih luas. Para moderator, yang sering pastor parokinya sendiri, dapat membantu perluasan cakrawala setiap persekutuan doa agar tak menjadi kelompok kesalehan yang tertutup. Khususnya pembaharuan iman ini dapat membantu umat untuk mendukung Kerasulan Keluarga dan Kerasulan Awam pada umumnya.

D. Tim Pelayanan

Badan Pelayanan Keuskupan, Badan Pelayanan Regio, dan Pelayanan Nasional
Para rekan seimamat dan saudara seiman,
25. Sudah menjadi tradisi yang pantas dipuji bahwa setiap Persekutuan Doa  atau sekelompok Persekutuan Doa membentuk semacam Tim Pelayanan guna menyediakan tenaga untuk membantu atau memberi konsultasi bagi kelancaran suatu Persekutuan Doa. Badan Pelayanan Keuskupan, Badan Pelayanan Regio dan Badan Pelayanan Nasional melaksanakan hal itu pada lingkup keuskupan dan nasional. Kami berharap bahwa mereka itu semakin lama menjadi semakin berfungsi sebagai tim pelayanan yang menggiatkan usaha meningkatkan kemampuan memilah-milah dengan tegas (discernment) [10gerakan-gerakan Roh dalam Persekutuan doa. Khususnya  Badan Pelayanan Nasional perlu meningkatkan penyebaran makna dan cara discernment yang sehat.
26. Salah satu bidang yang secara khusus perlu dilayani oleh Badan Pelayanan Keuskupan dan Badan Pelayanan Nasional adalah pendidikan untuk memahami ajaran-ajaran Gereja dan untuk secukupnya mampu menangkap pesan Kitab Suci, terutama bagi para pemimpin Persekutuan Doa dan pewarta. Hendaklah program-program pendalaman diselenggarakan dengan terus memperhatikan ajaran Gereja Semesta dan Gereja Setempat. Dengan begitu lambat laun umat kita memahami bagaimana secara tepat menyambut Sabda Tuhan yang disampaikan melalui Alkitab dan Tradisi Gereja dengan kuasa mengajar Gereja. Hendaknya pendidikan semacam itu di bawah restu Uskup setempat. Hal itu hanya mungkin kalau para pemimpin PKK memelihara persatuan lahir batin dalam kesetiaan dewasa dengan Pimpinan Gereja setempat.
27. Kecuali itu Badan Pelayanan Nasional perlu membantu Badan Pelayanan Regional dan Badan Pelayanan Keuskupan dalam mengarahkan semua Persekutuan Doa untuk lebih meningkatkan mutu persekutuan dan memadukan kegiatan mereka dengan arah Gereja yang lebih luas serta masyarakat kebanyakan. Secara berkala hendaknya Badan Pelayanan Nasional mengadakan evaluasi yang tulus mengenai pengarahan, cita-cita maupun praktek Pembaruan Karismatik secara menyeluruh. Untuk itu diperlukan sistem pemantauan yang berdaya guna. Baiklah Konvensi Nasional menjadi ajang discernment nasional, di samping merupakan momentum kesadaran persatuan nasional.[11]

E. Dialog dengan Umat Lain

Para rekan seimamat dan umat seiman,
28. Pembaruan karismatik membawa banyak anggota berjumpa dengan umat lain, keluarga protestan dan sekte-sekte beraneka. Adalah menggembirakan bahwa aneka umat dari pelbagai Gereja dapat berdoa bersama dan saling menghormati. Dalam pada itu, perlulah kita berhati-hati, karena perjumpaan semacam itu juga dapat menyebabkan orang memalingkan diri dari Persekutuan Sakramental katolik sendiri atau dari tradisi peribadatan kita, seperti bakti kepada Bunda Maria dan para kudus serta aneka sakramentali lain. Sikap ini seringkali menjadi awal dari langkah meninggalkan ajaran dan Gereja Katolik. Oleh karena itu, para pemimpin karismatik diminta untuk sungguh memperhatikan kesetiaan anggotanya pada khazanah iman katolik dan persatuan dengan Gereja Katolik masa kini.
29. Ada beberapa tanda yang menunjukkan munculnya bahaya pemisahan: yaitu kalau pemimpin persekutuan doa itu memutlakkan Alkitab sebagai satu-satunya yang menentukan iman,[12memutlakkan peran rahmat dan iman sehingga orang menyangkal perlunya berbuat keutamaan sosial, melecehkan Sakramen Ekaristi dan Tobat, meremehkan penghormatan kepada Bunda Maria dan para kudus,[13]menyuruh kita meninggalkan sakramentali seperti rosario dsb.[14Bahaya pemisahan juga membayang, apabila pemimpin Pemimpin Doa menolak komunikasi dan nasihat dari BPN atau BPR atau BPK atau moderator.
30. Kita memang perlu menghargai pendirian saudara-saudara dari Gereja lain, namun berani memegang teguh keyakinan kita. Oleh sebab itu tidak perlu dan sebaiknya jangan meminta mereka yang beriman lain atau dari Gereja lain untuk secara resmi mengajar di Persekutuan Doa kita.[15 Kita dapat menunjukkan persaudaraan kita dengan cara lain.
31. Karena bagi banyak orang tidak mudah untuk mengenali perbedaan-perbedaan ajaran dan tradisi itu, maka pantaslah didukung kebiasaan bahwa pengajar yang dari daerah lain senantiasa membawa surat pengutusan dari Uskup atau BPK yang bersangkutan serta diketahui oleh Badan Pelayanan Keuskupan setempat. Setiap pengajar hendaknya memperhatikan kebiasaan yang diakui oleh Badan Pelayanan Keuskupan setempat dan kebijakan Keuskupan serta moderator yang bersangkutan. Masing-masing Badan Pelayanan Keuskupan tentu saja hendaknya selalu menghargai Pimpinan Gereja Setempat sebagai instansi yang melayani seluruh umat dalam memperoleh kepastian pemahaman sejati mengenai Sabda Tuhan. (bdk. 1 Yoh 4:6) Dengan begitu kita tidak bermaksud memenjarakan Roh, akan tetapi hanya mau memberi tempat kepada pelbagai cara orang menerima bisikan Roh.
32. Kadang kala orang menemukan hiburan dalam Persekutuan Doa, yang tidak mereka temukan dalam Ekaristi paroki, misalnya karena hadirin banyak dan beraneka. Maka orang dapat tergoda untuk memutlakkan Persekutuan Doa. Apabila Persekutuan Doa membiarkan kecenderungan ke Gereja lain, maka orang bisa tertarik pergi tanpa banyak pertimbangan. Oleh sebab itu perlulah para pemimpin sungguh membantu menguatkan iman dan kesetiaan para anggota Persekutuan Doa secara tulus. Hal itu dapat terjadi, misalnya, dengan aktif mengusahakan agar doa dan perayaan-perayaan sakramen di Persekutuan Doa dan lingkungan/wilayah/paroki kita semakin lama semakin memikat.

Persekutuan Dalam Satu Gereja

Para rekan seimamat dan saudara seiman,
33. Kita semua sebagai Gereja mengikuti nasihat Paulus “Janganlah padamkan Roh dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.” [16Marilah kita setia kepada Roh. Yang ikut PKK hendaknya terus menerus membarui diri dan seluruh Gereja, sehingga Roh sajalah satu-satunya yang mutlak, bukannya cara doa kita. Praktek pembaruan hendaklah berjuang untuk sungguh mewujudkan cita-cita karismatik yang masih harus terus menerus diusahakan. Yang tidak merasa terpanggil bergabung dengan PKK hendaknya membarui Gereja dengan cara sendiri, sehingga cinta kasih mewarnai seluruh umat. Jangan kita berpendapat, seakan-akan cara pembaruan kita sajalah yang menyelamatkan umat. Tidak seyogyanya kita memiliki kesombongan rohani, yang sering mewarnai pembaruan apa pun. Marilah kita saling merangkul tanpa mengikuti kekeliruan umat Korintus yang ditegur Paulus “Karena jika yang seorang berkata ‘Aku dari golongan Paulus’ dan yang lain berkata ‘Aku dari golongan Apolos’, bukankah hal itu menunjukkan bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?” (1 Kor 3:4). Kita perlu ingat pesan Paulus untuk mengusahakan persatuan (1 Kor 13). Kalau begitu, “kamu memang berusaha memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih dari itu hendaklah kamu menggunakannya untuk membangun jemaat.” (1 Kor 14:12)
34. Sementara itu, pembaruan iman dalam Roh perlu terus menerus dipadukan dengan segi kenabian dalam hidup perorangan maupun seluruh umat: doa dan pujian rohani harus terpadu dalam semangat solidaritas nyata dengan orang miskin. [17Sebab karya Roh mesti tampak dalam buah-buahnya, seperti “cintakasih, kegembiraan, damai, kesabaran, keramahtamahan, kebaikan hati, kesetiaan, kelembutan hati, kesopanan” dan seterusnya. (Lih. Gal 5:22-23) Dengan demikian hidup kita sebagai jemaat berkenan kepada Tuhan dan semua orang. (bdk. Kis 2:47) Dalam keseluruhannya, kita ingat bahwa kegembiraan yang diperoleh dalam bakti kita kepada Roh, yaitu buah Kebangkitan, harus bersatu dengan kasih kita kepada Salib Kristus.
35. Para Uskup dan imam serta pemuka jemaat kami ajak mengikuti seruan Sri Paus Johannes Paulus II untuk menekankan pembaruan rohani Gereja. [18]Kewajiban imam untuk memberi bimbingan pastoral kepada umatnya perlu tetap kita junjung tinggi, walaupun, misalnya, ia tidak merasa terpanggil untuk bergabung dengan PKK. Andaikata ada oknum atau kelompok yang agak sulit, itu pun hendaknya tidak menjadi dalih untuk membelakangi saja mereka; sebaliknya, kita sebagai gembala tetap terpanggil untuk menyelamatkan setiap umat. Para imam dan pemuka jemaat yang terpanggil untuk menggabungkan diri dengan PKK kami ajak juga membuka pelayanannya bagi orang dan kelompok lain, sebab kita ditahbiskan menjadi imam untuk seluruh umat.
36. Kecuali itu kami mengajak semua imam, para biarawan-wati dan seluruh umat untuk betul-betul lebih bersemangat mengusahakan tersebarnya pewartaan Kabar Gembira yang berdaya-guna, terciptanya perayaan-perayaan Sakramen yang betul-betul menggairahkan umat, terbentuknya persaudaraan yang penuh kegembiraan dan kesetiakawanan, serta terwujudnya cinta nyata kepada saudara kita, terutama yang miskin dan tersingkir. Upaya itu akan menciptakan Gereja yang merasakan kasih Allah dan membagikan cinta Roh.

Penutup

Para rekan seimamat dan umat seiman,
37. Marilah kita bersyukur apabila berkat pembaruan Gereja, kita mendapat iman yang menggelora, mudah berdoa khusuk, bersemangat untuk membaca Kitab Suci, rajin mengikuti persekutuan. Namun marilah kita memandang hal itu tidak sebagai tanda bahwa kita sudah mencapai puncak kesucian, melainkan lebih sebagai undangan untuk terus menerus mengarahkan diri kepada Tuhan dengan sikap pertobatan tanpa henti. Tak boleh kita lupakan juga, bahwa Tuhan mencintai kita, pun kalau tidak terasa di hati kita.
38. Akhirnya marilah kita bergembira karena adanya pelbagai usaha baik pribadi maupun secara kelompok untuk mendorong upaya pertobatan tanpa henti ke arah kesucian. Kita senang karena banyak upaya mengembangkan pelayanan-pelayanan dalam Gereja, khususnya pewartaan Kabar Gembira dan pengabdian kepada rakyat jelata. Kita bersyukur bahwa banyak yang berusaha menggiatkan dialog antara pemeluk berbagai agama. Diperlukan sikap saling menghormati dan menghargai di antara pelbagai kelompok pembaruan dalam Gereja. Sebab semua itu demi kemuliaan Nama Bapa, yang telah menyelamatkan kita dengan perantaraan Yesus Kristus dalam kuasa Roh-Nya. Marilah kita bersama berdoa: “Datanglah Roh Kudus, penuhilah hati umat-Mu dan baharuilah muka bumi!”
Jakarta, 10 November 1993
Atas nama para Uskup Indonesia
yang tergabung dalam
Konferensi Wali-Gereja Indonesia
Ketua                                                            Sekretaris Jendral
(Mgr. J. Darmaatmaja, SJ)                  (Mgr. M.D. Situmorang, OFMCap)

CATATAN KAKI:
  1. Selanjutnya disingkat PKK (Pembaruan Kharismatik Katolik). []
  2. Luk 24:49 (“Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapaku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi”). Kis 1:8 (“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu”). Kis 2:4 (“Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus”). Kis 8:15-17 (“Setibanya di situ kedua rasul itu berdoa, supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus. Sebab Roh Kudus belum turun di atas seorangpun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima Roh Kudus”). Kis 10:44 (“Ketika Petrus sedang berkata demikian, turunlah Roh Kudus ke atas semua orang yang mendengarkan pemberitaan itu”). Kis 19:6 (“Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka”). []
  3. Dalam tradisi katolik hal itu terungkap dalam 3 sakramen, sementara dalam banyak jemaat protestan, hanya baptis yang dikenal (sejumlah di antara mereka mengenal upacara “sidhi” yang berdekatan dengan “krisma” kita). Oleh sebab itu dapat difahami, bahwa di kalangan protestan yang mula-mula merasakan Pembaharuan Kharismatik lalu muncul ‘tradisi baru’ yang disebut ‘pembaptisan dalam Roh’. Bagi kita, orang katolik, tidak perlu: sebab sudah ada Sakramen Krisma. []
  4. ‘Dibaptis sah’ itu bukan pengertian yuridis atau liturgis saja, melainkan juga pemahaman spiritual dan eksistensial. Bdk. Yoh 3:6; Rom 8:9; Gal 4:4-6. []
  5. Dengan begitu Sakramen Baptis tidak diulangi, melainkan dihayati lagi, sebagaimana Konstitusi Pastoral Vatikan II mengenai  ‘Gereja dalam Dunia’ a.7 berbicara tentang “mereka yang memeluk iman secara lebih pribadi dan eksplisit” dan “yang mempunyai rasa penghayatan lebih hidup tentang Allah”. Sesungguhnya, panggilan untuk menjadi murid dan untuk dibaptis (Mat 28:19) adalah undangan untuk masuk dalam hubungan pribadi dengan Yesus. Namun sering kali orang tinggal dalam kaitan birokratis atau dangkal saja dengan Tuhan. Maka kadang kala perlu ‘disegarkan’ dan ‘dihidupkan’. []
  6. Mis.rasul, guru, pembantu, administrator (bdk. 1 Kor 12:28). []
  7. Bdk. Luk 9:1-6; 10:1-20. Lih. juga paralelnya dalam Matius. []
  8. Sekali lagi di sini perlu dicatat, bahwa di kalangan Gereja Protestan tidak dikenal kedua sakramen itu sehingga justru dengan munculnya tradisi “penyembuhan” lewat Pembaharuan Karismatik di kalangan protestan itu kelihatan, betapa tradisi katolik memang amat sesuai dengan dinamika manusia dan selaras dengan dorongan Roh. Sakramen Ekaristi-pun mengandung unsur pemulihan hubungan dengan Tuhan dan penyembuhan. Maka seyogyanya tidak dicampuradukkan. []
  9. Di antara mereka ada yang bersifat persekutuan awam, ada yang bersifat persekutuan kebiaraan. []
  10. Sangat baik bahwa dalam Konvensi-konvensi diadakan workshop mengenaidiscernment, sehingga hampir semua BPK sekarang mulai menangkap kepentingan discernment dan belajar melaksanakannya di lingkup masing-masing. []
  11. Konvensi Daerah dapat menjadi kesempatan discernment pada tingkat Keuskupan atau Provinsi Gerejawi. []
  12. Bagi kita, pedoman iman adalah Kitab Suci bersama dengan Tradisi dan Kuasa Mengajar Gereja yang secara otentik menafsirkan Alkitab. []
  13. Kita percaya pada “persekutuan para kudus” dan “hidup kekal” yang berarti yakin akan kebahagiaan mereka yang sudah mendahului kita menghadap ke hadirat Allah, khususnya Maria; maka kita menghormati mereka. []
  14. Kita menyembah satu Allah saja dan mau berbakti dengan darah daging sehingga menggunakan simbol-simbol manusiawi agar bakti kita tidak teori dan di otak atau di hati saja. []
  15. Lain soal kalau meminta mereka ikut berdoa atau memberi kesaksian saja. []
  16. Lih. 1 Tes 5:19-21. Bdk.juga LG a.12. []
  17. Bdk. 1 Yoh 3:11-18. Ketika menyambut pertemuan internasional para pemimpin kharismatik di Roma, Mei 1981, Seri paus Johannes Paulus II mengulang kata-kata Paulus VI “orang-orang yang miskin dan membutuhkan serta tertindas dan menderita di seluruh dunia maupun dekat kita, semua berseru kepada kamu sebagai saudara dalam kristus, meminta bukti kasihmu, meminta sabda Tuhan, meminta roti, meminta hidup”. []
  18. Diucapkan 7 Mei 1981. []
Gereja Katolik menerima gerakan Karismatik Katolik sebagai salah satu kegiatan gerejawi(ecclesial movement). Berikut ini adalah sekilas tentang pengakuan para Paus akan gerakan karismatik dalam Gereja Katolik:
Paus Leo XIII mengeluarkan surat ensiklik tentang Roh Kudus, Illud Munus (1897). Pada malam tahun baru menjelang tahun 1901, Paus Leo XIII memohon pencurahan Roh Kudus atas Gereja, dengan menyanyikan lagu “Datanglah Roh Kudus”, dan meminta Gereja untuk mempersiapkan Perayaan Pentakosta dengan melakukan novena.
Paus Yohanes XXIII kemudian mengulangi doa permohonan “Datanglah Roh Kudus” tersebut pada tahun 1959, “Perbaharuilah mukjizat-mukjizat-Mu di masa ini seperti pada masa Pentakosta.” Buah dari doa tersebut adalah Konsili Vatikan II (1962-1965), di mana Roh Kudus memperbaharui Gereja.
Gerakan Karismatik Katolik lahir di bulan Februari 1967, diawali oleh pengalaman pencurahan Roh Kudus oleh para mahasiswa Universitas Duquesne, Amerika Serikat. Sejak saat itu berkembanglah gerakan Karismatik Katolik di berbagai tempat dan negara.
Tahun 1975 di pertemuan 10,000 pemimpin gerakan karismatik Katolik, Paus Paulus VImengatakan, “Bagaimana mungkin “pembaharuan rohani” ini tidak menjadi kesempatan bagi Gereja dan dunia?” Tanggal 19 Mei di tahun yang sama, Paus berkata, “Tak ada yang lebih diperlukan bagi dunia ini yang makin menjadi sekular, daripada kesaksian akan “pembaharuan rohani” ini, yang dewasa ini kita lihat diakibatkan oleh Roh Kudus di banyak sekali daerah dan lingkungan yang berbeda.” (Pidato dalam Konferensi Internasional ke-2 Gerakan Pembaharuan Karismatik Katolik)
Demikian juga, Paus Yohanes Paulus II mengakui Gerakan Karismatik Katolik, seperti terlihat dalam komentar-komentar-Nya:
“Saya yakin bahwa gerakan ini adalah tanda dari karya-Nya [karya Roh Kudus]. Dunia sangat membutuhkan karya Roh Kudus ini, dan membutuhkan banyak alat untuk karya ini… Melalui karya ini, Roh Kudus datang kepada roh manusia dan dari saat ini, kita mulai hidup lagi untuk menemukan jati diri kita, identitas kita dan kemanusiaan kita secara total. Karena itu saya yakin bahwa gerakan ini merupakan komponen yang sangat penting dalam pembaruan Gereja secara keseluruhan, dalam pembaruan rohani Gereja.” (dalam Audiensi dengan Kardinal Suenens, anggota Dewan Pembaruan Karismatik Internasional, 11 Desember 1979).
“Timbulnya Pembaharuan mengikuti Konsili Vatikan II adalah karunia khusus dari Roh Kudus kepada Gereja di zaman kita.” (Audiensi dengan Dewan Pembaruan Karismatik Katolik Internasional, Italia, 14 Mar 1992)
“Gerakan Karismatik Katolik adalah salah satu dari banyak buah dari Konsili Vatikan II, yang, seperti Pentakosta yang baru, memimpin kepada berkembangnya secara luar biasa di dalam kehidupan Gereja, kelompok-kelompok dan gerakan-gerakan yang secara khusus peka terhadap gerakan Roh Kudus. Bagaimana kita tidak berterimakasih kepada buah-buah rohani yang berharga bahwa Pembaruan itu telah menghasilkan di dalam kehidupan Gereja dan di dalam kehidupan begitu banyak orang? Betapa banyak umat awam- laki-laki dan perempuan, orang-orang muda, dewasa dan tua, telah dapat mengalami dalam hidup mereka, kuasa Roh Kudus yang mengagumkan dan karunia-karunia-Nya! Betapa banyak orang telah menemukan kembali iman, sukacita dalam doa, kuasa dan keindahan Sabda Tuhan, menerjemahkan semua ini dalam pelayanan yang murah hati dalam misi Gereja! Betapa banyak hidup telah diubah secara mendalam! Untuk semua ini, hari ini, bersama dengan kamu, saya memuji dan berterima kasih kepada Roh Kudus.
Kamu adalah gerakan gerejawi. Karena itu semua kriteria gerejawi yang saya tuliskan dalam Christifideles Laici (lih. n. 30) harus diwujudkan di dalam kehidupanmu, terutama, kesetiaan kepada Magisterium Gereja, ketaatan sebagai seorang anak kepada para Uskup, dan jiwa melayani terhadap Gereja-gereja lokal dan paroki-paroki….” (Paus Yohanes Paulus II dalam Konferensi Gerakan Karismatik, 4 April 1998, 1-2)
Paus Benediktus XVI kembali mengulangi pengakuan dari Paus pendahulunya dengan mengatakan:
“Seperti yang telah saya tegaskan di banyak kesempatan lainnya, gerakan-gerakan gerejawi dan komunitas-komunitas baru yang berkembang setelah Konsili Vatikan II, merupakan karunia yang unik dari Tuhan dan sumber hidup yang berharga bagi Gereja. Mereka harus diterima dengan kepercayaan dan dihargai karena sumbangan-sumbangan yang be-ragam yang mereka berikan untuk melayani kepentingan bersama dengan cara yang teratur dan berbuah ….” (Paus Benediktus XVI dalam pernyataan kepada the Catholic Fraternity of Charismatic Covenant Communities, 31 Oktober, 2008)
Dalam tradisi Gereja Katolik
Menarik disimak di sini adalah perkembangan yang terjadi setelah jaman para rasul. Montanus (135-177), adalah seorang yang dikenal sebagai pelopor gerakan karismatik pertama di abad kedua, dengan menekankan adanya karunia nubuat. Ia menekankan bahasa roh dan kehidupan asketisme (mati raga) yang ketat; dan ia mengklaim sebagai penerima wahyu Tuhan secara langsung, sehingga membahasakan diri sebagai orang pertama dalam nubuat-nubuatnya, seolah- olah ia sendiri adalah Tuhan. Gerakan Montanism ini akhirnya memecah Gereja di Ancyra menjadi dua; dan karena itu Uskup Apollinarius menyatakan bahwa nubuat Montanus adalah palsu (Eusebius 5.16.4)  Gerakan Montanus akhirnya ditolak oleh para pemimpin Gereja.
Montanus dan para pengikutnya lalu memisahkan diri dari kesatuan dengan Gereja yang ada pada saat itu. Oleh karena itu, tak mengherankan bahwa para Bapa Gereja pada abad- abad awal menekankan agar jemaat tunduk pada pengajaran para uskup yang adalah para penerus rasul; dan mereka relatif tidak terlalu menekankan karunia bahasa roh [kemungkinan mengingat bahwa hal itu faktanya dapat menimbulkan perpecahan]. St. Policarpus (69-159) yang hidup di jaman Rasul Yohanes, tidak menyebutkan tentang bahasa roh, demikian pula St. Yustinus Martir (110-165). St. Irenaeus (120-202) hanya menyebutkan secara sekilas dalam tulisannya Against Heresies. Selanjutnya karunia bahasa roh ini disebutkan dalam tulisan-tulisan St. Hilarius dari Poitiers (300-367) danSt. Ambrosius (340-397), walaupun tidak dikatakan secara eksplisit bahwa mereka mengalaminya. Juga pada masa itu, seorang pertapa Mesir, Pochomius (292-348) dilaporkan memperoleh karunia bahasa roh, yang disebut sebagai “bahasa malaikat”, dan di suatu kesempatan dapat menguasai bahasa Yunani dan Latin yang tidak dipelajarinya terlebih dahulu.
Namun sejak abad ke-3, dengan matinya sekte Montanus dan relatif urungnya para Bapa Gereja untuk mengekspos tentang bahasa roh, maka bahasa roh tidak lagi menjadi praktek yang umum di dalam Gereja. Beberapa Bapa Gereja yang tergolong skeptis tentang bahasa roh di antaranya adalah Eusebius (260 – 340) dan Origen (185 – 254). St. Krisostomus (344-407), uskup Konstantinopel dalam homilinya kepada jemaat di Korintus (lih. Homilies on First Corinthians, xxix, 1, NPNF2, v. 12, p. 168), mempertanyakannya, mengapa karunia bahasa roh tidak lagi terjadi di dalam Gereja; dan selanjutnya mengatakan bahwa di antara karunia- karunia Roh Kudus yang disebutkan di 1Kor 12:18, karunia bahasa roh menempati tingkatan yang ter-rendah (Homily xxxii, NPNF2, v. 12, p. 187).
Selanjutnya, St. Agustinus (354-430) memberikan pengajaran demikian tentang bahasa roh, dan prinsip inilah yang kemudian dipegang oleh Gereja untuk tujuh ratus tahun berikutnya:
“Pada awal mula, Roh Kudus turun atas mereka yang percaya: dan mereka berkata-kata dalam bahasa lidah (bahasa roh) yang tidak mereka pelajari, yang diberikan oleh Roh Kudus untuk mereka ucapkan. Ini adalah tanda- tanda yang diberikan pada saat di mana diperlukan bahasa roh untuk membuktikan adanya Roh Kudus di dalam semua bahasa bangsa-bangsa di seluruh dunia. Hal itu dilakukan sebagai sebuah bukti dan [kini] telah berlalu…. Sebab siapa yang di masa sekarang ini yang menerima penumpangan tangan berharap bahwa saat mereka menerima Roh Kudus juga akan dapat berkata- kata dalam bahasa roh?” (Homilies on 1 John VI 10; NPNF2, v. 7, pp. 497-498).
“… Bahkan sekarang Roh Kudus diterima, namun tak seorangpun berkata- kata dalam bahasa semua bangsa, sebab Gereja sendiri telah berbicara dalam bahasa semua bangsa: sebab barangsiapa tidak di dalam Gereja tidak menerima Roh Kudus.” (The Gospel of John, Tractate 32).
Maka menurut St. Agustinus, bahasa roh adalah kemurahan khusus di jaman apostolik demi kepentingan evangelisasi, yang tidak lagi terjadi di saat itu.
Paus Leo I Agung (440-461) mendukung pandangan St. Agustinus. Maka setelah kepemimpinannya sampai abad ke- 12, tidak ada literatur yang menyebutkan tentang bahasa roh.
Namun demikian, walaupun tidak umum, beberapa kejadian sehubungan dengan bahasa roh terjadi di dalam kehidupan beberapa orang kudus. Seorang biarawati Benediktin St. Hildegard dari Bingen (1098 – 1179) dilaporkan menyanyikan kidung dengan bahasa yang tidak diketahui yang disebutnya sebagai “konser Roh”. Sekitar seratus tahun kemudian St. Dominic (1221) kelahiran Spanyol dilaporkan dapat berbicara dalam bahasa Jerman setelah berdoa dengan khusuk. St. Antonius dari Padua (wafat 1231) menuliskan tentang pengalaman rohaninya bahwa lidahnya menjadi pena Roh Kudus. Demikian pula St. Joachim dari Fiore (1132-1202) yang memulai kebangunan rohani yang mempengaruhi masa akhir Abad Pertengahan.
St. Thomas Aquinas (1247) menyinggung tentang bahasa roh dalam bukunya Summa Theology (ST II-II, q.176, a.1&2), dan mengutip kembali pengajaran St. Agustinus. St. Thomas mengatakan bahwa pada awalnya memang diberikan karunia bahasa roh kepada para rasul, agar mereka dapat menjalankan tugas mereka untuk mewartakan Kabar Gembira kepada segala bangsa. Sebab tidaklah layak bagi mereka yang diutus untuk mengajar orang lain harus diajar terlebih dahulu oleh orang lain. Selanjutnya ia mengatakan bahwa karunia bernubuat adalah lebih tinggi daripada karunia bahasa roh (lih. 1Kor 14:5).
Setelah sekitar seabad berlalu, St. Vincentius Ferrer (1350) dicatat telah berbicara dalam bahasa roh. Di Genoa, para pendengarnya yang terdiri dari bangsa yang berbeda- beda, dapat mendengarnya bicara dalam bahasa mereka. Setelah ditanyakan tentang hal ini, St. Vincent menjawab, “Kamu semua salah, dan [sekaligus] benar, sahabat- sahabatku,” katanya dengan senyum, “Saya berbicara dalam bahasa Valencian, bahasa ibu saya, sebab selain Latin dan sedikit bahasa Ibrani, saya tidak mengenal bahasa Spanyol. Adalah Tuhan yang baik, yang membuat perkataan saya dapat kamu mengerti.” Hal ini adalah salah satu yang diuji dalam proses kanonisasi St. Vincentius, dan dinyatakan benar oleh lebih dari 100 orang saksi …. (Angel of the Judgment: A Life of St. Vincent Ferrer, 1953, p. 137-138). Selain dari bahasa roh, St. Vincent dapat (tentu hanya karena rahmat Tuhan) menyembuhkan orang buta, tuli, lumpuh dan mengusir setan pada orang- orang yang kerasukan; dan juga membangkitkan beberapa orang dari kematian. Mukjizat-mukjizat publiknya ini mencapai ribuan.
Di abad ke-16 kejadian-kejadian serupa termasuk berkata- kata dalam bahasa roh dicatat dalam kehidupan dua orang Santo, yaitu St. Fransiskus Xavier dan St. Louis Bertrand(Kelsey, p. 50). Selanjutnya, beberapa orang mistik seperti St. Yohanes dari Avila (1500 – 1569), St. Teresa dari Avila (1515 – 1582), St. Yohanes Salib (1542 – 1591) dan St. Ignatius Loyola (1491-1556), menulis tentang banyaknya pengalaman rohani yang mereka alami, termasuk bahasa roh. (Laurentin. pp 138-142).
Selanjutnya, di abad 19-20, kita mengetahui bahwa St. Padre Pio (1887-1968) juga mempunyai berbagai karunia Roh Kudus dan juga karunia khusus lainnya seperti karunia nubuat, mukjizat, menyembuhkan, membeda- bedakan roh, membaca pikiran/ hati orang lain, karunia dapat mempertobatkan orang, karunia bilocation, dan termasuk juga karunia bahasa roh.
Di gereja- gereja non Katolik
Demikian pula di luar Gereja Katolik, karunia bahasa roh juga dicatat, seperti terjadi pada denominasi Quaker (abad ke-17), Shakers (abad ke-18), gerakan misionaris Moravian dan gereja Methodis (abad ke-18) oleh John Wesley. Gerakan Pentakostal yang terjadi di awal abad 20 merupakan pecahan dari gereja Methodis ini.
Maka walaupun banyak orang menyangka bahwa bahasa roh itu berasal dari gerakan Pentakostal di awal abad ke-20, namun sebenarnya karunia bahasa roh ini sudah lama ada, bahkan sejak awal mula sejak jaman para rasul, dan juga merupakan bagian dari tradisi Gereja Katolik. Memang, kemudian pertanyaannya adalah, mengapa bahasa roh juga diberikan kepada orang- orang di luar kesatuan penuh dengan Gereja Katolik? Nampaknya ini merupakan tanda bahwa Allah bebas melakukan pekerjaaan-Nya seturut kebijaksanaan-Nya. Kita tidak dapat memahami sepenuhnya rencana Allah, namun yang jelas bahasa roh tersebut bukan karunia yang asing bagi Gereja Katolik. Karunia bahasa roh itu sudah lama menjadi milik Gereja Katolik, hanya saja mungkin tidak terlalu ditonjolkan, apalagi dipandang lebih penting daripada ketujuh karunia Roh Kudus yang disebutkan dalam Yes 11.
Dengan demikian, tidak benar bahwa karunia bahasa roh itu berasal dari gereja Protestan, dan karenanya sesat. Bahwa ada aliran- aliran tertentu di luar Gereja Katolik yang juga mengajarkan tentang bahasa roh, tidak menjadikan bahwa bahasa roh ini sesat. Sebab Gereja Katolik, berdasarkan Konsili Vatikan II mengajarkan demikian:
Gereja tahu, bahwa karena banyak alasan ia berhubungan dengan mereka yang karena dibaptis mengemban nama kristen, tetapi tidak mengakui ajaran iman seutuhnya atau tidak memelihara kesatuan persekutuan dibawah Pengganti Petrus…. Selain itu ada persekutuan doa-doa dan kurnia-kurnia rohani lainnya; bahkan ada suatu hubungan sejati dalam Roh Kudus, yang memang dengan daya pengudusan-Nya juga berkarya di antara mereka dengan melimpahkan anugerah-anugerah serta rahmat-rahmat-Nya, dan menguatkan beberapa di kalangan mereka hingga menumpahkan darahnya. Demikianlah Roh membangkitkan pada semua murid Kristus keinginan dan kegiatan, supaya semua saja dengan cara yang ditetapkan oleh Kristus secara damai dipersatukan dalam satu kawanan dibawah satu Gembala. Untuk mencapai tujuan itu Bunda Gereja tiada hentinya berdoa, berharap dan berusaha, serta mendorong para puteranya untuk memurnikan dan membaharui diri, supaya tanda Kristus dengan lebih cemerlang bersinar pada wajah Gereja.” (Lumen Gentium, 15)
Dari sini kita melihat bahwa Gereja Katolik mengakui adanya karunia- karunia rohani yang diberikan kepada persekutuan- persekutuan doa di luar Gereja Katolik. Selanjutnya, hal yang juga penting diketahui adalah Gereja Katolik tidak menganggap bahwa gereja- gereja Kristen non- Katolik yang ada sekarang adalah bidaah/ heretikal. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Yang lebih ditekankan dalam Gereja Katolik
Maka, meskipun Gereja Katolik juga mengakui adanya karunia bahasa roh, Gereja Katolik lebih menekankan kepada sapta karunia Roh Kudus (lih. Yes 11) yaitu takut akan Tuhan, keperkasaan, kesalehan, nasihat, pengenalan, pengertian, kebijaksanaan. Mengapa? Karena ketujuh karunia tersebut lebih tinggi tingkatannya daripada karunia- karunia karismatik (seperti karunia bahasa roh, nubuat, menyembuhkan, mukjizat, dll), sebab sapta karunia Roh Kudus adalah karunia yang menguduskan seseorang, sedangkan karunia- karunia karismatik tidak otomatis menguduskan seseorang, namun lebih bertujuan untuk membangun jemaat. Oleh karena itu, dapat terjadi misalnya, mereka yang dapat menyembuhkan tersebut tidak kudus hidupnya, dan jika ini yang terjadi, orang itu juga akhirnya tidak berkenan di hadapan Allah, seperti yang dikatakan oleh Yesus sendiri dalam Mat 7:21-23. Maka tantangannya bagi orang yang memperoleh karunia karismatik Roh Kudus adalah juga berjuang untuk hidup kudus dan bertumbuh di dalam ketujuh karunia Roh Kudus tersebut.
Kesimpulan
Karena bahasa roh dan karunia- karunia karismatik Roh Kudus itu sudah ada sejak jaman Gereja awal dan seterusnya dalam sejarah Gereja Katolik, maka tidak dapat dikatakan bahwa bahasa roh dan karunia- karunia lainnya, ataupun gerakan karismatik yang mempraktekkan karunia- karunia tersebut adalah sesat. Namun perlu dihindari adanya praktek- praktek yang menyimpang [seperti yang akan dibahas di bawah ini], yang mungkin terjadi, sehingga gerakan ini dapat mendukung dan memperbaharui Gereja Katolik.

2. Gerakan karismatik identik dengan tepuk tangan, musik yang keras dan jingkrak- jingkrak ?

Ini keliru. Jika kita melihat pengalaman orang kudus (Santa/o) yang menerima karunia karismatik Roh Kudus, kita tahu bahwa karunia karismatik tidak identik dengan tepuk tangan dan jingrak- jingrak. Beberapa pelajar Katolik yang pertama memperoleh karunia bahasa roh dalam retret yang diadakan di Duquesne University, Amerika (Februari 1967) menerimanya melalui doa Adorasi di hadapan sakramen Mahakudus. Selanjutnya, saya juga mengenal orang- orang yang mendapatkan karunia bahasa Roh melalui doa AdorasiSakramen Mahakudus, doa rosario, dan doa pribadi. Bahkan pengkhotbah kepausan, Fr. Raniero Cantalamessa, memperoleh karunia bahasa Roh dalam doa pribadinya, sehari setelah ia mengikuti semacam SHDR (jadi tidak di dalam SHDR-nya itu sendiri). Demikian juga Mother Angelica, seorang biarawati Karmelit pendiri EWTN, salah satu stasiun TV Katolik terbesar di Amerika (dan dunia) juga memperoleh karunia berdoa dalam bahasaRoh pada saat mendoakan doa brevier/ ibadah harian, yaitu pada saat ia membaca teks Kitab Suci.
Maka persekutuan doa karismatik yang sungguh Katolik, seharusnya tidak menekankan pujian yang hingar bingar, tanpa keheningan. Tepuk tangan, bahkan bersorak dan menari sebagai cara memuji Tuhan tidak dilarang, sebab hal itu juga dicatat dalam Kitab Mazmur, namun tentu harus dalam batas yang normal yang mencerminkan pengendalian diri (lih. Gal 5:23).

3. Doa Karismatik panjang- panjang dan bertele- tele?

Wah, yang ini nampaknya relatif. Sebab bagi mereka yang mendoakannya mungkin tidak terasa demikian, terutama jika mereka mendoakannya dengan kasih. Doa pengulangan (repetition) tidak dikecam oleh Yesus, yang dikecam oleh-Nya adalah doa pengulangan yang sia- sia (vain repetition- KJV). Maka, tidak ada masalah dengan berdoa menyebut nama Yesus berkali- kali, atau Alleluia, atau Salam Maria, berkali- kali. Asal didasari kasih kepada Tuhan, maka doa itu sungguh indah di hadapan Tuhan, sebagaimana pengulangan frasa dalam Mazmur 136 dan 118. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

4. Kecenderungan anggota karismatik memaksakan pemahaman pribadi terhadap ayat- ayat Injil, dan menganggap yang tidak sepaham dengannya adalah sesat?

Ini yang tidak benar dan harus diluruskan. Sebab bagi umat Katolik, parameternya jelas, yaitu apakah interpretasi tersebut sesuai dengan ajaran Magisterium Gereja. Jika tidak sesuai, maka interpretasi pribadi tersebut yang keliru.

5. Penyimpangan dari ajaran Rasul Paulus tentang penggunaan karunia Roh Kudus, khususnya mengenai bahasa roh, pada gerakan karismatik?

Ini nampaknya perlu diperjelas: apakah penyimpangannya/ dalam hal apa. Sebab harus diakui, adanya hal positif dalam gerakan karismatik, walaupun sayangnya ada pula yang negatif. Namun sejauh gerakan karismatik ini sejalan dalam derap langkah paroki, maka mereka tidak menyimpang.
Sejauh pengamatan saya, yang disebut ‘penyimpangan’ itu adalah jika:
- menganggap bahwa karunia bahasa roh adalah segala- galanya; sehingga timbul sikap seolah mengatakan bahwa orang yang menerima karunia bahasa roh itu lebih baik/ kudus daripada orang yang tidak menerimanya. Ini keliru.
- karena penekanan kepada bahasa roh, maka seolah- olah tolok ukur kesuksesan SHDR adalah seberapa banyak orang yang memperoleh karunia tersebut atau setidaknya yang ‘resting in the spirit‘; dan bukan kepada pertobatan sejati. Lebih parahnya, jika diajarkan bahwa seolah- olah bahasa roh dapat dipelajari/ dibuat- buat sendiri, sehingga menjadi tidak otentik dari Roh Kudus.
- terlalu banyak penekanan terhadap karunia- karunia karismatik Roh Kudus (yang kelihatan manifestasinya) sehingga menomorduakan sapta karunia Roh Kudus (yang tidak kelihatan, namun yang membantu orang bertumbuh dalam kekudusan).
- merasa sudah ‘langsung’ berhubungan dengan Roh Kudus, sehingga tidak lagi mau taat kepada pimpinan Gereja (para imam, uskup, dan Paus), karena menganggap bahwa mereka kurang dipenuhi Roh Kudus. Sikap semacam ini jika berlarut- larut dapat menjurus kepada perpecahan/ pemisahan diri dari kesatuan Gereja, dan tentu sikap sedemikian ini keliru.
- merasa sudah benar/ paling benar dalam menginterpretasikan Kitab Suci, sehingga sudah tidak perlu lagi mendengarkan pengajaran Magisterium.
- pandangan yang menganggap ibadah karismatik paling baik, bahkan lebih ‘tinggi’ dari Misa Kudus. Ini keliru sekali, demikian juga jika seorang merasa sudah dipenuhi Roh Kudus, sehingga tidak lagi mengindahkan sakramen- sakramen.
- pandangan yang mengatakan kalau sudah karismatik maka tak perlu lagi berdoa rosario dan berdevosi kepada Bunda Maria.
- hilangnya/ kurangnya ciri khas Katolik dalam ibadah persekutuan doa karismatik, terlaluhingar bingar.
- kelompok tersebut menjadi eksklusif, tidak/ kurang membaur dengan kegiatan paroki.

6. Yang paling parah: penumpangan tangan oleh awam untuk mendapatkan karunia Roh Kudus, praktek eksorsisme oleh awam dan istilah ‘baptisan Roh Kudus’?

Nampaknya harus dibedakan makna penumpangan tangan oleh para klerus/ terbaptis dan para awam. Rm. Boli SVD, pakar Liturgi di situs ini pernah menjelaskan bahwa penumpangan tangan dalam semua perayaan liturgi memang hanya boleh dilakukan oleh para tertahbis, seperti dalam sakramen- sakramen, seperti Ekaristi, Krisma, Pengakuan dosa, Tahbisan dan Pengurapan Orang Sakit. Namun di luar liturgi, belum ada larangan resmi/ tertulis yang menyatakan bahwa orang awam dilarang menumpangkan tangan atas orang yang didoakan.
Lalu juga, harus dibedakan di sini, tentang praktek eksorsisme dan pelepasan. Yang umumnya dilakukan oleh awam adalah pelepasan, namun eksorsisme yang resmi adalah dari Uskup atau imam yang diberi kuasa oleh Uskup. Hal ini pernah dijelaskan Rm. Santo Pr., di sini, silakan klik.
Sekarang tentang istilah ‘baptisan Roh Kudus’. Agaknya penggunaan istilah ini memang tidak tepat. Anda benar, bahwa Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci hanya mengakui satu baptisan (Ef 4:5) dan karena itu istilah yang lebih tepat adalah “pencurahan Roh Kudus/ outpouring of the Holy Spirit” dan bukan “baptisan Roh Kudus/ baptism of the Holy Spirit.” Sebab baptisan memang hanya dapat diterima satu kali, namun rahmat Roh Kudus dapat terus ditambahkan/ dicurahkan berkali- kali sepanjang hidup kita.

7. Apakah benar gerakan Karismatik menghasilkan buah- buah yang sejati? Apa bedanya dengan buah- buah yang baik yang dihasilkan dari agama- agama non- Katolik?

Jika gerakan Karismatik ini dilakukan di dalam koridor Gereja Katolik, seperti yang terjadi pada kehidupan para orang kudus, maka tentu saja dapat menghasilkan buah- buah Roh Kudus yang sejati yang dapat membangun Gereja. Stef dan saya harus jujur mengakui hal ini, sebab kami ‘berhutang’ kepada gerakan karismatik Katolik. Jika bukan karena belas kasih Allah dan rahmat-Nya yang kami terima melalui LISS (SHDR) -yang diadakan oleh gerakan karismatik Katolik- di Filipina tahun 2000 yang lalu, mungkin kami berdua tidak tergerak untuk mendalami iman Katolik, dan tidak terbersit keinginan di hati untuk lebih bersungguh- sungguh ikut membangun Gereja dari dalam.
Selanjutnya, tentang hal- hal yang baik yang ada juga di agama- agama lain, Gereja Katolik mengakuinya, namun pada saat yang bersamaan mengajarkan juga bahwa kepenuhan hidup dan kebenaran ada di dalam Kristus dan Gereja-Nya.  Konsili Vatikan II mengajarkan:
Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di dalam agama-agama ini[agama- agama non Kristiani]. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya.” (Nostra Aetate 2)
Dan tentang karunia- karunia Roh Kudus yang ditemukan di gereja- gereja non- Katolik, Konsili Vatikan II mengajarkan:
“Kecuali itu, dari unsur-unsur atau nilai-nilai, yang keseluruhannya ikut berperanan dalam pembangunan serta kehidupan Gereja sendiri, beberapa bahkan banyak sekali yang sangat berharga, yang dapat ditemukan diluar kawasan Gereja Katolik yang kelihatan: Sabda Allah dalam Kitab suci, kehidupan rahmat, iman, harapan dan cinta kasih, begitu pula kurnia-kurnia Roh kudus lainnya yang bersifat batiniah dan unsur-unsur lahiriah. Itu semua bersumber pada Kristus dan mengantar kepada-Nya, dan memang selayaknya termasuk gereja Kristus yang tunggal…..
Oleh karena itu gereja-gereja dan jemaat-jemaat yang terpisah, walaupun menurut pandangan kita diwarnai oleh kekurangan-kekurangan, sama sekali bukannya tidak berarti atau bernilai dalam misteri keselamatan. Sebab Roh Kristus tidak menolak untuk menggunakan mereka sebagai upaya-upaya keselamatan, yang kekuatannya bersumber pada kepenuhan rahmat serta kebenaran sendiri, yang dipercayakan kepada Gereja Katolik.
Akan tetapi saudara-saudari yang tercerai dari kita, baik secara perorangan maupun sebagai Jemaat dan Gereja, tidak menikmati kesatuan, yang oleh Yesus Kristus hendak dikurniakan kepada mereka semua, yang telah dilahirkan-Nya kembali dan dihidupkan-Nya untuk menjadi satu tubuh, bagi kehidupan yang serba baru, menurut kesaksian Kitab suci dan tradisi Gereja yang terhormat. Sebab hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petruslah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh kristus di dunia. Dalam tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk umat Allah. Selama berziarah di dunia, umat itu, meskipun dalam para anggotanya tetap tidak terluputkan dari dosa, berkembang dalam Kristus, dan secara halus dibimbing oleh Allah, menurut rencana-Nya yang penuh rahasia, sampai akhirnya penuh kegembiraan meraih seluruh kepenuhan kemuliaan kekal di kota Yerusalem sorgawi.” (Unitatis Redintegratio 3)

8. Dalam gerakan Karismatik terjadi sinkretisme antara ajaran Katolik yang benar dan Protestan yang sesat?

Ini keliru. Seseorang tidak akan mengatakan demikian, jika ia telah memahami apa yang diajarkan oleh Konsili Vatikan II.

9. Apakah spiritualitas Gereja Katolik kurang lengkap sehingga perlu gerakan Karismatik?

Nampaknya pandangan ini juga tidak tepat. Sebab kita ketahui bahwa sesungguhnya spiritualitas Gereja Katolik sudah cukup lengkap: terdapat banyak cara berdoa dan spiritualitas yang diajarkan oleh para kudus sepanjang sejarah Gereja Katolik. Namun mungkin yang kurang adalah, kekayaan spiritualitas Katolik itu kurang diketahui oleh  umat secara umum, sehingga tidak dijadikan sebagai gaya hidup.
Di salah satu Talk tentang Roh Kudus, Scott Hahn (seorang evangelist Protestan yang menjadi Katolik) pernah mengatakan bahwa kemungkinan di jaman akhir ini, Allah melihat bahwa diperlukan manifestasi Roh Kudus yang lebih jelas terlihat untuk meyakinkan manusia akan kehadiran-Nya di tengah umat-Nya. Maka karunia- karunia karismatik Roh Kudus dicurahkan kepada banyak orang percaya termasuk mereka yang tidak berada dalam kesatuan penuh dengan Gereja Katolik, dengan maksud untuk mempersatukan jemaat menjadi satu kawanan. Maka, bahasa roh dan karunia karismatik lainnya, yang pada awal mula diberikan kepada jemaat dengan maksud evangelisasi ke seluruh dunia, kini kembali dicurahkan, untuk membalikkan hati banyak orang kepada Tuhan dan Gereja-Nya, dan kembali meng- evangelisasi dunia yang dewasa ini sudah semakin jauh dari Tuhan. Nampaknya ini nyata dalam kesaksian hidup Scott Hahn sendiri. Atas pimpinan Roh Kudus, ia bersama dengan istrinya, Kimberly Hahn, yang keduanya adalah mantan lulusan sekolah pendeta, dapat mengenali bahwa kepenuhan kebenaran ada di Gereja Katolik. Mereka lalu bergabung dalam kesatuan dengan Gereja Katolik, seperti tertulis dalam buku mereka yang terkenal, Rome Sweet Home.

10. Gerakan Karismatik mengatakan bahwa gerakan ini perlu untuk memperoleh karunia- karunia Roh Kudus, sehingga jelas merendahkan Roh Kudus dan sakramen- sakramen Gereja Katolik?

Maka, silakan kita menilai dengan obyektif, soal hal perlu atau tidak perlu tentang gerakan Karismatik ini. Sebab jika seseorang sudah dapat menghayati iman Katoliknya dengan baik dan benar, maka mungkin saja gerakan ini tidak diperlukan olehnya. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa ada banyak orang yang dapat ‘terbantu’ melalui gerakan ini untuk semakin menghayati misteri iman yang diajarkan oleh Gereja Katolik.
Ada banyak kesaksian orang Katolik yang mengalami pertobatan sejati setelah mengikuti gerakan Karismatik, dan semakin dapat menghayati makna Ekaristi dan sakramen- sakramen Gereja lainnya. Maka walaupun ada efek-efek negatif yang ditunjukkan oleh sekelompok orang yang menjadi ekstrim [dan ini tentu perlu dihindari], tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa ada buah- buah yang baik yang dihasilkan melalui gerakan karismatik di dalam Gereja Katolik. Yang terpenting sekarang adalah, pihak hirarki/ otoritas Gereja perlu membimbing gerakan ini, agar tidak keluar dari ajaran iman Katolik, atau semakin memancarkan ciri ke katolikannya, seperti yang disarankan oleh Paus Paulus VI di tahun 1973 dalam mencirikan pembaharuan karismatik, “… pengalaman doa yang mendalam, personal, dan di dalam kelompok, kembali ke doa kontemplasi … kesiapsiagaan bagi panggilan Roh Kudus…”

11. Tentang kesimpulan anda: Gerakan Karismatik berbahaya karena mengandung penyesatan dan penyimpangan iman dan ajaran Gereja Katolik?

Mohon maaf, kami di Katolisitas tidak setuju dengan pandangan ini. Karena pandangan ini tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI.
Dalam Audiensi dengan Kadinal Suenens dan the Council Members of the International Charismatic Renewal Office, 11 Desember 1979, Paus Yohanes Paulus II berkata demikian:
…This is my first meeting with you, Catholic charismatics . . . I have always belonged to this renewal in the Holy Spirit. . . . I am convinced that this movement is a sign of His action. The world is much in need of this action of the Holy Spirit, and it needs many instruments for this action. . . . Through this action, the Holy Spirit comes to the human spirit, and from this moment we begin to live again, to find our very selves, to find our identity, our total humanity. Consequently,I am convinced that this movement is a very important component in the total renewal of the Church, in this spiritual renewal of the Church.
Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 4 April 1998, dalam konferensi gerakan karismatik Katolik juga mengatakan: (selengkapnya silakan klikklik ini juga)
You are an ecclesial movement. Therefore, all those criteria of ecclesiality of which I wrote in Christifideles laici (cf. n. 30) must be expressed in your lives, especiallyfaithful adherence to the Church’s Magisteriumfilial obedience to the Bishopsand a spirit of service towards local Churches and parishes.
Paus Benediktus XVI juga mengakui gerakan karismatik sebagai gerakan gerejawi/ eccesial movement, dan dalam pernyataannya kepada the Catholic Fraternity of Charismatic Covenant Communities, 31 Oktober, 2008, ia mengatakan:
As I have been able to affirm in other circumstances, the Ecclesial Movementsand New Comunities which blossomed after the Second Vatican Council, constitute a unique gift of the Lord and a precious resource for the life of the ChurchThey should be accepted with trust and valued for the various contributions they place at the service of the common benefit in a an ordered and fruitful way… “
Dengan demikian, jika kita sungguh mengakui kepemimpinan para Paus ini sebagai penerus Rasul Petrus, dan demi kasih kita kepada Kristus yang telah memilih mereka sebagai pemimpin Gereja-Nya, maka sudah seharusnya kitapun menerima pengajaran mereka, dengan menerima gerakan karismatik Katolik sebagai salah satu gerakan gerejawi. Kita selayaknya juga dapat melihat hal- hal positif yang dihasilkan oleh gerakan ini, dan bersama- sama dengan pihak otoritas Gereja berusaha menghilangkan efek- efek negatif dari gerakan ini, yang diakibatkan karena kurangnya pemahaman akan ajaran iman Katolik. Sebagai umat Katolik, kita memang tidak diharuskan menjadi anggota gerakan Karismatik, tetapi kita juga tidak boleh menolak mereka dengan mengatakan bahwa mereka itu sesat. Dengan mengatakan demikian, seseorang menempatkan dirinya di atas Paus, dan jika demikian, silakan diperiksa, apakah sikap seperti ini membuktikan bahwa ia sendiri dipenuhi atau dibimbing oleh Roh Kudus.
Akhirnya, perlu diketahui untuk Gereja Katolik di Indonesia sudah ada Badan Pelayanan Nasional Pembaharuan Karismatik Katolik Indonesia (BPNPKKI) dapat menjadi sarana untuk membimbing gerakan ini di tanah air agar mempunyai arah yang benar dan turut serta dalam membangun Gereja Katolik dari dalam, sesuai dengan visi dan misinya (silakan klik), di mana di point ke-5 dikatakan, “Untuk memupuk pertumbuhan yang terus menerus dalam kesucian melalui integrasi yang tepat antara penekanan segi karismatik ini dengan kehidupan yang utuh dari Gereja. Hal ini terlaksana melalui partisipasi dalam suatu kehidupan sakramental dan liturgis yang kaya, penghargaan terhadap tradisi doa-doa dan spiritualitas katolik dan pembinaan terus menerus dalam ajaran-ajaran Katolik dibawah bimbingan Magisterium Gereja dan peran serta dalam rencana pastoral Gereja.” Dengan demikian sudah ada langkah- langkah dari pihak otoritas Gereja Katolik di Indonesia untuk mengkoordinasikan gerakan karismatik ini agar sesuai dengan kehidupan Gereja secara keseluruhan.
Selanjutnya, mari bersama dalam kesatuan dengan seluruh Gereja, kita memohon pimpinan Roh Kudus, namun pertama- tama mari memohon kerendahan hati untuk dapat dipimpin oleh Roh Kudus.
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengakui bahwa di hampir semua keuskupan di Indonesia telah ada Pembaruan Karismatik Katolik (PKK). Maka sudah menjadi tugas para Uskup untuk membimbing dan mengarahkan PKK demi kesatuan, persaudaraan dan kesepahaman seluruh umat. Hal inilah yang melatarbelakangi dikeluarkannya dokumen KWI tentang PKK, sebagaimana yang akan kami bahas di sini, yaitu: 1) Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993; 2) Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995. Beberapa butir arahan dari KWI yang dapat kami sarikan, adalah agar PKK:

1. Bertumbuh dalam kesatuan dengan seluruh Gereja Katolik

Penekanan tentang kesatuan jelas sekali disampaikan oleh kedua dokumen yang dikeluarkan KWI tersebut tentang PKK. Dasarnya tentu adalah ajaran iman kita, bahwa Roh Kudus adalah Roh pemersatu yang telah dan senantiasa menyertai Gereja Katolik sepanjang sejarah. Adanya kebhinekaan harus dijadikan kesempatan untuk saling menghargai dan saling memahami sebagai saudara-saudara dalam satu keluarga besar, yang mempunyai satu Bapa, satu Tuhan, satu Roh[1].

a. PKK ada dalam kesatuan dengan sejarah pembaruan dalam Gereja Katolik

Perlu untuk disadari bahwa pembaruan di dalam Gereja bukan hanya baru pernah terjadi di zaman sekarang ini oleh gerakan Karismatik. Sejak zaman para Rasul, kita melihat bagaimana Gereja tidak membeku dalam kebiasaan lama (lih. Kis 15) atas gerakan Roh Kudus yang melaksanakan pembaruan oleh kasih karunia Allah.[2] Pembaruan juga terjadi di abad ke-3 oleh St. Antonius dari Mesir yang kemudian dianggap sebagai Bapa pelindung kehidupan monastik/ biarawan; dan di abad ke-5/6 oleh St. Benediktus yang mendirikan banyak biara yang membangun peradaban di Eropa, yang dengan demikian membawa pengaruh memajukan Gereja dan dunia. Semangat Benediktin ini dilanjutkan oleh St. Bernardus di abad ke-11/12 sehingga ajaran iman Kristiani semakin tertanam di dalam kehidupan masyarakat pada masa itu. Di Abad Pertengahan kita mengenal banyak tokoh orang kudus yang membangun Gereja dengan pembaruan yang mereka ajarkan, seperti St. Dominikus, St. Fransiskus dan St. Klara dari Asisi, dan St. Thomas Aquinas. Demikian pula, setelah Martin Luther memisahkan diri dari Gereja Katolik di abad ke-16, Gereja Katolik mengenal beberapa orang kudus yang justru membangun jemaat dari dalam, seperti St. Ignatius dari Loyola, St. Theresia dari Avila, St. Yohanes dari Salib, yang diikuti oleh para pendiri tarekat di abad ke 19.  Semua ini menunjukkan karya Roh Kudus yang selalu memperbarui Gereja. Di abad ke-20 ini pembaruan banyak melibatkan kaum awam yang melakukan gerakan untuk membangun spiritualitas awam, untuk pembaruan iman. PKK yang lahir dan tumbuh dalam arus pembaruan ini, tak terlepas dari pembaruan yang terus terjadi di dalam sejarah Gereja. Pembaruan ini bertujuan untuk menjadikan iman sebagai sesuatu yang relevan dalam hidup, dan bahwa iman itu dapat menyentuh lubuk hati manusia.

b. PKK adalah salah satu gerakan gerejawi dalam Gereja Katolik

Sejalan dengan pengakuan dari Tahta Suci akan keberadaan gerakan Karismatik Katolik, maka para Uskup di Indonesia juga mengakui bahwa PKK adalah “salah satu dari sekian banyak upaya dan bentuk dalam Gereja”[3] yang mewujudkan tersentuhnya hati manusia oleh kekuatan Roh Kudus. Sebagaimana gerakan lainnya dalam Gereja, PKK juga menerima tuntutan untuk memadukan diri dalam kebersamaan seluruh Umat Allah.[4] Sebab karunia Roh Kudus sifatnya mempersatukan dan bukan malah memisahkan PKK dengan Gereja, ataupun menjadikannya sebagai kelompok yang tertutup bagi kalangannya sendiri.
Dengan demikian, diperlukan komunikasi dan kerjasama antara PKK dengan badan-badan pembaruan yang lain, seperti Kelompok Pembaruan Hidup Kristiani, Legio Mariae, Marriage Encounter, Couples for Christ, dsb.[5] Kerjasama ini dapat dipakai sebagai kesempatan untuk saling belajar, dan saling memperkaya satu sama lain.

c. PKK perlu untuk terlibat dalam pembangunan jemaat yang lebih luas

KWI mengajak agar para aktivis PKK juga turut terlibat dalam pembangunan jemaat yang lebih luas.[6]. Artinya diperlukan kesediaan anggota PKK ini untuk juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan di lingkungan, wilayah dan paroki. Dengan demikian kelompok PKK tidak hanya menjadi kelompok yang tertutup dan eksklusif, namun kelompok yang berbaur dengan komunitas lainnya di paroki. Maka walaupun ada dari sejumlah persekutuan doa (PDKK) yang mempunyai kelompok basis yaitu terdiri dari kelompok-kelompok kecil anggotanya- namun dihimbau agar jangan sampai hal ini memisahkan mereka dari kegiatan umat basis di paroki, ataupun kelompok gerejawi lainnya.
BPN (Badan Pelayanan Nasional) melalui Badan Pelayanan Regional maupun Keuskupan, “perlu mengarahkan semua persekutuan doa untuk memadukan kegiatan mereka dengan arah Gereja yang lebih luas…. ”[7]. Dengan demikian PKK tidah menjadi gerakan yang berdiri sendiri dalam Gereja Katolik, namun menjadi gerakan yang tumbuh, berkembang, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan Gereja Katolik.

d. Para pemimpin PKK agar memelihara ketaatan kepada Pimpinan Gereja

Selanjutnya, KWI mengingatkaan agar PKK “memelihara persatuan lahir batin dalam kesetiaan dewasa dengan Pimpinan Gereja setempat”[8], yaitu pastor paroki, bapa Uskup dalam kesatuan dengan Bapa Paus. Adalah suatu rahmat Allah yang patut disyukuri bahwa Gereja Katolik mempunyai para pemimpin yang terhubung dengan para Rasul melalui tahbisan suci. Roh Kudus yang sama telah membimbing mereka, bahkan secara terus menerus sampai 2000 tahun. Oleh karena itu, sudah sepantasnya, bahwa pembaruan yang otentik dari PKK juga menjaga kesatuan dengan para pemimpin Gereja yang sama-sama dibimbing oleh Roh Kudus yang satu dan sama itu.
Di saat yang sama, KWI juga mengingatkan para imam untuk memberikan bimbingan pastoral kepada seluruh umat, termasuk PKK, walaupun ia sendiri tidak merasa terpanggil untuk bergabung dengan PKK. KWI mengingatkan imam “agar menjauhi sikap menolak mentah-mentah atau memusuhi PKK.”[9]. Oknum atau kelompok yang ‘sulit’ sekalipun tidak dapat menjadi dalih untuk diabaikan, sebab para imam dipanggil untuk menjadi gembala yang menyelamatkan semua umat.[10]

2. Menghadirkan kasih Allah di dunia

Di tengah dunia kita yang kini makin sekular, konsumtif, materialistik, PKK dalam kesatuan dengan Gereja dipanggil untuk menghadirkan kasih Allah.[11]. Kasih Allah ini perlu diwujud-nyatakan misalnya dengan kepedulian dan perhatian dengan sesama yang sedang berduka, yang sakit, yang kehilangan tempat tinggal, dan dalam mengusahakan kesatuan kasih di antara sesama anggota Kristus. Maka persekutuan doa karismatik selayaknya menjadi keluarga umat beriman yang penuh kasih satu sama lain, saling pengertian dan saling menguatkan. Persekutuan kasih ini hendaknya dibawa juga ke lingkungan paroki, dan bahkan ke masyarakat sekitar, sebagai tanda akan hadirnya Roh Allah yang memperbarui hidup.
Maka pelayanan doa syafaat, memberikan konsultasi, kunjungan kepada yang sakit ataupun bakti sosial dst, semuanya ini menjadi kesatuan yang tak terpisahkan dari pembaruan diri oleh Roh Kudus. Sebab Roh Kudus adalah Roh kasih Allah, sehingga pembaruan oleh Roh Kudus selayaknya menghasilkan kasih yang mempersatukan sebagai buahnya. Oleh karena itu, kesatuan kasih dalam keluarga, antara sesama anggota dalam komunitas, antara sesama komunitas gerejawi dalam paroki, maupun dengan masyarakat yang lebih luas menjadi salah tujuan utama kegiatan PKK.
Selanjutnya KWI memberikan petunjuk untuk memeriksa, sejauh mana kita didorong oleh Roh Kudus yang sejati, yaitu “bagaimana kita bersikap kepada kepentingan umat dan masyarakat yang lebih luas.”[12] Singkatnya, sejauh mana kita sudah berbuat kasih. Atau dengan kata lain, sejauh mana kita telah mencerminkan buah-buah Roh Kudus (Gal 5:22-23) dalam kehidupan keseharian kita.[13]

3. Pembaharuan diri sebagai murid Kristus dalam kerendahan hati

Pengalaman kasih Allah yang telah dialami oleh setiap anggota PKK, merupakan pengalaman yang mengubah dan memperbarui hidup sampai ke inti diri.[14] Pembaruan diri adalah penting, namun perlu disadari bahwa pembaruan ini merupakan suatu proses yang panjang dan karenanya perlu dijalani dengan semangat kerendahan hati. KWI mengingatkan, bahwa “karunia fisik ataupun kejiwaan apapun tidak berarti jika tidak dirangkum dalam kerendahan hati dan kasih Kristus, serta berguna bagi umat.”[15]

a. PKK bukan satu-satunya cara pembaruan Gereja

Kerendahan hati ini ditunjukkan dengan kesediaan untuk menerima bahwa PKK bukan satu-satunya cara pembaruan Gereja,[16] dan dengan demikian menganggap bahwa orang yang belum mengikuti PKK adalah orang yang belum dipenuhi dengan Roh Kudus. Pemahaman ini keliru, sebab setiap orang yang sudah menerima sakramen Baptis, ia telah menerima Roh Kudus[17] dan menerima ketujuh karunia Roh Kudus (lih. Yes 11:2-3). Bahwa oleh pencurahan Roh Kudus dalam PKK maka rahmat Baptisan itu disegarkan kembali, itu benar, tetapi tidak mengubah kenyataan bahwa semua orang yang telah dibaptis telah menerima Roh Kudus. Melalui Baptisan itulah mereka memasuki pintu gerbang kehidupan kekal, karena kehidupan ilahi yang dikaruniakan oleh Roh Kudus yang adalah Roh Allah sendiri.
Secara lebih spesifik, KWI mengingatkan agar jangan PKK berpendapat seakan-akan PKK saja-lah yang terbaik bagi umat Katolik. Atau kemudian menganggap bahwa cara berdoa dalam Roh sebagai cara berdoa yang terbaik. Terhadap kecenderungan ini KWI mengatakan, “Marilah kita setia kepada Roh….. sehingga Roh sajalah satu-satunya yang mutlak, bukannya cara berdoa kita. Janganlah kita berpendapat, seakan-akan cara pembaruan kita sajalah yang menyelamatkan umat. Tidak seyogyanya kita memiliki kesombongan rohani…. seperti umat Korintus yang ditegur Paulus.” (lih. 1 Kor 3:4).[18]

b. PKK agar memiliki kerendahan hati untuk menafsirkan Kitab Suci dalam terang ajaran Gereja Katolik

Salah satu buah dari pencurahan Roh Kudus adalah kerinduan untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci. Maka kecintaan terhadap Sabda Tuhan dalam Kitab Suci memang merupakan salah satu ciri-ciri PKK. Namun perlu disadari bahwa untuk menginterpretasikan Kitab Suci secara benar, diperlukan bimbingan Gereja, sebab kepada Gereja-lah, Allah memberikan Sabda-Nya. KWI mengingatkan agar kita tidak “mencupliki ayat-ayat yang sesuai dengan kebutuhan kita tanpa memperhitungkan konteks yang lebih luas”[19] dan karena itu mengartikannya hanya semata sesuai dengan keinginan kita, tanpa mempelajari makna yang lebih dalam yang terkandung di dalamnya, dalam hubungannya dengan keseluruhan isi Kitab Suci. Oleh karena itu kesediaan untuk mempelajari ajaran Gereja menjadi sangat penting.

c. PKK tidak berarti menjamin seseorang pasti sudah di puncak kekudusan

Pencurahan Roh Kudus yang dialami dalam Seminar Hidup dalam Roh Kudus, hendaknya tidak dianggap sebagai segala-galanya, yang sudah menghantar kepada puncak kekudusan.[20]. Sebab kekudusan merupakan proses yang harus terus diusahakan. Para anggota PKK tetap harus bertumbuh dalam pengenalan akan Allah dan dalam menghadirkan Kristus Sang Pengudus dalam hidup dan perbuatan sehari-hari. Caranya adalah: dengan terus mengusahakan saat teduh setiap hari, dengan mengambil bagian dalam sakramen-sakramen Gereja, bertumbuh dalam komunitas dan pelayanan kepada sesama yang menderita ataupun yang membutuhkan bantuan. KWI mengingatkan kita bahwa jalan kekudusan itu merupakan jalan yang panjang,[21] yang senantiasa harus diusahakan. Sebab kekudusan itu berhubungan dengan kesediaan kita untuk menghadirkan Kristus di dalam pikiran, perkataan dan perbuatan kita dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan proses yang melibatkan jatuh bangunnya kita sebagai murid Kristus, dan kesediaan untuk “terus menerus mengarahkan diri kepada Tuhan dengan sikap pertobatan tanpa henti”.[22]

4. Mengikuti teladan Bunda Maria

Teladan pemuridan ini secara sempurna kita temui di dalam diri Bunda Maria. Diperlukan kerendahan hati dari kita semua untuk mengakui bahwa betapapun intens pengalaman rohani kita oleh pencurahan Roh Kudus, tidaklah akan dapat dibandingkan dengan kesatuan Bunda Maria dengan Roh Kudus. Bunda Maria telah dinaungi oleh Roh Kudus, sehingga Kristus, Putera Allah dapat menjelma menjadi manusia di dalam rahimnya. Jika pengalaman pencurahan Roh Kudus yang mungkin dialami dalam sekian menit dalam SHDR dapat dianggap sebagai pengalaman rohani yang menakjubkan, bagaimana mungkin itu dapat dibandingkan apalagi disejajarkan dengan pengalaman Bunda Maria, yang mengandung Sang Putera Allah di dalam rahimnya selama 9 bulan, dan hidup bersama dengan Kristus di bawah satu atap selama 30 tahun? Bahkan sejak di kandungan ibunya, St. Anna, Bunda Maria sudah dikuduskan Allah dan tidak bernoda dosa, dan dengan demikian menunjukkan kesatuannya dengan Roh Kudus. Bunda Maria yang dalam keadaan erat bersatu dengan Tuhan-pun tetap menyebut dirinya sebagai “hamba Tuhan” (Luk 1:38), memberikan teladan kerendahan hati, bahwa seberapapun dekatnya kita dengan Kristus Tuhan kita; Ia tetaplah Tuhan kita, dan kita ini adalah ciptaan-Nya.
Itulah sebabnya tak berlebihan jika KWI mengingatkan kepada kita bahwa “Bunda Maria adalah manusia pertama yang secara mendasar adalah ‘orang yang berkarisma’ (lih. Luk 1:28).[23] Dengan demikian, tepatlah jika PKK “menemukan teladan dan pembimbing surgawinya dalam diri Santa Perawan Maria.”[24]. Jika PKK ingin semakin erat bersatu dengan Roh Kudus, maka tak ada teladan yang lebih tepat untuk dicontoh daripada Bunda Maria.

5. Jangan mengejar karunia- karunia

Roh Kudus memberikan karunia pada tiap-tiap orang demi kepentingan bersama,[25] artinya untuk membangun jemaat (lih. 1 Kor 12:8-10). Karunia-karunia yang disebutkan oleh Rasul Paulus dalam suratnya itu adalah karunia-karunia karismatis. Karena karunia itu sifatnya adalah pemberian yang cuma-cuma, maka tidak dapat dikejar ataupun direbut.[26] Karunia bahasa lidah, yang umum dicurahkan dalam SHDR merupakan suatu cara berdoa dengan bahasa cinta[27], entah itu doa pujian atau permohonan. Betapapun indahnya cara berdoa ini, namun tidak untuk dimutlakkan bagi semua umat. Sebab yang mutlak adalah Roh Kudusnya, dan bukan cara berdoanya.[28] Selanjutnya KWI menghimbau agar penggunaan ‘bahasa Roh’ ini dilakukan secara bijaksana.[29]
Karunia selanjutnya adalah karunia nubuat, “yang biasanya merupakan hiburan untuk meneguhkan atau mendorong orang lebih berbakti dalam jemaat”[30]. Karunia nubuat memerlukan tafsir dari orang yang mempunyai karunia discernment, yaitu dapat memilah-milah jenis pengaruh Roh dan akibat-akibatnya. Di sini penting peran pemimpin doa yang bijak agar dapat menyampaikan kepada umat yang bersekutu dalam doa tersebut, entah itu penghiburan, peneguhan, ataupun dorongan ke arah yang baik. Nubuat yang sejati mengungkapkan kehendak Allah “pada saat dan tempat tertentu dan perlu selalu diuji oleh umat, melalui orang yang bertanggung jawab. Pada kasus- kasus tertentu karunia ini malah perlu diuji oleh Uskup.”[31].
Karunia penyembuhan yang sering menonjol dalam PKK harus diarahkan tidak semata-mata kepada penyembuhan jasmani dan rohani, tetapi kepada penyadaran akan karya Roh Kudus dan kehadiran Kerajaan Allah.[32] Selanjutnya perlu disadari bahwa dalam Gereja Katolik penyembuhan yang otentik adalah penyembuhan yang menyeluruh bagi hubungan manusia dengan Tuhan, dan ini terungkap dengan lengkap dalam sakramen-sakramen, terutama sakramen Tobat dan sakramen Pengurapan Orang Sakit. Maka PKK diundang untuk turut menghidupkan kembali perayaan-perayaan kedua sakramen tersebut. Sedangkan sakramen Ekaristi, yang adalah perayaan kurban Kristus di salib demi penebusan kita dan persatuan kita dengan Dia dan dengan sesama, adalah perayaan penyembuhan yang paling utama. Jika dihayati dengan sungguh maka perayaan ini dapat membawa ketenangan hati, kesembuhan rohani dan pemulihan hubungan dengan sesama,[33] sebab kita diarahkan untuk menyadari bahwa Allah memilih jalan Salib untuk menyembuhkan dan memulihkan hubungan antara Allah dan manusia. Maka kitapun diajak untuk dengan tabah memikul penderitaan yang Tuhan izinkan terjadi dalam kehidupan kita, dan menyatukannya dengan penderitaan Kristus, demi keselamatan diri kita sendiri maupun sesama. Dengan cara inilah kita mengambil bagian dalam Salib Kristus, agar dapat mengambil bagian pula dalam Kebangkitan-Nya. Maka Gereja Katolik tidak menekankan hanya kebangkitan dan kemenangan tanpa Salib, sebab Kristus sendiri menunjukkan bahwa Ia memilih Salib untuk sampai kepada kemuliaan-Nya (lih. Ibr 2:10).
KWI mengingatkan kita juga agar tidak terpaku kepada karunia-karunia karismatik yang mencolok, seperti karunia berbahasa Roh dan bernubuat; tetapi kepada buah-buah Roh yang nampak sederhana tetapi penting, yaitu pengendalian diri, kesetiaan, yang nyata dalam disiplin dan ketekunan, dan kebijaksanaan.[34]. Tuhan berbicara kepada umat-Nya melalui banyak cara dan membagi-bagikan karunia-Nya seturut kehendak-Nya. Dengan demikian, kita terhindar dari sikap mendesak-desak Tuhan untuk melakukan mukjizat ataupun membagikan karunia-Nya dengan cara yang kita inginkan.[35] Kita perlu menyadari bahwa Allah-lah Sang pemberi karunia, dan karunia karismatik Roh Kudus itu diberikan untuk membangun jemaat (1 Kor 14:12). Maka karunia itu bukan keistimewaan dan teknik tertentu untuk berdoa ataupun melayani umat, namun merupakan cara mewujudkan iman Kristiani. Sebab segala karunia tidaklah berarti jika tidak dibarengi oleh iman, pengharapan dan kasih (lih. 1 Kor 13:4-7).

6. PKK agar setia bertumbuh dalam ajaran iman Katolik

Ada pepatah: “Rumput tetangga nampak lebih hijau daripada rumput dalam halaman rumah sendiri”. Agaknya kita perlu merenungkan juga betapa pepatah ini menjadi relevan bagi umat Katolik yang kerap kurang menghargai warisan iman Gerejanya sendiri. Semoga hal ini tidak terjadi di kalangan PKK.
PKK dapat membuka kesempatan bagi banyak umat Katolik untuk berjumpa dengan umat Kristen non-Katolik. Pertemuan ini dapat membuka kepada dialog yang membangun iman atas dasar saling menghormati. Namun demikian, hal persekutuan ekumenis ini juga perlu diwaspadai, sebab jika tidak diimbangi dengan pemahaman ajaran iman Katolik yang baik, maka dapat terjadi, pihak Katolik itulah yang menjadi terpengaruh, meragukan ajaran imannya, dan bahkan mulai meninggalkan kehidupan sakramental Katoliknya. Ini berlawanan dengan arahan KWI tentang ekumene, yang mengatakan demikian:
“…. ekumene tidak dapat disamaratakan dengan asal berdoa bersama dan menerima apa-apa saja yang dilakukan oleh umat atau gereja lain. Ekumene yang baik memiliki tolok ukur sebagai berikut: pesertanya saling menghargai, memiliki sikap tahu diri yang sehat, serta mengenal tradisi maupun ajaran gerejanya masing-masing. Ekumene dan Pembaruan Karismatik dapat didukung kalau sekaligus mendorong meningkatkan pengetahuan dan pengamalan kebiasaan, maupun prinsip ajaran serta hidup sakramental Katolik.”[36]
Oleh karena itu KWI menghimbau agar Badan-badan Pelayanan perlu menjaga dan melindungi anggota PKK, terutama mereka yang baru menjadi Katolik, agar tidak mengikuti persekutuan doa ekumenik[37], agar terhindar dari kebingungan ataupun keraguan akan iman Katolik.
Maka berikut ini adalah beberapa prinsip yang dapat diterapkan agar PKK dapat menjadi ‘semakin Katolik’:

a. Bersikaplah bijak terhadap ajaran-ajaran non-Katolik.

Kita kerap mendengar bahwa kerabat ataupun sahabat-sahabat kita -yang karena pengaruh persekutuan doa ekumenis- malah meninggalkan penghormatan kepada Bunda Maria dan para orang kudus, dan kurang menghargai sakramen-sakramen Gereja; karena mereka menganggap bahwa semua itu adalah aturan manusia, merupakan ajaran tambahan dari Gereja dan tidak sesuai dengan Kitab Suci. KWI menyadari adanya fenomena ini, bahwa keterlibatan anggota PKK dalam persekutuan ekumenis berpotensi membawa pemisahan, terutama jika memutlakkan Kitab Suci sebagai satu-satunya sumber ajaran iman.[38] Karena perbedaan yang mendasar ini, maka KWI pun mengingatkan agar jangan meminta seorang yang non-Katolik untuk mengajar dalam persekutuan doa umat Katolik[39], karena mau tidak mau, hal ini akan mewarnai pengajarannya yang dapat mempengaruhi penghayatan umat Katolik yang mendengarkannya. Konsekuensi logisnya adalah, bahwa para pengajar Katolik dalam PKK juga selayaknya tidak menimba pengetahuan di luar Gereja Katolik, karena berpotensi memasukkan juga ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran iman Katolik. Maka kesetiaan untuk bertumbuh dalam iman Katolik ini ditunjukkan salah satunya dengan tidak mengadopsi ajaran ataupun tradisi non-Katolik untuk diterapkan di dalam PKK.
Sebaliknya, PKK, terutama para pemimpin dan pewartanya, memiliki tugas untuk semakin ‘mengisi pundi-pundi rohaninya’ dengan pemahaman dan penghayatan akan ajaran iman Katolik. Sebab dalam Gereja Katolik yang telah berdiri selama 2000 tahun, telah tersimpan banyak harta rohani yang dipercayakan kepadanya oleh tuntunan Roh Kudus. Maka sesungguhnya para anggota PKK tidak perlu mencari jauh-jauh untuk menimba pengetahuan ajaran iman di persekutuan-persekutuan doa non- Katolik, karena hal ini sedikit banyak akan berpotensi mengaburkan penghayatan imannya sendiri sebagai seorang Katolik. Kita semua, terutama para pewarta Katolik, perlu mempelajari dan menghayati ajaran Gereja Katolik, agar apa yang diwartakannya tidak berseberangan dengan ajaran Katolik itu sendiri. Beberapa topik krusial yang perlu diwaspadai, contohnya adalah sumber ajaran iman hanya Kitab Suci saja, hanya iman saja yang perlu untuk keselamatan, teologi kemakmuran (asal ikut Tuhan pasti diberkati secara jasmani), berbagai klaim wahyu pribadi, akhir zaman, paham bahwa semua Gereja sama saja, bahwa semua orang berdosa, maka tak ada orang kudus, dan tak ada yang istimewa dari Bunda Maria, tak ada gunanya mendoakan jiwa-jiwa orang meninggal dst. Jika kita merasa bahwa kita kurang memahami tentang ajaran- ajaran ini, sudah seharusnya kita mencari tahu penjelasan dasar-dasarnya dari Gereja Katolik tentang hal ini, dan bukannya menerima begitu saja pemahaman pribadi. Perlu kembali kita ingat di sini bahwa Tuhan Yesus menjamin kuasa mengajar yang tidak mungkin salah, kepada Rasul Petrus, para rasul lainnya dan penerus mereka (lih. Mat 16:18-19, 18:18, 28:19-20), namun tidak kepada semua individu. Hal ini seharusnya menumbuhkan kerendahan hati di setiap umat Katolik untuk tidak menempatkan pemahaman pribadinya di atas ajaran Gereja.

b. Galilah kekayaan iman Katolik dalam Gereja Katolik

“Pewartaan dalam Gereja Katolik bukanlah pewartaan pendapat sendiri melainkan pewartaan Sabda Allah, seperti yang diakui dan diajarkan oleh Gereja Semesta.”[40]. Sudah saatnya para anggota PKK, terutama para pewartanya, mempelajari dan mendalami ajaran Gereja Katolik, agar yang diwartakan bukan pemahaman pribadi, melainkan ajaran Gereja. Ungkapan pewarta seperti, “Roh Kudus berbicara kepada saya demikian….. ” sejujurnya agak problematik, terutama jika kemudian yang disampaikan malah bertentangan dengan yang diajarkan oleh Gereja yang jelas-jelas sudah dibimbing oleh Roh Kudus selama 2000 tahun. Diperlukan kerendahan hati, terutama dari pihak pewarta, untuk menerima bahwa Roh Kudus juga ‘berbicara’ kepada kita melalui ajaran Gereja untuk menjelaskan Sabda Allah. Hal ini telah teruji selama 2000 tahun mempersatukan Gereja.
Adalah sesuatu yang menjadi ajakan atau bahkan anjuran bagi kita semua umat Katolik, termasuk anggota PKK, untuk mau membaca Katekismus Gereja Katolik atau Kompendium Katekismus Gereja Katolik. Kini bahkan Penerbit Kanisius sudah menerbitkan terjemahanUCat- Katekismus untuk kaum muda. Semoga kehausan kita akan pemahaman Sabda Allah membawa kita untuk mau mempelajari bagaimana Gereja memahami dan mengajarkannya, agar hidup kita semakin dipimpin oleh Sabda Allah itu sebagaimana dikehendaki oleh-Nya.
Demikianlah, pendalaman akan Sabda Allah yang diwartakan Gereja, akan menghantar pada pemahaman bahwa penghormatan kepada Bunda Maria dan para kudus, serta ajaran mengenai sakramen-sakramen Gereja justru merupakan pelaksanaan secara lengkap ajaran Kristus, dan mempunyai dasarnya dari Sabda Tuhan dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci para Rasul. Sebab Tradisi Suci ada lebih dulu dari Kitab Suci dan Kitab Suci itu lahir dari Tradisi Suci. Karena keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu dari Allah, maka Tradisi Suci dan Kitab Suci tak dapat dipisahkan.
Menyadari akan begitu pentingnya peran pewarta dalam PKK, maka KWI mendukung keinginan Badan Pelayan Nasional, Badan Pelayanan Regional dan Badan Pelayanan Keuskupan, untuk menciptakan kader-kader untuk mewartakan Sabda Tuhan secara benar. KWI mendukung keinginan untuk meningkatkan kemampuan para pewarta, entah melalui sekolah pewarta, kerjasama dengan Lembaga Pendidikan Imam, Lembaga Pendidikan Kateketik, dan berbagai pakar, untuk maksud tersebut.[41]. Para Moderator mempunyai tugas untuk mengusahakan agar program-program pendidikan peserta maupun pewarta, benar-benar sesuai dengan kebutuhan umat dan selaras dengan ajaran Gereja, sebab pewartaan Gereja adalah pewartaan Sabda Tuhan.[42]

c. Jangan mengambil tradisi non-Katolik

Kita memang perlu mengakui, bahwa ada banyak lagu-lagu rohani Kristen non- Katolik yang indah yang dapat membantu untuk mengarahkan ataupun mengangkat hati untuk berdoa. Tentu jika liriknya sesuai dengan ungkapan iman kita, maka lagu-lagu ini dapat dipergunakan dalam persekutuan. Namun, perlu juga diperhatikan, terutama oleh para pemimpin PDKK, agar “tidak mudah mengambil alih kebiasaan dan lagu-lagu yang berasal dari tradisi dan teologi yang tidak sesuai dengan khasanah Gereja Katolik”[43]. Adalah penting disadari bahwa tidak semua lirik lagu-lagu rohani tersebut sesuai dengan ajaran Gereja Katolik.
Contoh sederhana, misalnya lagu ini:
Abba, kupanggil Engkau ya Bapa
Kau layakkan aku jadi anak-Mu,
memanggil-Mu, Yesus….
Lagu ini enak didengar, namun secara teologis liriknya agak rancu. Sebab kita memanggil Allah Bapa sebagai ‘Bapa’ (sebagaimana dalam doa Bapa Kami), dan Putera-Nya Yesus, sebagai Yesus, dan kita tidak mengacaukan antara kedua-Nya. Kedua Pribadi Allah tersebut tidak sama, walaupun hakekat Keduanya satu dan sama. Jika kita menganggap lagu pujian sebagai doa dan ungkapan iman kita, maka kita perlu memilih lagu dengan lirik yang sesuai, agar menambah pemahaman akan iman kita sendiri.

d. Tumbuhkan penghargaan terhadap sakramen-sakramen dan devosi.

KWI juga menghimbau agar dalam usaha pembinaan iman bagi anggota PKK dipadukan dengan penerimaan sakramen-sakramen.[44] Ini penting, sebab kita sebagai umat Katolik selayaknya menyadari bahwa peran persekutuan tidak dapat menggantikan peran sakramen-sakramen Gereja. Penghayatan akan hidup dalam Roh Kudus selayaknya mendorong kita untuk lebih menghayati sakramen-sakramen, yang melaluinya kita menerima rahmat Allah, yang turun atas kita, karena kuasa Roh Kudus. Terutama di sini adalah sakramen Ekaristi dan sakramen Tobat.[45]
Demikian pula, peran persekutuan tidak dapat menghilangkan pentingnya doa-doa pribadi dan devosi, termasuk di sini adalah devosi kepada Bunda Maria. Sebab melalui devosi kepada Bunda Maria yang memberi teladan yang sempurna tentang hidup dalam pimpinan Roh Kudus, kita dapat semakin bertumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Bunda Maria. Maka devosi kepada Bunda Maria perlu semakin dipupuk dengan kasih sejati, dengan cara yang tepat[46], supaya dalam bimbingan Bunda Maria, setiap anggota PKK dapat menghasilkan buah-buah Roh Kudus di dalam hidup sehari-hari.

7. Penutup: Roh Kudus adalah Roh Persatuan

Akhirnya mari senantiasa menyadari bahwa Roh Kudus, yaitu Roh yang senantiasa memperbarui Gereja, adalah Roh Persatuan.[47] Maka, segala gerakan pembaruan dalam Gereja selayaknya mempererat persatuan sesama anggota Gereja, dan bukan sebaliknya. Dengan demikian, terpenuhilah apa yang ditulis dalam surat Rasul Paulus tentang karunia-karunia Roh Kudus, yaitu bahwa yang terbesar dari semua karunia tersebut adalah kasih (lih. 1Kor 13:1-13), yaitu kasih yang mempersatukan.
Mari memohon dukungan doa Bunda Maria, Bunda yang selalu menyertai Gereja yang hidup dalam bimbingan Roh Kudus, agar kita semua dapat bertumbuh dalam kasih dalam peziarahan hidup kita, menuju Allah Bapa, dalam kesatuan dengan Kristus dan Roh Kudus.
Beberapa fakta tentang gerakan karismatik dan spiritualitas Katolik.
  1. Beberapa Paus memberikan sambutan dalam konferensi gerakan karismatik Katolik, seperti Paus Paulus VI, dan Paus Yohanes Paulus II kepada para pemimpin gerakan karismatik Katolik, yang dapat dilihat disini (silakan klikklik ini juga), dimana di salah satu sambutan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 4 April 1998, paragraf 2, dikatakan “You are an ecclesial movement. Therefore, all those criteria of ecclesiality of which I wrote in Christifideles laici (cf. n. 30) must be expressed in your lives, especially faithful adherence to the Church’s Magisteriumfilial obedience to the Bishops and a spirit of service towards local Churches and parishes.
  2. Kita melihat ada beberapa efek negatif dari gerakan ini, dimana menimbulkan perpecahan Gereja, juga ada yang mempunyai kesombongan rohani menganggap bahwa yang tidak ikut gerakan karismatik adalah tertutup dan tidak terbuka akan gerakan Roh Kudus.
  3. Namun ada juga efek-efek positif, dimana banyak dari anggota gerakan ini yang mempunyai kerinduan untuk melayani Tuhan, rindu untuk bertekun dalam Sabda Tuhan, dll.
  4. Dalam sejarah perkembangan Gereja, kita melihat ada begitu banyak jenis spiritualitas di Gereja Katolik.



Perhatikan bahwa para rasul berbicara dalam bahasa bahasa lain yang DIMENGERTI bukan bahasa yang TIDAK DIMENGERTI oleh orang banyak.


Lima puluh hari setelah hari Paskah, pada hari Pentakosta, suatu bunyi seperti angin ribut memenuhi rumah tempat kelompok itu sedang berkumpul. Lidah-lidah api tampak di atas mereka semua, dan mereka mulai berbicara dalam bahasa yang bukan bahasa mereka seperti yang diberikan oleh ROH KUDUS kepada mereka untuk mengatakannya. Beberapa orang asing heran mendengar para murid berbicara dalam bahasa mereka. Sebagian dari mereka mengejek para murid, dan mengatakan bahwa mereka pasti sedang mabuk (Kis. 2:13).

Bagaimana kalo kita lihat penjelasan dari ayat2 yang lain?

1Kor 14:23 Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila?
Ef 5:18 Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh,

Disini malah menjelaskan anggur yang dimaksud adalah hawa napsu, apakah tertawa2 adalah hawa napsu? Apakah menyamakan antara tertawa2 dengan hawa napsu, mari kita lihat hawa napsu dan anggur:

Anggur:
(Yun. _gleukos_) Pada umumnya yang dimaksudkan adalah sari buah anggur yang tidak difermentasi. Mereka yang mengejek murid-murid YESUS mungkin menggunakan istilah ini dan bukan kata PB yang lebih umum untuk anggur (oinos) karena mereka percaya bahwa murid-murid YESUS hanya menggunakan jenis anggur semacam ini. Dalam hal ini, ejekan mereka diucapkan dengan nada sarkastis.

1Tes 4:5 bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah,
Gal 5:24 Barangsiapa menjadi milik KRISTUS YESUS, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.
Ef 6:11 Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis;

Hawa napsu:

Perselisihan rohani di dalam orang percaya melibatkan seluruh orang itu; yang diperjuangkan adalah apakah mereka akan menyerah pada kecenderungan keinginan daging dan sekali lagi tunduk kepada penguasaan dosa atau apakah mereka akan menyerah kepada tuntutan Roh dan tinggal di bawah kekuasaan KRISTUS (ayat Gal 5:16; Rom 8:4-14). Medan perang itu berada di dalam orang Kristen itu sendiri dan pertempuran itu harus berlangsung sepanjang hidup mereka di dunia ini jikalau mereka kelak akan memerintah bersama KRISTUS (Rom 7:7-25; 2Tim 2:12; Wahy 12:11)

Nah, mengapa mabuk yang disindirkan kepada para Rasul disebut sebagai tertawa2? Malah kami menafsirkan mereka yang menyindir adalah orang2 yang tidak tahu bahasa daerah lain sehingga seperti mendengar orang ngoceh sembarangan, nah, disini analogi bayi bicara justru menguatkan bahwa mereka terdengar bicara bahasa yang bermacam2 sehingga terlihat seperti bahasa tidak beraturan.



1Samuel  19:23
23 Lalu pergilah ia ke sana, ke Nayot, dekat Rama dan pada diapun hinggaplah Roh Allah, dan
selama ia melanjutkan perjalanannya ia kepenuhan seperti nabi, hingga ia sampai ke Nayot
dekat Rama.
24  Iapun menanggalkan pakaiannya, dan iapun juga kepenuhan di depan Samuel. Ia rebah
terhantar dengan telanjang sehari-harian dan semalam-malaman itu. Itulah sebabnya orang
berkata: "Apakah juga Saul termasuk golongan nabi?" 

Ayat 1Sam 19:18-24 menyatakan bahwa Roh Allah dapat turun atas seseorang sebagai hukuman atau berkat.
1) Saul telah mengirim orang untuk menangkap Daud. Untuk menghalangi tujuan itu Roh Allah menguasai mereka dengan kehadiran dan pengaruh-Nya. Saul sendiri kemudian juga dikuasai oleh Roh Allah dan direndahkan dengan rebah terhantar dalam keadaan tak sadarkan diri sehari-harian dan semalam-malaman.
2) Nas ini menjelaskan bahwa kedatangan ROH KUDUS atas seseorang untuk bernubuat atau manifestasi karismatik lainnya tidaklah senantiasa berarti bahwa orang itu mempunyai hubungan yang benar dengan Allah. Saul memberontak terhadap Allah, namun dikuasai oleh Roh (bd. Mat 7:22-23).

1Sam 16:14 Tetapi Roh TUHAN telah mundur dari pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat yang dari pada TUHAN.
1Sam 16:23 Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya.
1Sam 18:10 Keesokan harinya roh jahat yang dari pada Allah itu berkuasa atas Saul, sehingga ia kerasukan di tengah-tengah rumah, sedang Daud main kecapi seperti sehari-hari. Adapun Saul ada tombak di tangannya.
1Sam 19:9 Tetapi roh jahat yang dari pada TUHAN hinggap pada Saul, ketika ia duduk di rumahnya, dengan tombaknya di tangannya; dan Daud sedang main kecapi.
1Raj 22:22 Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan perbuatlah demikian!

"Pakaian dalam" seorang pria Israel menyerupai kemeja yang ketat. Kata Ibrani yang paling umum untuk pakaian ini (kethoneth) diterjemahkan dengan bermacam-macam kata: kemeja, baju, jubah, dan pakaian. Pakaian dalam ini dibuat dari bulu domba, lenan, atau katun. Pada zaman kuno pakaian ini dibuat tanpa lengan dan panjangnya hanya sampai ke lutut. Kemudian, pakaian dalam ini mencapai pergelangan tangan dan pergelangan kaki.

Pria yang hanya memakai pakaian dalam ini dikatakan telanjang (I Sam. 19:24; Yes. 20:2-4). Perjanjian Baru mungkin merujuk kepada pakaian ini ketika mengatakan bahwa Petrus mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau" (Yoh. 21:7).



Manifestasi boleh, karena diakui oleh semua gereja arus utama, tetapi yang baik dan benar tafsirannya, kalau ada orang nyindir mabuk trus menjadi acuan, maka definisi mabuk dan buah2 mabuk silahkan deprlihatkan dan apakah ROH KUDUS YANG MAHA AGUNG "PANTAS" bermanifestasi seperti itu..


ROH KUDUS bisa mendatangkan berkat maupun hukuman, karena DIA adalah ALLAH.


1Korintus 14:39 Karena itu, saudara-saudaraku, usahakanlah dirimu untuk memperoleh karunia untuk bernubuat dan janganlah melarang orang yang berkata-kata dengan bahasa roh.

Sedangkan Perintah TUHAN YESUS:

Yoh 15:17 Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain."
Mrk 12:29 Jawab YESUS: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.
Mrk 12:31 Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini."

Bedakan antara Perintah TUHAN YESUS dengan SARAN Para Rasul bro char13


The charisma in question was manifested in the speech of St. Peter to the multitude on the day of Pentecost (Acts 2)

It takes the form of an intelligible address; the explanation was to follow the speech with tongues as regularly as the discerning of spirits succeeded prophecy

Among the Fathers it is sententia communissima that the speaking with tongues was a speaking in foreign languages. Their interpretation is based upon the promise in Mark 16:1, "They shall speak with new tongues", and on its final fulfilment in the gift of tongues to the apostles (Acts 2:4).

:)



Entah apakah kita ini sebenarnya sedang membicarakan 2 hal yg berbeda, atau pada dasarnya kita memiliki definisi yg berbeda mengenai "menafsirkan/menerjemahkan bahasa roh" ini.

Kalo melihat diskusi di sini, sebagian rekan2 (termasuk bro Yopi) sepertinya mengartikan bahwa menafsirkan/menerjemahkan bahasa roh ini sama seperti ketika ada tamu orang asing dan kemudian ada penerjemah yg menerjemahkan kata per kata atau kalimat per kalimat yg diucapkan oleh orang tersebut, CMIIW.
Ya
Quote
Tidak… tidak demikian yang terjadi dalam penerjemahan bahasa roh ini.
AFAIK, ketika PD memasuki penyembahan dalam bahasa roh, maka orang2 yg memiliki karunia menerjemahkan/menafsirkan bahasa roh tersebut akan menerima/memahami pesan yg disampaikan oleh saudara2nya yg terdorong utk berkata2 dalam bahasa roh itu.
Misal, Jenova berkata ”aiueo aieuo aieuo” dan kebetulan Djo memiliki karunia menerjemahkannya, maka Djo akan memahami bahwa Jenova sedang bernubuat (atau mungkin hanya memuji dan memuliakan Allah), lalu Djo akan menyampaikannya kepada jemaat dengan berkata: ”Pujilah Tuhan yang selalu setia mendampingi kita di saat2 yg paling sulit dalam hidup kita”. Dan memang demikianlah yg sebenarnya dikatakan/dimaksudkan oleh Jenova yg hanya berkata ”aiueo aiueo aiueo” meskipun Jenova (yg tidak memiliki karunia menerjemahkan) juga tidak mengerti maksudnya.
Itu bukan tafsiran, hanya sekedar bersyukur doank...  :doh:



Btw, bisa tolong dibagikan di sini definisi dari "menerjemahkan" bahasa roh ini dari sudut pandang Anda?
Atau bagaimana menurut Anda seharusnya bahasa roh itu diterjemahkan?

Selain dari 1 Kor 12 itu tentunya, karena IMHO perikop itu tidak sedang berbicara mengenai peristiwa menerjemahkan bahasa roh dalam ibadah jemaat.
14:16   Sebab, jika engkau mengucap syukur dengan rohmu saja, bagaimanakah orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat mengatakan "amin" atas pengucapan syukurmu? Bukankah ia tidak tahu apa yang engkau katakan?
14:24   Tetapi kalau semua bernubuat, lalu masuk orang yang tidak beriman atau orang baru, ia akan diyakinkan oleh semua dan diselidiki oleh semua;
14:25   segala rahasia yang terkandung di dalam hatinya akan menjadi nyata, sehingga ia akan sujud menyembah Allah dan mengaku: "Sungguh, Allah ada di tengah-tengah kamu."



Perikop di atas tidak menjelaskan secara rinci mengenai bagaimana penerjemahan itu dilakukan.

IMO, apa yg aku contohkan di atas juga telah memenuhi yg dianjurkan oleh Paulus bukan?
Banyak jemaat berbahasa roh, ada yg menerjemahkan (biarpun dengan cara yg berbeda dgn yg Anda harapkan), dan ajaran Paulus dipenuhi, bahwa orang baru itu percaya (melalui sharing dan kesaksian) bahwa yg terjadi itu benar2 mujizat bahasa roh dan telah diterjemahkan.
Menurut saya sudah dijelaskan secara rinci mengenai bagaimana terjemahan itu sendiri:

14:16   Sebab, jika engkau mengucap syukur dengan rohmu saja, bagaimanakah orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat mengatakan "amin" atas pengucapan syukurmu? Bukankah ia tidak tahu apa yang engkau katakan?
14:24   Tetapi kalau semua bernubuat, lalu masuk orang yang tidak beriman atau orang baru, ia akan diyakinkan oleh semua dan diselidiki oleh semua;
14:25   segala rahasia yang terkandung di dalam hatinya akan menjadi nyata, sehingga ia akan sujud menyembah Allah dan mengaku: "Sungguh, Allah ada di tengah-tengah kamu."

Perhatikan yang bold biru, kalau menurut anda belum dijelaskan secara rinci bagaimana terjemahannya, silahkan ada berikan maksud yang bold biru!
Dan tidak ada pula kanon / dogma yg melarang penggunaan / praktek bahasa roh jika memang Roh Kudus menganugerahkannya, bukan?
Darimana tahu kalo benar2 dari Roh Kudus? Bagaimana kalo asal jiplak dari pendetanya? Bukankah itu sama saja dengan menghujat Roh Kudus? :doh:
Hehe... emang bahasa roh ini termasuk ajaran yg kontroversial di antara umat katolik.
Montanus sudah dikutuk :doh:

Seingat saya, yang kontroversial dan menjadi perdebatan justru Predestination, bukannya bahasa roh, yang mulai bergema kembali tahun 1950an setelah Montanus dkk DIKUTUK sejak Gereja Perdana! :doh:
Quote
Jadi wajar2 aja kalo aku menerimanya dan bro Yopi (mungkin) menolaknya. :)
Saya menerima bahasa Roh sepanjang orang tersebut tiba2 berbahasa Roh, bukan karena DIAJARKAN oleh Pendetanya!

Dan aturan Alkitab telah jelas, selama tidak ada penafsir, MAX. 2-3 org!!! :doh:



Tidak, tidak dijelaskan sama sekali di sini mekanisme / tata cara / aturan utk penerjemahan itu.
Hanya dikatakan dia (org biasa yg hadir) tidak tahu yg engkau katakan.
Jadi yg ditekankan adalah AGAR orang biasa itu tahu apa yg kita katakan ketika berbahasa roh, sama sekali tidak disebut caranya.
Cara yg biasa kami lakukan dalam PDKK itu telah memenuhi ajaran ini, orang biasa jadi tahu apa yg dibicarakan ketika berbahasa roh.
Sudah aku berikan di atas.
Dalam perikop ini hanya dijelaskan TUJUAN dari penerjemahan bahasa roh, BUKAN cara menerjemahkan bahasa roh.
Silakan Anda jelaskan sebaliknya.
Simple, kalo hanya bilang:
Misal, Jenova berkata ”aiueo aieuo aieuo” dan kebetulan Djo memiliki karunia menerjemahkannya, maka Djo akan memahami bahwa Jenova sedang bernubuat (atau mungkin hanya memuji dan memuliakan Allah), lalu Djo akan menyampaikannya kepada jemaat dengan berkata: ”Pujilah Tuhan yang selalu setia mendampingi kita di saat2 yg paling sulit dalam hidup kita”. Dan memang demikianlah yg sebenarnya dikatakan/dimaksudkan oleh Jenova yg hanya berkata ”aiueo aiueo aiueo” meskipun Jenova (yg tidak memiliki karunia menerjemahkan) juga tidak mengerti maksudnya.
Kalo begitu, maka semua bahasa roh pasti benar, baik palsu maupun asli :doh:

Yang namanya menafsirkan, ya ditafsirkan
Quote
Definisi 'tafsir'

Indonesian to Indonesian
noun
1. keterangan atau penjelasan tt ayat-ayat Alquran agar maksudnya lebih mudah dipahami;
-- harfiah tafsir kata demi kata; -- mimpi penggunaan ciri-ciri modern untuk menguraikan arti mimpi;
me·naf·sir·kan v menangkap maksud perkataan (kalimat dsb) tidak menurut apa adanya saja, melainkan diterapkan juga apa yg tersirat (dng mengutarakan pendapatnya sendiri); 
Darimana Anda tahu bahwa bahasa roh itu adalah jiplak dari Pendeta?
Darimana Anda tahu bahwa itu bukan berasal dari Roh Kudus?
Kalo justru bahasa roh itu benar2 berasal dari Roh Kudus, bukankah Anda (yg menuduhnya sbg bahasa palsu) yg sebenarnya sedang menghujat Roh Kudus?
Nah, itu pentingnya ada yang menafsir

Bukan cuman aiueo aiueo doank dan bilang "Tuhan bersama kita!" :doh:
Dikutuk oleh siapa? Oleh Gereja Universal kah?
Lalu ajaran Montanism seperti apa yg sebenarnya dikutuk?
Tolong diberikan di sini referensi kanon konsili ekumenis atau papal bull atau keputusan lembaga infabillity Gereja yg mengutuk ajaran Montanism, agar jelas apa yg sebenarnya dikutuk dan ditolak dalam ajaran Montanism ini.
AFAIK, Montanism itu DIANGGAP heresy karena meramalkan hal2  yg bertentangan / kontradiksi dengan tradisi / ajaran Gereja.
Montanism dianggap bidaah karena cara2 mereka menyampaikan ramalan. Montanism TIDAK ditolak karena mempraktekkan bahasa roh dalam ibadah jemaat. Ini adalah 2 hal yang sangat berbeda.
Kita sederhanakan!

Sejak kapan Gerekan Karismatik di Gereja Katolik dimulai???

Apakah selama ini semua Santo dan Santa yang berbahasa Roh TIDAK MELAKUKAN Gerakan Karismatik???????!!!!!


Think!!!  :whistle: :doh:
Perhatikan 3 hal berikut ini:
1.   Yang dikutuk adalah praktek bernubuat yg dilakukan oleh Montanist
2.   Sama sekali tidak disinggung2 bahwa nubuat2 ini dilakukan dalam ibadah jemaat yg berbahasa roh
1. Bukankah Karunia lebih penting dari berbahasa roh, yang lebih penting aja dikutuk kok!!!

14:39   Karena itu, saudara-saudaraku, usahakanlah dirimu untuk memperoleh karunia untuk bernubuat dan janganlah melarang orang yang berkata-kata dengan bahasa roh.

2. "Others, in order that they may frustrate the gift of the Spirit,.."
3.   Menurut anonymous writer, hanya Gereja  Asia (i.e. konsili lokal, BUKAN lembaga infallibility Gereja) yg menyatakan bahwa Montanism dikutuk dan di-ekskomunikasi dari Gereja Asia.
In the very first days Apollinarius, a successor of St. Papias as Bishop of Hierapolis in the southwestern corner of the province, wrote against Montanus.

Montanism in the West

St. Irenæus refers to Gaius without naming him (III, xi, 9): "Others, in order that they may frustrate the gift of the Spirit, which in the last days has been poured upon the human race according to the good pleasure of the Father, do not admit that form [lion] which corresponds with the Gospel of John in which the Lord promised to send the Paraclete; but they reject the Gospel and with it the prophetic Spirit. Unhappy, indeed, in that, wishing to have
Siapa yg bilang kalo bahasa roh itu diajarkan oleh Pendeta?
Bahkan dalam PDKK Komunitas Tritunggal Mahakudus, romo Yohanes sekalipun TIDAK pernah mengajarkan berbahasa roh.
Bahasa roh adalah karunia yg harus dikejar, tidak ada yg dapat mengajarkan bahasa roh selain dianugerahkan oleh Roh Kudus sendiri. AFAIK, hal ini jg merupakan pengetahuan dasar yg dipegang oleh protestant karismatik.
Selama ini, semua Paus dan semua orang Kudus salah karena TIDAK MENGEJAR BAHASA ROH???? :doh:

14:39   Karena itu, saudara-saudaraku, usahakanlah dirimu untuk memperoleh karunia untuk bernubuat dan janganlah melarang orang yang berkata-kata dengan bahasa roh.
Selama tidak ada penafsir? Maksudnya?
Sudah jelas disebutkan, sekalipun ga ada penafsir, ga pernah dilarang yg namanya berbahasa roh. Hanya dianjurkan utk berdiam diri agar tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Berdiam diri  :afro:
Max 2-3 orang? Ayat mana yg mengatakannya?
Semakin banyak yg dapat menafsirkan, ya semakin bagus lah. Apa Anda mau membatasi karya Roh Kudus agar memberikan karunia menafsirkan bahasa roh itu hanya pada 2-3 orang saja?
Tolong dibagikan lagi di sini ayatnya? Mari kita pelajari lagi ayatnya…
Kamu salah, saya bilang, kalau tidak ada penafsir, maka MAX 2-3 org saja!
Dan aturan Alkitab telah jelas, selama tidak ada penafsir, MAX. 2-3 org!!! :doh:
14:27   Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya.

Yang ini belum dijawab:
Seingat saya (saya tidak aktif di PDKK, hanya beberapa kali ikut Misa Karismatik), bahkan dalam Misa untuk PDKK sekalipun tidak ada sesi bahasa roh, gak tau kalo sekarang berubah :D :doh:
Sekalian jawab juga kenapa Gerakan Karismatik baru ada tahun 1950an ya?  :doh:



3.   Menurut anonymous writer, hanya Gereja  Asia (i.e. konsili lokal, BUKAN lembaga infallibility Gereja) yg menyatakan bahwa Montanism dikutuk dan di-ekskomunikasi dari Gereja Asia.
http://www.newadvent.org/cathen/07256b.htm
Quote
Spread of heresy

The growth of heresy, like the growth of plants, depends on surrounding influences, even more than on its vital force. Philosophies, religious ideals and aspirations, social and economic conditions, are brought into contact with revealed truth, and from the impact result both new affirmations and new negations of the traditional doctrine.

The first requisite for success is a forceful man, not necessarily of great intellect and learning, but of strong will and daring action. Such were the men who in all ages have given their names to new sects.
The second requisite is accommodation of the new doctrine to the contemporary mentality, to social and political conditions.
The last, but by no means the least, is the support of secular rulers.
A strong man in touch with his time, and supported by material force, may deform the existing religion and build up a new heretical sect. Modernism fails to combine into a body separate from the Church because it lacks an acknowledged leader, because it appeals to only a small minority of contemporary minds, namely, to a small number who are dissatisfied with the Church as she now is, and because no secular power lends it support. For the same reason, and proportionately, a thousand small sects have failed, whose names still encumber the pages of church history, but whose tenets interest only a few students, and whose adherents are nowhere. Such were, in the Apostolic Age, the Judeo-Christians, Judeo-Gnostics, Nicolaites, Docetae, Cerinthians, Ebionites, Nazarenes, followed, in the next two centuries, by a variety of Syrian and Alexandrian Gnostics, by Ophites, Marcionites, Encratites, Montanists, Manichæans, and others. All the early Eastern sects fed on the fanciful speculations so dear to the Eastern mind, but, lacking the support of temporal power,they disappeared under the anathemas of the guardians of the depositum fidei.

The Council of Nicaea anathematized the heresiarch, but its anathemas, like all the efforts of the Catholic bishops, were nullified by interference of the civil power.
http://styopi.blogspot.com/2012/03/heresiology.html



Silakan Anda jelaskan sebaliknya...
http://www.newadvent.org/cathen/14776c.htm
Quote
Corinthian Abuses (I Corinthians 14 passim).—Medieval and modern writers wrongly take it for granted that the charism existed permanently at Corinth — as it did nowhere else—and that St. Paul, in commending the gift to the Corinthians, therewith gave his guaranty that the characteristics of Corinthian glossolaly were those of the gift itself. Traditional writers in overlooking this point place St. Luke at variance with St. Paul, and attribute to the charism properties so contrary as to make it inexplicable and prohibitively mysterious. There is enough in St. Paul to show us that the Corinthian peculiarities were ignoble accretions and abuses. They made of "tongues" a source of schism in the Church and of scandal without (14:23). The charism had deteriorated into a mixture of meaningless inarticulate gabble (9, 10) with an element of uncertain sounds (7, 8), which sometimes might be construed as little short of blasphemous (12:3). The Divine praises were recognized now and then, but the general effect was one of confusion and disedification for the very unbelievers for whom the normal gift was intended (14:22, 23, 26). The Corinthians, misled not by insincerity but by simplicity and ignorance (20), were actuated by an undisciplined religious spirit (pneuma), or rather by frenzied emotions and not by the understanding (nous) of the Spirit of God (15). What today purports to be the "gift of tongues" at certain Protestant revivals is a fair reproduction of Corinthian glossolaly, and shows the need there was in the primitive Church of the Apostle's counsel to do all things "decently, and according to order" (40).
Semoga jelas  :doh:



Bahasa roh yg menghasilkan buah2 roh, e.g. kasih, suka cita, damai sejahtera, dll, ya pasti asli.
Ga mungkin yang berasal dari yg jahat itu menghasilkan buah2 roh.
Sudah aku tunjukkan, dari praktek bahasa roh itu kami memperoleh buah2 roh.
Atau kah Anda bisa menunjukkan bahwa bahasa roh itu mendatangkan hal2 yg jahat?
Kalo Anda bisa menunjukkannya, maka ya, bisa jadi itu adalah bahasa roh palsu.
Gak perlu bahasa Roh untuk semuanya itu
Quote
Nah lho… kok yg dipakai definisi dari KBBI? Mana Kitab Suci agama lain dibawa2?  :grining:
Yok kita pakai definisi dari bahasa aslinya.
1 Kor 4 : 5
menafsirkan, ”diermhneuw”
Arti:
1) to unfold the meaning of what is said, explain, expound
2) to translate into one's native language
Contoh yg aku berikan, apakah tidak memenuhi definisi ini?
Dari bahasa yg tidak mengerti, diungkapkan artinya dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia?
dierméneuó: to explain thoroughly, by impl. to translate
Original Word: διερμηνεύω
Part of Speech: Verb
Transliteration: dierméneuó
Phonetic Spelling: (dee-er-main-yoo'-o)
Short Definition: I translate, interpret, explain
Definition: I translate, interpret, explain.

translate, interpret, explain

Definisi 'tafsir'

Indonesian to Indonesian
noun
1. keterangan atau penjelasan tt ayat-ayat Alquran agar maksudnya lebih mudah dipahami;
-- harfiah tafsir kata demi kata; -- mimpi penggunaan ciri-ciri modern untuk menguraikan arti mimpi;
me·naf·sir·kan v menangkap maksud perkataan (kalimat dsb) tidak menurut apa adanya saja, melainkan diterapkan juga apa yg tersirat (dng mengutarakan pendapatnya sendiri);
Quote
Lho… kalo memang artinya demikian, mau diterjemahkan gimana lagi?
Anda maunya ”aiueo aiueo” itu diterjemahkan sebagai apa? 
Lha yang namanya diterjemahkan seperti:

Eat and Pray = Makan dan berdoa

Itu namanya menterjemahkan!

Bukan seperti ini:

Eat and pray: pokonya perbuatan :doh:
Quote
Sejak jaman para rasul!!!
Lha… itu sudah banyak dikisahkan di kitab Kisah Para Rasul.
Lho… gerakan karismatik itu istilah yg digunakan utk mengacu pada gerakan2 yg mempraktekkan kembali bahasa roh.
Para rasul dan para murid, sebagaimana dikisahkan dalam Alkitab, telah melakukan hal ini pada peristiwa Pentakosta.
Ya mereka2 ini sebenarnya telah mempraktekkan gerakan karismatik.
Oh ya? Tunjukkan bahwa sebelum 1950, diadakan kegiatan berbahasa Roh seperti PDKK!!!

Lha wong dalam Alkitab Paulus menegur umat Korintus kok!
Quote
Hah???? Ga salah nih?
Mana ada karunia yg dikutuk? Mana ayatnya yg bilang kalo salah satu dari karunia2 itu dikutuk?
Ayat dimana????!!!!
Lha kita lagi bicara kenapa Montanus dkk dikutuk kok! Malah nanya ayat seh! :doh:
Quote
Lah itu Anda sendiri yg bawa ayatnya supaya ga melarang orang lain utk berkata2 dalam bahasa roh.
Jangan melarang, bukannya meniru protestan yang dimulai tahun 1950an  :doh:
Quote
Silakan ditunjukkan kalo Apollinarius itu menentang Montanus dalam hal mempraktekkan bahasa roh dalam ibadah jemaat.
Yang ditentang dari Montanus adalah Nubuat dan bahasa Roh palsunya!
Quote
Yang ditentang oleh Irenaeus adalah yg aku warnai merah.
Hal tersebut ga ada hubungannya dengan praktek bahasa roh dalam ibadah jemaat.
Montanism in the West

St. Irenæus
 refers to Gaius without naming him (III, xi, 9): "Others, in order that they may frustrate the gift of the Spirit, which in the last days has been poured upon the human race according to the good pleasure of the Father, do not admit that form [lion] which corresponds with the Gospel of John in which the Lord promised to send the Paraclete; but they reject the Gospel and with it the prophetic Spirit. Unhappy, indeed, in that, wishing to have
Quote
Siapa yg bilang demikian?
My point: mengejar karunia bahasa roh itu tidak salah. Tapi tidak pernah sekalipun aku bilang kalo ga mengejar itu salah.
AFAIK, para bapa gereja tidak mengutamakan karunia ini lagi (there’s nothing wrong with this).
Tapi tetap mengejar karunia ini juga tidak pernah dilarang ataupun dikutuk oleh bapa2 gereja, apalagi dikutuk oleh Gereja.
Kenapa mereka semua tidak mengejar hal tersebut?  :doh:
Quote
Pahami konteksnya, bukan kata2 harafiahnya.
Jangan sampai kita jatuh pada debat yg sama seperti ”10 Perintah Allah vs membuat patung”.
Jangan sok! Aku bukannya baru pertama kali berdiskusi di forum!
Quote
Okay, ini memang adalah peraturan yg dianjurkan oleh Paulus.
Aku akui, memang anjuran ini tidak dipraktekkan dalam ibadah PDKK yg aku tahu. 
Nah lho, trus kenapa kamu ngeyel kalau memang mengakui peraturan tersebut??!!
Quote
Lho… kata siapa baru ada tahun 1950an?
Sudah ada sejak jaman para rasul, itu sudah dikisahkan dalam Alkitab.
Memang tidak diutamakan/dikejar sejak abad ke2 dan ke3, tetapi tidak pernah ada larangan utk mengejar karunia tersebut.
Lebih tepatnya lagi, TIDAK ADA PDKK SELAMA ITU SAMPAI KETIKA PROTESTAN HEBOH DENGAN BAHASA ROH! :doh:
The Charismatic Movement is the international trend of historically-mainstream congregations adopting beliefs and practices similar to Pentecostals. Fundamental to the movement is the belief that Christians may be "filled with" or "baptized in" the Holy Spirit as a second experience subsequent to salvation and that it will be evidenced by manifestations of the Holy Spirit. Among Protestants, the movement began around 1960. Among Roman Catholics, it originated around 1967. :doh:



Anda mengatakan ajaran Montanism yg berkaitan dengan praktek bahasa roh dalam ibadah jemaat sebagai heresy.
Yang aku minta, tolong diberikan referensi yg mengatakan bahwa praktek bahasa roh dalam ibadah jemaat yg dipropagandakan oleh Montanism itu telah dikutuk oleh Gereja.
Atau bisa diawali dengna memberikan referensi bahwa Montanism itu mengajarkan praktek2 bahasa roh dalam ibadah jemaat, karena ini lah yg sebenarnya sedang kita bahas di sini.
Satu per satu:
Quote
1) Sejarah:

Bapa-bapa gereja tidak pernah menulis apa-apa tentang terjadinya ba-hasa Roh / lidah. Clement of Rome, Justin Martyr, Origen, Chrysostom, Augustine menganggap bahasa Roh terjadi pada saat-saat awal dari kekristenan (jaman rasul-rasul).
Dalam empat sampai lima abad yang pertama dalam kekristenan / gereja, orang-orang yang dilaporkan telah berbicara dalam bahasa Roh hanyalah pengikut Montanus yang sesat dan muridnya yang bernama Tertullian.
Lalu pada abad ke 17 dilaporkan adanya bahasa Roh dalam grup yang disebut Cevenol Priests di Perancis. Grup ini juga sesat.
Pada tahun 1731 ada bahasa Roh dalam Roman Catholic Reformers yang disebut the Jansenists. Ini jelas juga grup sesat.
The Shakers, pengikut dari Mother Ann Lee, yang hidup pada tahun 1736-1784, menggunakan bahasa Roh. Mother Ann Lee menganggap dirinya sebagai 'the female equivalent of Jesus Christ' (= orang perem-puan yang setara dengan Yesus Kristus) dan menganggap sex sebagai dosa, sekalipun dilakukan di dalam pernikahan. Semua ini sudah cukup untuk menganggapnya sebagai seorang yang sesat.
Tahun 1830, seorang yang bernama Edward Irving (di London) men-dirikan the Irvingites. Grup ini berbicara dalam bahasa Roh. Ini juga grup yang sesat.
Quote
Dalam tradisi Gereja Katolik

Menarik disimak di sini adalah perkembangan yang terjadi setelah jaman para rasul. Montanus (135-177), adalah seorang yang dikenal sebagai pelopor gerakan karismatik pertama di abad kedua, dengan menekankan adanya karunia nubuat. Ia menekankan bahasa roh dan kehidupan asketisme (mati raga) yang ketat; dan ia mengklaim sebagai penerima wahyu Tuhan secara langsung, sehingga membahasakan diri sebagai orang pertama dalam nubuat-nubuatnya, seolah- olah ia sendiri adalah Tuhan. Gerakan Montanism ini akhirnya memecah Gereja di Ancyra menjadi dua; dan karena itu Uskup Apollinarius menyatakan bahwa nubuat Montanus adalah palsu (Eusebius 5.16.4)  Gerakan Montanus akhirnya ditolak oleh para pemimpin Gereja.

http://forumimankristen.com/index.php/topic,367.msg5878.html#msg5878
http://katolisitas.org/6832/apakah-gerakan-karismatik-katolik-sesat
:doh:
Yang aku tanyakan, bagaimana ayat tersebut mengatur ttg tata cara menerjemahkan bahasa roh.
Sudah anda jawab sendiri disini:
Okay, ini memang adalah peraturan yg dianjurkan oleh Paulus.
Aku akui, memang anjuran ini tidak dipraktekkan dalam ibadah PDKK yg aku tahu. 
See?
Quote
Yang Anda berikan adalah artikel mengenai dasar2 Paulus menegur jemaat di Korintus yg kesalahan2nya telah mengaburkan makna dari anugrah bahasa roh itu sendiri.
Nah, anda akui sendiri bukan? :doh:



@ Yopi,

Maksud anda para rasul tidak berbahasa roh??
Para Rasul berbahasa Roh, namun tidak seperti karismatik yang sekarang, cenderung palsu dan tidak tahu aturan, mempunyai kecenderungan untuk sesat!


Dan JALAN KESELAMATAN adalah BERBUAT KASIH, bukan BISA BERBAHASA ROH, sehingga PENGINJILAN (biasanya) adalah BERBUATLAH KASIH (biasanya) BUKAN BERBAHASA ROHLAH smiley


1Kor 13:8 Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.
1Kor 13:13 Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.

afro


Di Katolik ada Karismatik yang berbahasa Roh, namun tidak wajib bisa berbahasa Roh seperti ajaran beberapa gereja yang lain smiley




Deshi Ramadhani, SJ: Mungkinkah Karismatik sungguh Katolik?

Karismatik Katolik adalah Ide untuk kembali kepada pentakosta pada mulanya berasal dari seorang biarawati Katolik, Sr Elena Guerra, pendiri kongrerasi suster-suster Oblat ROH KUDUS di Lucca, Italia. Suster ini menulis surat kepada Paus Leo XIII untuk membimbing gereja Katolik kepada pengalaman para murid YESUS pada saat Pentakosta yang diceritakan dalam Kisah Para Rasul. Menurut Sr Elena, pentakosta akan terjadi setiap saat karena ROH KUDUS ingin bersemayam di hati semua orang yang percaya dan mau menerima-Nya sehingga mereka dapat memperoleh karunia ROH KUDUS seperti berkata-kata dengan hikmat, berbahasa roh, menafsirkan bahasa roh, membuat mukjizat, bernubuat, menyembuhkan dan seterusnya. Paus Leo XIII menanggapinya dengan mengeluarkan ensiklik Divinum Illud Munus pada tanggal 9 Mei 1897 yang bunyinya a.l. "Semua orang Kristiani harus mengenal, mencintai dan memohon kepada ROH KUDUS. Setiap orang yang menjadi pengkhotbah dan peduli kepada jiwa-jiwa yang perlu diselamatkan harus lebih rajin dan lebih utuh mengajarkan umatnya tentang ROH KUDUS." Namun demikian, tanggapan gereja Katolik terhadap ensiklik ini kelihatannya dihantui oleh kenangan buruk Montanisme. Montanus yang hidup pada tahun 170-an di wilayah Phrygia (Turki) memiliki keyakinan bahwa dirinya merupakan jurubicara ROH KUDUS (mungkin Montanus di zaman dahulu bisa disamakan dengan Lia Eden di zaman sekarang yang juga mengaku mendapat wahyu dari rohul kudus/malaikat Jibril). Montanus sering bernubuat dalam keadaan kehilangan kesadaran (trance). Karena nubuatnya kadang-kadang bertentangan dengan ajaran gereja Katolik, akhirnya Montanus diekskomunikasi dan dinyatakan sesat. Karena itulah, ketika ensiklik Paus Leo XIII dikeluarkan pada tahun 1897, Kristen Katolik tidak meresponsnya. Sebaliknya Kristen Reformasi merespons ensiklik tersebut melalui pengalaman Pentakosta oleh Charles Fox Parham di Topeka, Texas. Kemudian, salah satu murid Farham, William Joseph Seymour, mengembangkan gerakan pentakosta di Los Angeles yang dengan cepat meluas ke seluruh dunia sehingga terbentuklah gereja Kristen yang bercirikan Karunia ROH KUDUS seperti Gereja Pentakosta, Bethel, Bethany dll. Selanjutnya baru pada tanggal 18 Februari 1967 terbentuk gerakan Karismatik Katolik yang dimulai dari peristiwa akhir pekan di Duquesne, Pittsburgh, A.S. Jadi, terdapat selang waktu 70 tahun antara ajakan kembali kepada Pentakosta yang disuarakan oleh Paus Leo XIII dan pembentukan Karismatik Katolik yang dimulai di Duquesne. Peristiwa retret pada akhir pekan yang penuh dengan Karisma ROH KUDUS itu dialami oleh para mahasiswa Katolik di Universitas Duquesne yang mengikuti retret tersebut (kisah selengkapnya ditulis oleh Kevin Ranaghan dan Dorothy Ranaghan dalam buku Catholic Pentacostals). Dalam retret akhir pekan tersebut terjadilah kisah menarik seperti berikut ini yang saya kutip dari buku Dhesi Ramadhani, SJ: Sepanjang hari Sabtu itu seluruh kelompok bertemu untuk pendalaman bahan dan berdoa. Sabtu malam akan disediakan untuk sedikit relaksasi. Sebenarnya direncanakan untuk membuat pesta ulang tahun istimewa bagi salah satu dari para imam yang hadir dalam retret itu. Sebagaimana dikisahkan oleh seorang mahasiswi, "Kami sudah lelah berdoa, dan kami tidak akan menghabiskan malam itu untuk berdoa lagi." Paul Grey dan Maryanne Springle yang ketika itu sudah bertunangan telah mendengar tentang "Baptisan ROH KUDUS" dan mereka berdua mendambakannya. Maka mereka mendekati Ralph Keifer, pimpinan kelompok dosen di Universitas Duquesne, dan meminta kepadanya untuk mendoakan mereka supaya ROH KUDUS bekerja aktif sepenuhnya dalam kehidupan mereka. Diam-diam mereka pergi ke lantai atas terpisah dari kelompok, dan di sana mereka dijamah secara mendalam oleh ROH KUDUS. Roh itu segera memperlihatkan diri dalam rupa karunia bahasa Roh yang mereka gunakan untuk memuji Allah. Setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk kembali ke kelompok di lantai bawah tanpa menceritakan apa yang terjadi atas diri mereka. Pada malam yang sama, salah seorang mahasiswi Universitas Duquesne, Patti Galagher, tergerak untuk pergi ke kapel. Dan di kapel, ia merasakan kehadiran ROH KUDUS dengan sangat kuat. Dalam ketakjubannya, ia meninggalkan kapel dan mengajak semua mahasiswa lain di dalam gedung tersebut untuk bergabung dengannya di kapel. Satu demi satu mereka menuju ke kapel. Ketika mereka berkumpul untuk berdoa di sana, ROH KUDUS mencurahkan diri-Nya atas mereka. Tidak ada paksaan, tidak ada petunjuk tentang apa yang harus dilakukan. Masing-masing berjumpa dengan pribadi ROH KUDUS begitu saja. Ada yang memuji Allah dalam bahasa-bahasa baru, ada yang secara tenang menangis karena sukacita, ada yang berdoa dan bernyanyi. Mereka berdoa sejak jam sepuluh malam hingga lima pagi berikutnya. Tidak setiap orang segera dijamah seketika itu juga, tetapi sepanjang malam itu Allah mendekati tiap orang di sana secara menakjubkan. (Kisah ini ditulis dalam buku Ranaghan and Ranaghan, Catholic Pentacostals, hal. 21-22). Selanjutnya Patti Galagher menuliskan pengalamannya: Saya tidak punya maksud untuk berdoa ketika pergi ke kapel, tetapi hanya ingin mengingatkan para mahasiswa agar mereka turun untuk pesta ulang tahun tersebut. Tetapi ketika saya masuk ke dalam hadirat YESUS di dalam Sakramen Mahakudus dan berlutut di sana, saya dipenuhi oleh rasa takjub. Karena karunia iman, saya selalu percaya bahwa YESUS benar-benar hadir secara nyata dalam Sakramen Mahakudus tetapi belum pernah mengalami kemuliaannya. Ketika saya berlutut, tubuh saya benar-benar gemetar di hadapan keagungan-Nya. Saya sungguh merasa takut dan berkata kepada diri sendiri, "Cepat keluar dari sini karena sesuatu akan terjadi kalau saya tetap berada dalam kehadiran Allah." Ketika berlutut di hadapan Tuhan, untuk pertama kalinya dalam hidup saya mendoakan sebuah doa penyerahan penuh. Saya berkata, "Bapa saya memberikan hidup saya kepada-Mu, dan segala sesuatu yang Engkau inginkan dari saya, itulah yang saya pilih. Kalau itu berarti penderitaan, saya akan menerimanya. Hanya ajarkan saya untuk mengikuti putera-Mu YESUS dan untuk belajar mencintai sebagaimana Dia mencintai (www.ccr.org.uk/duquesne.htm [1].). Dalam perkembangannya, gerakan karismatik Katolik juga melibatkan para pengikut gereja Kristen lain seperti Betty Schoemaker yang merupakan anggota Gereja Epikospal tetapi juga anggota persekutuan doa pentakosta dan Florence Dodge yang merupakan anggota Gereja Presbyterian. Buku yang mereka pakai untuk retret adalah The Cross and the Switchblade tulisan seorang pendeta Pentakosta, David Wilkerson, dan They Speak with Other Tongues karangan John Sherrill. Buku The Cross and the Switchblade berkisah tentang para penjahat di daerah rawan kriminalitas, Bedford-Stuyvesant, yang bertobat dan dibaptis dengan karunia ROH KUDUS lewat pelayanan Wilkerson. Kemudian gerakan Karismatik di dalam gereja Katolik terus berkembang pesat sehingga Majalah Time tanggal 14 Juni 1968 memuat tajuk, "Kharisma on the Rise (karisma sedang naik daun)." Gerakan ini juga telah menimbulkan sikap pro-kontra di kalangan penganut agama Katolik, namun Paus Johanes Paulus II berdoa untuk memohon karunia ROH KUDUS dengan menyebutkan istilah Pentakosta baru. Dalam Lumen Gentium No. 12 disebutkan, "ROH KUDUS tidak hanya menyucikan dan membimbing umat melalui sakramen serta pelayanan dan menghiasinya dengan keutamaan, Dia juga ‘membagi-bagikan’ karunia-Nya kepada masing-masing menurut kehendak-Nya (1 Korintus 12:11)." Selanjutnya di Indonesia, gerakan Karismatik Katolik dimulai oleh almarhum Sr Bernadette, RGS dari Susteran Gembala Baik dan almarhum Rm Makmun, OFM. Sr Yohana dari biara kontemplatif Carmel di Lembang memperkenalkan cara berdoa karismatik tetapi beliau kemudian pindah ke Amerika setelah pimpinan Carmel dari Roma menganjurkan beliau untuk kembali kepada doa kontemplatif. Baru kemudian Rm Yohanes Indrakusuma, Ocarm mengajarkan cara berdoa karismatik di Tumpang, Malang dan kemudian mengembangkannya di Carmel, Cikanyere. Dengan restu dari Mgr Leo Sukoto, SJ terjadilah rangkaian pertemuan karismatik Katolik dengan seminar-seminar Hidup Baru. Selanjutnya rangkaian pertemuan tersebut meluas ke seluruh Indonesia menjadi Pembaharuan Karismatik Katolik Indonesia. KWI (saat itu masih disebut MAWI) akhirnya mengeluarkan dokumen yang menyatakan bahwa gerakan Karismatik merupakan gerakan pembaharuan yang otentik di dalam Gereja Katolik. Berdasarkan apa yang saya alami dengan mengikuti berbagai retret karismatik di Carmel Tumpang maupun Cikanyere, ajaran-ajaran dan cara beribadah dalam retret tersebut memang merupakan kombinasi berbagai tradisi untuk meneguhkan iman para pesertanya. Dalam retret bukan hanya dilaksanakan ibadah karismatik dengan lagu-lagu dan tarian karismatik tetapi juga doa YESUS yang merupakan tradisi doa para rahib dari Gereja Timur. Doa YESUS yang membutuhkan ketenangan dan keheningan untuk berkontemplasi di malam hari umumnya dapat diterima oleh semua pengikut agama Katolik. Sementara ibadah karismatik dengan bahasa roh, kesaksian, lagu-lagu dan tarian yang penuh sukacita masih diterima dengan perasaan aneh dan ragu-ragu oleh sebagian pengikut agama Katolik yang baru pertama kali ikut retret. Ciri lainnya yang khas dari retret di Carmel adalah penekanan pada bahasan Alkitab tanpa melupakan tradisi suci gereja (sakramen) dan ajaran gereja (magisterium). Karena itu, ajaran dalam retret di Carmel selalu diisi secara bergantian oleh para frater/suster Carmel, pastor paroki dan bahkan orang awam yang menjadi anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus. Cara-cara beribadah dan mengajar dalam berbagai retret di Carmel juga menarik para pengikut gereja lain di luar Gereja Katolik. Mereka bukan hanya menikmati cara beribadah yang sama seperti di gereja mereka tetapi juga belajar untuk memahami cara beribadah di Gereja Katolik seperti perayaan ekaristi dan doa-doa kontemplatif. Jadi, retret di Carmel seolah-olah menjadi gerakan eikumene bagi semua oraDeshi Ramadhani, SJ: Mungkinkah Karismatik sungguh Katolik?ng yang menjadi pengikut KRISTUS. (Referensi: , Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2008).



http://www.karismatikkatolik.org/Jawaban.asp?id=23


1. Pertanyaan : Apakah Gereja Karismatik Katholik menggunakan Band dlm puji-pujian ? Apakah Gereja ini mnegenal bahasa roh ? Ada berapa baptisan di Gereja ini? alamatnya dimana ya?




Jawaban :


Saya tidak menangkap pertanyaan Nicko ”Apa itu Gereja Kharismatik Katolik?”


Setahu saya tidak ada yang namanya Gereja Karismatik Katolik.


Apalagi alamatnya. Karena belum pernah ketemu dengan Gereja yang dimaksud, maka saya tidak tahu apakah ada bahasa rohnya, berapa baptisan.


Yang saya kenal ialah Gereja Katolik yang bersifat Universal dan Lokal. Dan dalam Gereja Katolik, diterima dan diakui  gerakan pembaruan kharismatik, sebagai berkat dan karunia bagi Gereja yang meresapi umat beriman !


Subroto Widjojo SJ


2. Syalom, saya seorang katolik yang pernah mengalami pencurahan ROH KUDUS beberapa tahun yang lalu. Setelah itu memang saya mengalami perubahan baik dalam kehidupan rohani saya meskipun jujur saja sebagai manusia kadang kehidupan rohani saya naik turun tapi saya ingin belajar banyak tuk mengenal kasih Tuhan. Dalam forum ini ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan al :

1. Apa beda karismatik katolik dengan aliran Kristen pantekosta ?

2. Pembaharuan karismatik katolik terbukti membawa pengaruh positif pada kehidupan umat tapi mengapa gereja katolik belum bisa menerima sepenuhnya pembaharuan tersebut ? Adakah yang dikhawatirkan ?

3. Bagaimanakakah kedudukan Alkitab (Firman Allah) bagi orang Katolik? Padahal dalam Ibrani 4:12 dikatakan Firman Allah itu hidup dan kuat lebih tajam dari pedang bermata dua manapun dst dan masih banyak ayat yang mendukung bahwa FA itu penuh kuasa misalnya Yoh 6:63.

4. Saya rindu berdoa tuk memuji dan menyembah Tuhan bersama2 umat lain tapi di tempat saya tidak ada PDKK. Apa yang bisa saya lakukan ?

5. Apa yang dimaksud menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran dan bagaimana caranya ?

6. Terimakasih atas jawabannya, mohon maaf pertanyaan saya banyak. Tuhan YESUS memberkati.



Jawaban :


Puji Tuhan kalau anda telah mengalami pencurahan Roh dan mengalami pula perubahan hidup yang mendalam, bukan hanya rohani saja tetapi juga sikap dan perilaku serta berkomitment untuk pelayanan !


1. Mengenai perbedaan pembaruan kharismatik katolik dengan aliran Kristen pentakosta, sebaiknya anda membaca sendiri saja buku Romo Deshi Ramadhani, SJ, yang berjudul ”Mungkinkah Karismatik sungguh Katolik?” – sebuah pencarian  (2007), terbitan Kanisius Yogyakarta. Di situ anda akan menemukan jawaban lebih dari  memuaskan dan sekaligus lebih membuat kita kritis !


2. Juga dalam buku Romo Deshi itu akan terjawab mengapa Gereja Katolik tidak bisa menerima sepenuhnya pembaruan tersebut. Tentu saja sejauh ajaran pentakostalisme itu bertentangan dengan Kitab Suci dan ajaran  serta Tradisi Gereja, ya mengapa Gereja Katolik harus menerima sepenuhnya ? Unsur-unsur yang baik yang selaras dengan Kitab Suci serta ajaran Gereja, mengapa kita tidak  menerimanya ? Kita mempunyai Magisterium dan Hirarkhi yang menjaga kesatuan. Kita tidak bisa menerima prinsip penafsiran bebas akan Kitab Suci yang kenyataannya menyebabkan terus berkelanjutan perpecahan Gereja sampai. YESUS berdoa untuk persatuan umat-Nya. ROH KUDUS bukanlah roh perpecahan tetapi Roh Kesatuan !


3. Bagi umat Kristen Katolik, Alkitab bersama Tradisi Gereja menjadi sumber iman. Firman Allah bagi umat Kristen katolik mewujud dalam tiga bentuk: pewartaan para rasul yang diteruskan umat beriman generasi berikutnya membangun Gereja; Firman Allah dalam Kitab Suci sebagai kesaksian normatif dan Firman Allah dalam pewartaan aktual Gereja sepanjang zaman.


Kita menerima dan percaya akan YESUS KRISTUS, maka kita menerima apa yang Ia ajarkan, wahyukan, lakukan dan hayati selama hidupnya dan menerima apa yang diwahyukan oleh-Nya kepada para rasul-Nya, yang terekam dalam Alkitab. Salah satu dokumen Konsili Vatikan II yang berujud Konstitusi Dogmatis tentang Firman Allah (Dei Verbum), dengan judul ”Wahyu Ilahi”. Dalam dokumen ini dijelaskan apa hakekat dan makna wahyu, bagaimana meneruskan wahyu, ilham dan penafsiran dan  Kitab Suci dalam kehidupan Gereja . ”Tiada mengenal Kitab Suci – tiada mengenal KRISTUS”. Itu semboyan St. Hieronimus yang dipakai oleh Umat Katolik.


Kelompok Evangelis –apalagi fundamentalis- berpandangan bahwa Umat Katolik tidak menghargai Kitab Suci. David B. Curie, seorang mantan evangelis, yang menulis buku ”Mengapa saya berpindah ke Katolik” mengatakan bahwa dulunya dirinya berpandangan juga demikianj. Tetapi sewaktu menyelidiki dan membuat survey ternyata dalam Ekaristi hari minggu, ia temukan bahwa dalam Gereja Katolik empat kali waktu yang digunakan untuk Kitab Suci daripada dalam gereja evangelis, banyak umat katolik yang membaca dan merenungkan Kitab Suci harian.Kitab Suci menjadi sumber dan acuan Liturgi Gereja, perayaan Sakramen-sakramen dan khususnya kotbah atau homili.  Malahan Luther , tokoh reformasi, (mantan katolik) juga mengucapkan terima kasih karena jasa (Tradisi) Gereja katolik, umat Kristen protestan menerima Kitab Suci seperti sekarang ini.


 4.  Mau ikut PD KK ? Silakan! Tetapi di mana anda berdomisili? Tanyakan pada pastor paroki atau umat setempat  di mana anda tinggal dan hidup menggereja ! Kalau di KAJ, silakan miliki buku Agenda Liturgi, 2008, yang berisi daftar PD, alamat dan jam berapa bertemu, daftar paroki-paroki KAJ dengan alamat dan jam-jam Misa. Hubungi saja Toko Buku Lumen di Duta Merlin, Jl. Gajah Mada, Jakarta Pusat !     


5.  Maksud dari  ”menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran”. Ini masalah tafsir. Baiknya ditanyakan kepada ahli tafsir Alkitab. Sejauh saya tahu, hal itu diambil dari peristiwa YESUS bertemu dengan wanita Samaria dan terjadilah dialog (Yoh  4: 21-24). Kita harus membaca dalam konteksnya dan tidak bisa begitu nyomot dari nas lalu mengartikannya. Yang jelas penyembahan zaman YESUS lebih berpusat pada tempat yakni Yerusalem bagi orang Yahudi, dan di ”gunung ini bagi orang Samaria. Karena Allah Bapa itu roh (pneuma)  maka kita menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran. Yang dimaksud bukannya hakikat Allah itu roh, melainkan  gambaran tindakan Allah  Bapa, kesucian dan transcendensi Allah. Maka bukan masalahnya menyembah dalam batin atau hati dibanding menyembah dalam ujud lahiriah. Dalam roh di sini bukan roh manusia, melainkan roh Allah atau ROH KUDUS. Di sini kita membicarakan masalah penyembahan (adorasi) kepada Allah Bapa (ayat 21) , maka penyembahan secara anak-anak Allah hanya mungkin dilaksanakan dalam ROH KUDUS (Rm 8: 15-16). Dan penyembah yang  sejati adalah yang dilahirkan dari Allah” (Yoh 1: 13), lewat ”air dan Roh” (Yoh 3:5) dan ”disucikan dalam kebenaran” (Yoh 17: 17.19). Dan mengenai kata ”kebenaran”, ini mengacu kepada pewahyuan yang dibawa oleh YESUS, yang berhubungan dengan Pribadi dan pewartaan-Nya. Karena tindakan ROH KUDUS-lah kebenaran KRISTUS itu hadir dan bergiat dalam  hati umat beriman (2 Yoh 2) , memberi inspirasi akan pelaksanaan  kasih sesama (1 Yoh 3: 18-19) dan merindukan akan kesucian (Yoh 17: 17-10). Maka roh dan kebenaran” seperti pada akhir dialog tiada lain ialah air yang YESUS katakan sebelumnya (Yoh 4:14-15). Maka penyembah sejati yang menantikan Mesias adalah yang diinspirasikan dan diberi santapan oleh pewahyuan YESUS dengan bimbingan Roh kebenaran: yakni penyembahan kepada Allah Bapa, bernyala atau khususnya  waktu berdoa dan ungkappan-ungkapan spontan dalam hati umat  beriman, di mana kebenaran itu menyalakannya!


6.  OK. Sama-sama ! Tuhan memberkati juga !


Subroto W,SJ


3. Pertanyaan: Syalom, saya salah seorang katolik yang telah menerima pencurahan ROH KUDUS beberapa tahun yang lalu dan menurut saya setelah peristiwa itu kehidupan rohani saya pelan-pelan mulai bertumbuh meskipun harus menghadapi banyak kendala tapi saya tidak pernah mundur karena saya ingin mengenal Tuhan YESUS lebih dan lebih lagi. Saya aktif ke gereja dan menerima komuni kudus tapi saya juga rindu memuji dan menyembah Tuhan seperti yang pernah saya alami di misa Rm. Yohanes Indrakusuma O.Carm di Puncak jadi saya lakukan sendirian atau bersama keluarga saya rindu bisa merasakan jamahan Tuhan yang memberi damai dan rasa bahagia yang tak terkatakan.

Yang ingin saya tanyakan dalam forum ini :

1.Mengapa gereja katolik belum bisa menerima gerakan karismatik dengan sepenuhnya ?

2.Dalam doa selain berdoa dengan bahasa lidah seringkali saya juga berdoa Bapa Kami maupun Kemulian tapi untuk doa Salam Maria saya tidak bisa mengucapkannya, kata-kata yang saya ucapkan pasti berubah dengan kalimat yang tak saya mengerti maksudnya. Kenapa hal itu bisa terjadi?

3. Terimakasih atas jawabannya, Tuhan YESUS memberkati.



Jawaban :Untuk Indmgt : Tanya : 1. Mengapa Gereja Katolik belum bisa menerima gerakan kharismatik katolik sepenuhnya ? JAWAB : Ada dua hal yang perlu diklarifikasi lebih dahulu: Apa/Siapa yang dimaksud dengan Gereja Katolik? Apa pengertian gerakan kharismatik ? Menurut sejarah Gerakan Pembaruan Karismatik Katolik memang baru dimulai sewaktu Paus Yohanes 23, berdoa agar terjadinya Pentakosta Baru; dan ini terjawab denghan diselenggarakannya Konsili Vatikan II (1963-1965). Dan ini lebih terjawab lagi dengan lahirnya gerakan karismatik katolik di Duchesne , USA (1967). Jadi Gereja Katolik merayakan 40 tahun hadirnya kharismatik katolik dalam Gereja sebagai institusi (2007) ; dan 1976, Uskup Leo Sukoto SJ, Uskup Agung Jakarta, yang mengundang dua yesuit untuk memberikan seminar tentang kharismatik katolik yang benar (bukan kharismatik ikut-ikutan); Di Jakarta, Badan Pelayanan Keuskupan Pembaruan Kharismatik Katolik KAJ tahun lalu merayakan hut ke -30. Dan Badan Pelayanan Nasional - Pembaruan Kharismatik Katolik Indonesia, tahun 2008, mau merayakan hut ke 25; Dan BPN PKKI ini didampingi oleh seorang Uskup yang ditunjuk oleh KWI; dan di tiap BPK di setiap keuskupan diusahakan para uskup menunjuk pastor moderator sebagai penasehat rohani. Dan tiap Persekutuan Doa (PD) di tiap paroki, pastor paroki adalah moderatornya. Dan di Vatikan sendiri pun ada International Charismatic Catholic Service . Munghkin anda hanya tidak tahu saja bahwa dengan restu Gereja lah pembaruan kharismatik katolik itu berkmebang di kalangan umat katolik. Tapi namanya devosi, maka pimpinan Gereja tidak bisa memaksa orang untuk menerima kharismatik katolik untuk umat katolik; dan tiap uskup setempat berhak menentukan kebijakannya masing-masing, apa umat di keukupannya siap menerimanya ?! Kedua, gerakan kharismatik belum diterima seluruhnya ! Itu benar, ya kita inginkan ialah tetap memiliki ciri kekatolikan sejati, tidak hanya ikut-ikutan import dari sekte-sekte. Dari sejarah kita mengenal pentakostalisme kuno dan pentakostalisme baru. Sejauh unsur gerakan kharismatik itu selaras dengan ajaran Kitab Suci, ajaran Gereja dan Tradisi suci yang telah ada sejak para rasul, tentu akan kita terima; tetapi kalau tidak ya mengapa harus menerimanya! Silakan membaca bukunya Romo Deshi Ramadhani SJ !!!! yang baru saja terbit ! 2. Memang sumbangan besar pembaruan karismatik katolik ialah umat yang mengikutinya cinta akan Kitab Suci dan lebih mudah untuk berdoa. Dan memang kita perlu memohon karunia-karunia ROH KUDUS, tetapi kita tidak bisa menuntut dan memerintah Allah harus begini dan begitu! Tuhan bebas /berkenan akan memberi karunia-Nya kepada kita. Maka salahlah kalau ada orang mengatakan orang karismatik katolik harus bisa berdoa dalam bahasa lidah (roh) - syukur kalau Tuhan berkenan memberinya dan kita terus memohonnya. Yang penting ialah merasa dijamah oleh Allah dan hidupnya berubah: bertobat dan lebih mau mau melayani !!!! Dan DOA ujudnya macam-macam; ada doa batin, doa lisan, doa pribadi dan doa syafaat, ada doa yang ditulis ada yang spontan, ada meditasi, ada kontemplasi, ada yang doa dengan diam saja saja mendengarkan bisikan Allah. Secara umum memang ada doa yang dilafalkan oleh Umat: Bapa Kami, Credo, Gloria, Doa Tobat, Doa Harapan, Doa Kasih, dsb. Doa Bapa Kami ada dalam Kitab Suci, demikian pula Doa Salam Maria, berasal dari ayat-ayat Kitab Suci. Kalau sampai ada orang melafal Salam Maria sampai kacau, berarti ada gangguan psikis dalam hubungannya dengan Ibu Maria - yang mungkin ada ketidak beresan hubungannya dengan ibunya sendiri, sebagai mana ada orang yang menolak berdoa Bapa kami karena mengalami bapanya sendiri dalam hidup sehari-hari yang kejam dan keras. Atau memang karena pengaruh ajaran sekte yang menolak mengormati Maria, bisa saja secara psikologis lalu gak mau dan tak bisa mengcuapakan Doa Salam Maria, karena salah faham salah informasi tentang ajaran Gereja yang benar mengenai Maria. Tetapi Maria tidak membutuhkan kita tetapi kita yang membutuhkan Maria. Dia secara khusus dipilih oleh Allah, disembah oleh Gabriel dan dicintai oleh YESUS. Itu lebih dari cukup. Memang YESUS mengatakan kepada Yohanes yang mewakili kita, Ini Ibu-mu! Dia ibu para rasul ibu para murid YESUS. Anda murid YESUS ?


Subroto Widjojo SJ


4. Pertanyaan :Apakah karunia karismatik dapat hilang secara tiba2 ? Di mana saya dapat menemukan pembimbing rohani ttg karunia roh ? Karena di paroki saya tidak ada orang yang cukup tertarik dengan karismatik...


Jawaban : Jawabannya: Bisa saja hilang, karena itu karunia Tuhan yang anugerahkan. Kalau mau bimbingan tentang karunia, bagi yang di Jakarta bisa berkonsultasi ke Pusat Pelayanan Konseling dan Konsultasi Psikologis SHEKINAH di Gedung Duta Merlin Blok B-43, Jl Gajahmada 3-5, Jakarta Pusat.


Subroto Widjojo SJ

Saya berdasarkan SOLA SCRIPTURA


Kisah Para Rasul
2:4 Maka penuhlah mereka dengan ROH KUDUS, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.
2:5 Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit.
2:6 Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri.
2:7 Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: "Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea?
2:8 Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita:
2:9 kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia,
2:10 Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma,
2:11 baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah."


jadi saya menyarankan:


1Yoh 4:1 Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia.
2Kor 11:14 Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang.


Ada masalah?


Karena sepanjang saya ikut kebaktian orang2 yang mengklaim BISA BERBAHASA ROH, mereka hanya ber"lilililililililililili........" atau "lieolieolieolieolieo.........."


Berbeda dengan Firman Tuhan yaitu:


Kis 2:8 Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita:


Jadi, yang benar mana neh?





Karena dalam Alkitab maupun Tradisi Suci HARUS ADA campur tangan RASUL


Ibrani
6:1 Sebab itu marilah kita tinggalkan asas-asas pertama dari ajaran tentang KRISTUS dan beralih kepada perkembangannya yang penuh. Janganlah kita meletakkan lagi dasar pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, dan dasar kepercayaan kepada Allah,
6:2 yaitu ajaran tentang pelbagai pembaptisan, penumpangan tangan, kebangkitan orang-orang mati dan hukuman kekal.
6:3 Dan itulah yang akan kita perbuat, jika Allah mengizinkannya


Kisah Para Rasul
8:15 Setibanya di situ kedua rasul itu berdoa, supaya orang-orang Samaria itu beroleh ROH KUDUS.
8:16 Sebab ROH KUDUS belum turun di atas seorangpun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan YESUS.
8:17 Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima ROH KUDUS.


2:41 Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.
2:42 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan.


4:36 Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus.
4:37 Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul.


6:3 Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu,
6:4 dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman."
6:5 Usul itu diterima baik oleh seluruh jemaat, lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan ROH KUDUS, dan Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus, seorang penganut agama Yahudi dari Antiokhia.
6:6 Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka.
6:7 Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya.


8:38 Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia.
8:39 Dan setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sida-sida itu tidak melihatnya lagi. Ia meneruskan perjalanannya dengan sukacita.
8:40 Tetapi ternyata Filipus ada di Asdod. Ia berjalan melalui daerah itu dan memberitakan Injil di semua kota d  sampai ia tiba di Kaisarea.


9:16 Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku 4 ."
9:17 Lalu pergilah Ananias ke situ dan masuk ke rumah itu. Ia menumpangkan tangannya ke atas Saulus, katanya: "Saulus, saudaraku, Tuhan YESUS, yang telah menampakkan diri kepadamu di jalan yang engkau lalui, telah menyuruh aku kepadamu, supaya engkau dapat melihat lagi dan penuh dengan ROH KUDUS."
9:18 Dan seketika itu juga seolah-olah selaput gugur dari matanya, sehingga ia dapat melihat lagi. Ia bangun lalu dibaptis.




masih ada di Timotius dll mengenai penumpangan tangan,


Semuanya menceritakan satu hal yaitu, PENUMPANGAN TANGAN oleh PARA RASUL


BAHKAN Paulus DAN 7 orang yang diutuspun HARUS MENDAPATKAN PENUMPANGAN TANGAN PARA RASUL


PENUMPANGAN TANGAN PARA RASUL---> APOSTOLIK


APOSTOLIK Hanya ada di Gereja Katolik baik Vatican maupun Orthodox


ROH KUDUS hadir bersama Warisan Apostolik


Apostolik atau penumpangan tangan warisan para Rasul,


silahkan lihat ini:


Kisah Para Rasul
8:16 Sebab ROH KUDUS belum turun di atas seorangpun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan YESUS.
8:17 Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima ROH KUDUS.
6:3 Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu,
6:4 dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman."
6:5 Usul itu diterima baik oleh seluruh jemaat, lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan ROH KUDUS, dan Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus, seorang penganut agama Yahudi dari Antiokhia.
6:6 Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka.


Walaupun percaya namun karena belum mendapat penumpangan tangan belum pantas dan belum dipenuhi oleh ROH KUDUS


Jadi bukan hanya karena percaya, namun APOSTOLIK

Roma 8:26. Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. 8:27 Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus.


1Korintus 14:2 Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah.Sebab tidak ada seorangpun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia.


1Korintus 14:4 Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun Jemaat.


Yudas 1:20 Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam ROH KUDUS.




Disuruh berdoa dalam/ke ROH KUDUS, bukan disuruh berbahasa Rohlah bro


Bahasa Roh untuk diri sendiri dan bukan untuk penginjilan atau keselamatan,


Tanpa bahasa Roh, ROH KUDUS tetap hadir dan bekerja dalam diri kita, ROH KUDUS turun kepada kita karena penumpangan tangan, bukan karena bahasa Roh


Jadi, yang menjadi pegangan Umat Kristen adalah:


Kasih, Kasih dan Kasih

Bahasa Lidah atau Bahasa Roh tidak penting untuk keselamatan, yang penting adalah buah-buah dari ROH KUDUS afro




Mengenai bahasa Roh, kami TIDAK MENOLAK adanya bahasa Roh, namun karena TIDAK PENTING BAGI KESELAMATAN, maka kami TIDAK MEMPEDULIKAN hal tersebut, sebab ROH KUDUS HADIR BUKAN KARENA BAHASA ROH, namun karena IMAN, PENGHARAPAN dan KASIH.


Kis 10:43 Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya."
Kis 10:44. Ketika Petrus sedang berkata demikian, turunlah ROH KUDUS ke atas semua orang yang mendengarkan pemberitaan itu.

Kis 2:1 Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul u  di satu tempat.
Kis 2:4 Maka penuhlah mereka dengan ROH KUDUS,
Kis 2:14 Maka bangkitlah Petrus berdiri dengan kesebelas rasul itu, dan dengan suara nyaring ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang Yahudi dan kamu semua yang tinggal di Yerusalem, ketahuilah dan camkanlah perkataanku ini.

"16 Kata YESUS pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata YESUS kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
17 Kata YESUS kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena YESUS berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata YESUS kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." (Yoh 21:16-17)

"18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku (Gereja-Ku) dan alam maut tidak akan menguasainya. 19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Mt 16:18-19)

Para Rasul (terutama St Petrus yang memegang Kunci Surga) dan Bunda Maria (Salam Maria kepada Elisabeth dan Zakharia)lah yang dipercayakan oleh TUHAN YESUS untuk menetapkan orang2 yang akan mendapatkan ROH KUDUS, termasuk "hanya mendengar" SUARA MEREKA

Jadi, selain Petrus dan Maria, semuanya WAJIB PENUMPANGAN TANGAN

Kis 11:15 Dan ketika aku mulai berbicara, turunlah ROH KUDUS ke atas mereka, sama seperti dahulu ke atas kita.



Bahasa ROH yang didapat oleh Para Rasul ketika mendapat "KEPENUHAN ROH KUDUS" pada Hari Pentacosta, mereka berbicara dalam bahasa dari berbagai suku 

Kisah Para Rasul
2:4 Maka penuhlah mereka dengan ROH KUDUS, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.
2:5 Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit.
2:6 Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri.
2:7 Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: "Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea?
2:8 Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita:
2:9 kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia,
2:10 Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma,
2:11 baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah."

Apakah roh yang anda punya "BERBEDA" dengan ROH KUDUS yang diterima oleh para Rasul? 

1Kor. 14:5   Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh, tetapi lebih dari pada itu, supaya kamu bernubuat. Sebab orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga menafsirkannya, sehingga Jemaat dapat dibangun.
1Kor. 14:6   Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran?
1Kor. 14:9   Demikianlah juga kamu yang berkata-kata dengan bahasa roh: jika kamu tidak mempergunakan kata-kata yang jelas, bagaimanakah orang dapat mengerti apa yang kamu katakan? Kata-katamu sia-sia saja kamu ucapkan di udara!
1Kor. 14:13   Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya.
1Kor. 14:19   Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh.
1Kor. 14:22   Karena itu karunia bahasa roh adalah tanda, bukan untuk orang yang beriman, tetapi untuk orang yang tidak beriman; sedangkan karunia untuk bernubuat adalah tanda, bukan untuk orang yang tidak beriman, tetapi untuk orang yang beriman.
1Kor. 14:27   Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya.
1Yoh  4:1 Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia.
2Kor  11:14 Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang.

Hmmmmmmmm........... Bahasa Roh, apakah anda-anda yang berbahasa Roh sudah benar? Lihat guidance dari Alkitab diatas

Kebanyakan, Misa dari PDKK melanggar aturan Liturgy:



Arti liturgi

Liturgi (leitourgia) pada awalnya berarti “karya publik”. Dalam sejarah perkembangan Gereja, liturgi diartikan sebagai keikutsertaan umat dalam karya keselamatan Allah. Di dalam liturgi, Kristus melanjutkan karya Keselamatan di dalam, dengan dan melalui Gereja-Nya. Dalam kitab Perjanjian Baru, yaitu Surat kepada Jemaat di Ibrani, kata leitourgiadan leitourgein disebut 3 kali (lih. Ibr 8:6; 9:21; 10:11) yang mengacu kepada pelayanan imamat Kristus.
Maka, liturgi merupakan wujud pelaksanaan tugas Kristus sebagai Imam Agung, di mana Kristus menjadi Pengantara satu-satunya antara manusia kepada Allah Bapa, dengan mengorbankan diri-Nya sekali untuk selama-lamanya (lih. Ibr 9:12; 1 Tim 2:5). Korban Kristus yang satu-satunya inilah yang dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus, dalam perayaan Ekaristi. Dengan demikian, liturgi merupakan penyembahan Kristus kepada Allah Bapa di dalam Roh Kudus, dan dalam melakukan penyembahan ini, Kristus melibatkan TubuhNya, yaitu Gereja. Karena itu, liturgi merupakan karya bersama antara Kristus-Sang Kepala, dan Gereja yang adalah Tubuh Kristus, sehingga tidak ada kegiatan Gereja yang lebih tinggi nilainya daripada liturgi karena di dalam liturgi terwujudlah persatuan yang begitu erat antara Kristus dengan Gereja sebagai ‘Mempelai’-Nya dan Tubuh-Nya sendiri.
Jadi definisi liturgi, menurut Paus Pius XII dalam surat ensikliknya tentang Liturgi Suci,Mediator Dei, menjabarkankan definisi liturgi sebagai berikut:
“Liturgi adalah ibadat publik yang dilakukan oleh Penebus kita sebagai Kepala Gereja kepada Allah Bapa dan juga ibadat yang dilakukan oleh komunitas umat beriman kepada Pendirinya [Kristus], dan melalui Dia kepada Bapa. Singkatnya, liturgi adalahibadat penyembahan yang dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Kristus secara keseluruhan, yaitu Kepala dan anggota-anggotanya.”
atau menurut Rm. Emanuel Martasudjita, Pr, “Liturgi adalah perayaan misteri karya keselamatan Allah di dalam Kristus, yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus, Sang Imam Agung, bersama Gereja-Nya di dalam ikatan Roh Kudus.”

Partisipasi aktif dan sadar

Karena liturgi merupakan perayaan karya keselamatan yang dilakukan oleh Kristus dalam kesatuan dengan Gereja-Nya, maka kita yang adalah anggota- anggota-Nya harus turut mengambil bagian secara aktif di dalam liturgi. Mengapa? Karena liturgi dimaksudkan sebagai karya Kristus dengan melibatkan kita anggota- anggota-Nya, yaitu karya keselamatan Allah yang diperoleh melalui Misteri Paska Kristus, yaitu: wafat, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke surga. Kita disatukan dalam Misteri Paska Kristus ini, dengan membawa persembahan hidup kita ke hadapan Allah, dan dengan inilah kita menjalankan martabat Pembaptisan kita sebagai umat pilihan Allah.
Redemptionis Sacramentum (RS) 36     Perayaan Misa, sebagai karya Kristus serta Gereja, merupakan pusat seluruh hidup Kristiani, baik untuk Gereja universal maupun untuk Gereja partikular, dan juga untuk tiap-tiap orang beriman, yang terlibat di dalamnya “pada cara-cara yang berbeda-beda sesuai dengan keanekaragaman jenjang, pelayanan dan partisipasi nyata.” Dengan cara ini umat Kristiani, “bangsa terpilih, imamat rajawi, bangsa yang kudus, milik Allah sendiri”, menunjukkan jenjang-jenjangnya menurut susunan hirarki yang rapih. “Adapunimamat umum kaum beriman dan imamat jabatan atau hirarkis, kendati berbeda hakekatnya dan bukan hanya tingkatannya, saling terarahkan. Sebab keduanyadengan cara khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus.”
RS 37     Maka itu partisipasi kaum beriman awam dalam Ekaristi dan dalam perayaan-perayaan gerejawi lain, tidak boleh merupakan suatu kehadiran melulu, apalagi suatu kehadiran pasif, sebaliknya harus sungguh dipandang sebagai suatu ungkapan iman dan kesadaran akan martabat pembaptisan.
Partisipasi secara aktif dan sadar ini terlihat dari keikutsertaan umat dalam aklamasi-aklamasi yang diserukan oleh umat, jawaban-jawaban tertentu, lagu-lagu mazmur dan kidung, gerak-gerik penghormatan, menjaga keheningan yang suci pada saat-saat tertentu, dan adanya rubrik-rubrik untuk peranan umat. Di samping itu peluang partisipasi umat dapat diwujudkan dalam pemilihan lagu-lagu, doa-doa, pembacaan teks Kitab Suci, dan dekorasi gereja. Keikutsertaan umat ini tujuannya adalah untuk semakin meningkatkan penghayatan akan sabda Allah dan misteri Paska Kristus yang sedang dirayakan (lih. RS 39). Namun demikian, di atas semua itu, partisipasi aktif dan sadar ini menyangkut sikap batin, yang semakin menghayati dan mengagumi makna perayaan Ekaristi:
RS 40   Akan tetapi, meskipun perayaan liturgis menuntut partisipasi aktif semua orang beriman, belum tentu berarti bahwa setiap orang harus melakukan kegiatan konkrit lain di samping tindakan dan gerak-gerik umum, seakan-akan setiap orang wajib melakukan satu tugas khusus dalam perayaan Ekaristi. Sebaliknya, melalui instruksi katekis harus diusahakan dengan tekun untuk memperbaiki pendapat-pendapat serta praktek-praktek yang dangkal itu, yang selama beberapa tahun terakhir ini sering terjadi. Katekese yang benar akan menanam kembali dalam hati seluruh orang Kristiani kekaguman akan mulianya serta agungnya misteri iman, yakni Ekaristi…. seluruh hidup Kristiani yang mendapat kekuatan daripadanya dan sekaligus tertuju kepadanya….
Tentang sikap batin ini, Redemptionis Sacramentum mengajarkan:
“Maka, haruslah menjadi jelas buat semua, bahwa Tuhan tidak dapat dihormati dengan layak kecuali pikiran dan hati diarahkan kepada-Nya…. (RS 26) Oleh karena itu, ….. semua umat harus sadar bahwa untuk mengambil bagian di dalam kurban Ekaristi adalah tugas dan martabat mereka yang utama. Dan maka bahwa bukan dengan cara yang pasif dan asal-asalan/malas, melantur dan melamun, tetapi dengan cara penuh perhatian dan konsentrasi, mereka dapat dipersatukan dengan se-erat mungkin dengan Sang Imam Agung, sesuai dengan perkataan Rasul Paulus, “Hendaklah kamu menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Flp 2:5) Dan bersama dengan Dia dan melalui Dia hendaklah mereka membuat persembahan, dan di dalam kesatuan dengan Dia, biarlah mereka mempersembahkan diri mereka sendiri (RS 80). “….menaruh pikiran yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” mensyaratkan bahwa semua orang Kristen harus mempunyai, sedapat mungkin secara manusiawi,sikap batin yang sama dengan yang telah terdapat pada Sang Penebus ilahi ketika Ia mempersembahkan Diri-Nya sebagai korban. Artinya mereka harus mempunyai sikap kerendahan hati, memberikan penyembahan, hormat, pujian dan syukur kepada Tuhan yang Maha tinggi dan maha besar. Selanjutnya, artinya mereka harus mengambil sikap seperti halnya sebagai kurban, [yaitu] bahwa mereka menyangkal diri mereka sendiri sebagaimana diperintahkan di dalam Injil, bahwa mereka dengan sukarela dan dengan kehendak sendiri melakukan pertobatan dan tiap-tiap orang membenci dosa-dosanya dan membayar denda dosanya. Dengan kata lain mereka harus mengalami kematian mistik dengan Kristus di kayu salib, sehingga kita dapat menerapkan kepada diri kita sendiri perkataan Rasul Paulus, “Aku telah disalibkan dengan Kristus” (Gal 2:19) (RS, 81)
“…. Jelaslah penting bahwa ritus kurban persembahan yang diucapkan secara kodrati, menandai penyembahan yang ada di dalam hati. Kini kurban Hukum yang Baru menandai bahwa penyembahan tertinggi di mana Sang Kepala yang mempersembahkan diri-Nya, yaitu Kristus, dan di dalam kesatuan dengan Dia dan melalui Dia, semua anggota Tubuh Mistik-Nya memberi kepada Tuhan penghormatan dan sembah sujud yang layak bagi-Nya. (RS 93)…. Agar persembahan di mana umat beriman mempersembahkan Kurban ilahi di dalam kurban ini kepada Bapa Surgawi memperoleh hasil yang penuh, adalah penting bahwa orang-orang menambahkan….persembahan diri mereka sendiri sebagai kurban (RS 98). Maka semua bagian liturgi, akan menghasilkan di dalam hati kita keserupaan dengan Sang Penebus ilahi melalui misteri salib, menurut perkataan Rasul Paulus, “Aku telah disalibkan dengan Kristus. Aku hidup namun bukan aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Gal 2:19-20) Jadi kita menjadi kurban…. bersama dengan Kristus, untuk semakin memuliakan Bapa yang kekal.” (RS 102)

Penyesuaian liturgi bertujuan untuk meningkatkan peran serta para peraya secara aktif

Liturgi, sebagai karya Gereja (karya Kristus dan anggota-anggota-Nya) mengalami perkembangan dan penyesuaian; dan hal ini kita lihat dalam sejarah Gereja. Sebab bagaimanapun, liturgi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Gereja, dan karena itu segala bentuk penyesuaiannya harus semakin mendorong partisipasi umat di dalamnya dan mengarahkan umat kepada peningkatan penghayatan akan maknanya yang luhur.
Romo Boli Ujan SVD, seorang pakar liturgi di tanah air dan salah seorang narasumber di situs ini, pernah menulis di artikel tentang Penyesuaian dan Inkulturasi liturgi, silakan klik, demikian:
“Arah penyesuaian liturgi dari pihak para peraya sekaligus mengingatkan kita akan tujuan dari penyesuaian liturgi yaitu agar para peraya dapat dengan mudah dan jelas serta aktif mengambil bagian dalam perayaan. Dengan demikian kita lebih mampu memahami tindakan Tuhan dan bersyukur kepada-Nya. …. Liturgi adalah perayaan pertemuan antara Allah dengan manusia dan antara anggota persekutuan satu sama lain yang disatukan dalam Allah. Kehadiran Allah dalam liturgi ini merupakan hal pokok yang tidak dapat digantikan oleh yang lain. Inilah yang membuat keseluruhan suasana perayaan menjadi kudus dan berbeda dengan suasana profan…..
[Namun] Sering penyesuaian liturgi dipandang sebagai kegiatan satu arah saja yaitu upaya dari pihak Allah dan para petugas khusus untuk membuat liturgi itu menjadi relevan dan sesuai dengan para peraya. Padahal liturgi merupakan pertemuan antara Allah dan manusia, dalamnya terjadi dialog bukan monolog. Liturgi sebagai karya Allah ditanggapi oleh para peraya. Maka penyesuaian dari pihak Allah dan para petugas khusus dalam liturgi perlu ditanggapi oleh semua peraya. Dalam liturgi manusia harus berusaha menyesuaikan diri dengan Allah serta rencana-rencana-Nya, dan menyesuaikan diri dengan pedoman-pedoman liturgi terutama pedoman umum mengenai hal-hal pokok dan penting yang dipandang sebagai unsur pembentuk liturgi. Arah penyesuaian terakhir sering kurang mendapat perhatian dalam pembicaraan mengenai pokok ini, sebab yang lebih diutamakan dalam diskusi dan proses penyesuaian liturgi adalah segala upaya membuat liturgi itu sesuai atau cocok untuk para peraya. Kalau demikian penyesuaian liturgi menjadi pincang.”

Beberapa Pelanggaran Liturgi dalam Perayaan Ekaristi

Setelah kita mengetahui pengertian tentang liturgi, mari kita lihat bersama adanya pelanggaran-pelanggaran yang umum terjadi di dalam liturgi Perayaan Ekaristi, yang biasanya didasari oleh kekurangpahaman ataupun ketidakseimbangan dialog antara pihak Allah dan pihak peraya. Dewasa ini, ada kecenderungan untuk terlalu mengikuti kehendak para peraya, sampai mengesampingkan apa yang sebenarnya menjadi hal prinsip yang menjadi kehendak Allah, atau yang selayaknya diberikan kepada Allah sebagai ungkapan penghargaan kita akan Misteri Paska yang kita rayakan dalam liturgi. Kekurangpahaman ataupun ketimpangan penyesuaian dalam liturgi ini melahirkan banyak pelanggaran-pelanggaran, dan berikut ini adalah beberapa contohnya:

Pelanggaran sehubungan dengan persiapan batin sebelum mengikuti Misa Kudus:

1. Tidak berpuasa sedikitnya sejam sebelum menerima Komuni
Seharusnya:
KHK Kan. 919
§ 1 Yang akan menerima Ekaristi Mahakudus hendaknya berpantang dari segala macam makanan dan minuman selama waktu sekurang-kurangnya satu jam sebelum komuni, terkecuali air semata-mata dan obat-obatan.
Maksud puasa sebelum Komuni tentu adalah untuk semakin menyadarkan kita bahwa yang akan kita santap dalam Ekaristi adalah bukan makanan biasa, namun adalah Tuhan sendiri: yaitu Kristus Sang Roti Hidup, yang dapat membawa kita kepada kehidupan kekal (lih. Yoh 6:56-57)
2. Menggunakan pakaian yang tidak/ kurang sopan ke gereja, datang terlambat,ngobrol, berBBM/ SMS di gereja, makan dan minum di dalam gereja, terutama anak- anak, anggota koor yang minum sebelum/ sesudah bertugas, umat saat menunggu dimulainya perayaan Ekaristi.
Seharusnya:
KGK 1387 ….Di dalam sikap (gerak-gerik, pakaian) akan terungkap penghormatan, kekhidmatan, dan kegembiraan yang sesuai dengan saat di mana Kristus menjadi tamu kita. (CCC 1387 …. Bodily demeanor (gestures, clothing) ought to convey the respect, solemnity, and joy of this moment when Christ becomes our guest)
Sudah sewajarnya dan sepantasnya jika kita memberikan penghormatan kepada Allah yang kita jumpai di dalam liturgi. Jika sikap seenaknya tidak kita lakukan jika kita sedang bertemu bapak Presiden, maka selayaknya kita tidak bersikap demikian kepada Tuhan yang kita jumpai di gereja.
3. Tidak memeriksa batin, namun tetap menyambut Komuni meskipun dalam keadaan berdosa berat
Seharusnya:
RS 81    Kebiasaan sejak dahulu kala menunjukkan bahwa setiap orang harus memeriksa batinnya dengan mendalam, dan bahwa setiap orang yang sadar telah melakukan dosa berat tidak boleh menyambut Tubuh Tuhan kalau tidak terlebih dahulu menerima Sakramen Tobat, kecuali jika ada alasan berat dan tidak tersedia kemungkinan untuk mengaku dosa; dalam hal itu ia harus ingat bahwa ia harus membuat doa tobat sempurna, dan dalam doa ini dengan sendirinya tercantum maksud untuk mengaku dosa secepat mungkin (lih. KGK 1385, KHK Kan 916, Ecclesia de Eucharistia, 36) 
Dosa berat memisahkan kita dari Kristus, dan karena itu untuk bersatu dengan-Nya kita harus meninggalkan dosa tersebut, dan mengakukannya di dalam sakramen Tobat. Contoh dosa berat ini misalnya jika hidup dalam perkawinan yang tidak sah menurut hukum Gereja Katolik, atau hidup dalam perzinahan/ percabulan, atau dalam keadaan kecanduan obat-obatan, dst. Kekecualian akan “adanya alasan berat dan tidak tersedia kemungkinan mengaku dosa”, contohnya adalah bahaya maut, atau jika tinggal di daerah terpencil di mana Komuni dibagikan oleh seorang asisten imam dalam waktu sekian minggu sekali.

Pelanggaran dalam bagian- bagian Misa Kudus:

1. Mazmur Tanggapan digantikan dengan lagu rohani lainnya
Seharusnya:
Redemptoris Sacramentum (RS) 62    “Tidak juga diperkenankan meniadakan atau menggantikan bacaan-bacaan Kitab Suci yang sudah ditetapkan, atas inisiatif sendiri, apalagi “mengganti bacaan dan Mazmur Tanggapan yang berisi Sabda Allah, dengan teks-teks lain yang bukan dari Kitab Suci.” (lih. juga PUMR 57)
Katekismus mengajarkan bahwa kehadiran Kristus dalam Perayaan Ekaristi nyata dalam: 1) diri imamnya; 2) secara khusus dalam rupa roti dan anggur; 3) dalam sabda Allah (bacaan-bacaan Kitab Suci); 4) dalam jemaat yang berkumpul (lih. KGK 1088). Nah sabda Allah yang dimaksud di sini adalah bacaan di dalam Liturgi Sabda, dan ini termasuk bacaan Mazmur pada hari itu.
Selanjutnya tentang pembahasan topik ini, klik di sini.
2. Ordinarium digantikan dengan lagu- lagu lain dengan teks yang berbeda, yang tidak sama dengan yang sudah disahkan KWI.
RS 59    Di sana-sini terjadi bahwa Imam, Diakon atau umat dengan bebas mengubahkan atau menggantikan teks-teks liturgi suci yang harus mereka bawakan. Praktek yang amat tidak baik ini harus dihentikan. Karena dengan berbuat demikian, perayaan Liturgi Suci digoyahkan dan tidak jarang arti asli liturgi dibengkokkan.
Seharusnya:
PUMR 393    Perlu diperhatikan pentingnya nyanyian dalam Misa sebagai bagian utuh dari liturgi. Konferensi Uskuplah yang berwenang mengesahkan lagu-lagu yang serasi, khususnya untuk teks-teks Ordinarium, jawaban dan aklamasi umat, dan untuk ritus-ritus khusus yang diselenggarakan dalam kurun tahun liturgi….
Rumusan Ordinarium merupakan pernyataan iman Gereja yang sifatnya baku, sehingga tidak selayaknya diubah-ubah atas kehendak pribadi.
3. Kurangnya saat hening.
Seharusnya:
PUMR 45    Beberapa kali dalam Misa hendaknya diadakan saat hening. Saat hening juga merupakan bagian perayaan, tetapi arti dan maksudnya berbeda-beda menurut makna bagian yang bersangkutan. Sebelum pernyataan tobat umat mawas diri, dan sesudah ajakan untuk doa pembuka umat berdoa dalam hati. Sesudah bacaan dan homili umat merenungkan sebentar amanat yang didengar. Sesudah komuni umat memuji Tuhan dan berdoa dalam hati.
Bahkan sebelum perayaan Ekaristi, dianjurkan agar keheningan dilaksanakan dalam gereja, di sakristi, dan di area sekitar gereja, sehingga seluruh umat dapat menyiapkan diri untuk melaksanakan ibadat dengan cara yang khidmat dan tepat.
PUMR 56    Liturgi Sabda haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga mendorong umat untuk merenung. Oleh karena itu, setiap bentuk ketergesa-gesaan yang dapat mengganggu permenungan harus sungguh dihindari. Selama Liturgi Sabda, sangat cocok disisipkan saat hening sejenak, tergantung pada besarnya jemaat yang berhimpun. Saat hening ini merupakan kesempatan bagi umat untuk meresapkan sabda Allah, dengan dukungan Roh Kudus, dan untuk menyiapkan jawaban dalam bentuk doa. Saat hening sangat tepat dilaksanakan sesudah bacaan pertama, sesudah bacaan kedua, dan sesudah homili.
4. Diizinkannya seorang awam untuk berkhotbah/ memberikan kesaksian di dalam homili  (misalnya untuk mengisi homili Minggu Panggilan, homili di misa requiem, ataupun kesempatan khusus lainnya).
Seharusnya:
RS 64    Homili yang diberikan dalam rangka perayaan Misa Kudus, dan yang merupakan bagian utuh dari liturgi itu “pada umumnya dibawakan oleh Imam perayaan. Ia dapat menyerahkan tugas ini kepada salah seorang imam konselebran, atau kadang-kadang, tergantung situasi, kepada diakon, tetapi tidak pernah kepada seorang awam….”
RS 66    Larangan terhadap orang awam untuk berkhotbah dalam Misa, berlaku juga untuk para seminaris, untuk mahasiswa teologi dan untuk orang yang telah diangkat dan dikenal sebagai “asisten pastoral”; tidak boleh ada kekecualian untuk orang awam lain, atau kelompok, komunitas atau perkumpulan apa pun.
RS 74    Jika dipandang perlu bahwa kepada umat yang berkumpul di dalam gereja, diberi instruksi atau kesaksian tentang hidup Kristiani oleh seorang awam, maka sepatutnya hal ini dibuat di luar Misa. Akan tetapi jika ada alasan kuat, maka dapat diizinkan bahwa suatu instruksi atau kesaksian yang demikian disampaikan setelah Doa sesudah Komuni. Namun hal ini tidak boleh menjadi kebiasaan. Selain itu, instruksi atau kesaksian itu tidak boleh bercorak seperti sebuah homili, dan tidak boleh homili dibatalkan karena ada acara dimaksud.
RS 67 Perlulah diperhatikan secara khusus, agar homili itu sungguh berdasarkan misteri-misteri penebusan, dengan menguraikan misteri-misteri iman serta patokan hidup Kristiani, bertitik tolak dari bacaan-bacaan Kitab Suci serta teks-teks liturgi sepanjang tahun liturgi, dan juga memberi penjelasan tentang bagian umum (Ordinarium) maupun bagian khusus (Proprium) dala Misa ataupun suatu perayaan gerejawi lain…..
5. Pemberian Salam Damai yang dilakukan terlalu meriah dan panjang, sampai imam turun dari panti imam.
Seharusnya:
RS 71    Perlu mempertahankan kebiasaan seturut Ritus Romawi, untuk saling menyampaikan salam damai menjelang Komuni. Sesuai dengan tradisi Ritus Romawi, kebiasaan ini bukanlah dimaksudkan sebagai rekonsiliasi atau pengampunan dosa, melainkan mau menyatakan damai, persekutuan dan cinta sebelum menyambut Ekaristi Mahakudus. Segi rekonsiliasi antara umat yang hadir lebih diungkapkan dalam upacara tobat pada awal Misa, khususnya dalam rumus pertama.
RS 72    “Salam damai hendaknya diberikan oleh setiap orang hanya kepada mereka yang terdekat dan dengan suatu cara yang pantas.” “Imam boleh memberikan salam damai kepada para pelayan, namun tidak meninggalkan panti imam agar jalannya perayaan jangan terganggu….”
Salam Damai perlu dipertahankan, hanya hal dinyanyikan atau tidak, itu tidak secara eksplisit dinyatakan di dalam dokumen Gereja. Bagi yang memilih untuk menyanyikannya, dasarnya karena menganggap bahwa nyanyian itu merupakan cara menyampaikan damai. Sedangkan yang tidak menyanyikannya, kemungkinan menganggap bahwa hal dinyanyikannya Salam Damai tidak eksplisit disyaratkan dalam dokumen Gereja, dan karena jika dinyanyikan malah dapat mengganggu pusat perhatian saat itu yang seharusnya difokuskan kepada Kristus. Jika kelak ingin diseragamkan, maka pihak KWI-lah yang berwenang untuk menentukan apakah Salam Damai ini akan dinyanyikan atau tidak dinyanyikan.

Pelanggaran dalam hal penerimaan Komuni:

1. Umat mencelupkan sendiri Hosti ke dalam piala anggur.
Seharusnya:
RS 94     Umat tidak diizinkan mengambil sendiri- apalagi meneruskan kepada orang lain- Hosti Kudus atau Piala kudus.
RS 104     Umat yang menyambut, tidak diberi izin untuk mencelupkan sendiri hosti ke dalam piala; tidak boleh juga ia menerima hosti yang sudah dicelupkan itu pada tangannya…..
PUMR 160     Umat tidak diperkenankan mengambil sendiri roti kudus atau piala, apalagi saling memberikannya antar mereka. Umat menyambut entah sambil berlutut atau sambil berdiri, sesuai dengan ketentuan Konferensi Uskup…
Pada hakekatnya Komuni adalah sesuatu yang “diberikan” oleh Kristus: “Terimalah dan makanlah inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagi-Mu…. Terimalah dan minumlah, inilah darah-Ku yang ditumpahkan bagimu….”. Jadi bukan sesuatu yang dapat diambil sendiri.
2. Pengantin saling menerimakan Komuni.
Seharusnya, tidak boleh:
RS 94     Umat tidak diizinkan mengambil sendiri- apalagi meneruskan kepada orang lain- Hosti Kudus atau Piala kudus. Dalam konteks ini harus ditinggalkan juga penyimpangan di mana kedua mempelai saling menerimakan Komuni dalam misa perkawinan.
Ekaristi kudus adalah kurban Kristus, dan diberikan oleh Kristus (melalui imam ataupun petugas pembagi Komuni tak lazim yang diberi tugas tersebut), sehingga bukan untuk saling diterimakan oleh umat sendiri.
3. Umat yang menerima Komuni dengan tangan, tidak melakukan sikap penghormatan sebelum menerimanya.
Seharusnya:
PUMR 160    ….Tetapi, kalau menyambut sambil berdiri, dianjurkan agar sebelum menyambut Tubuh (dan Darah) Tuhan mereka menyatakan tanda hormat yang serasi, sebagaimana ditentukan dalam kaidah- kaidah mengenai komuni.
Adalah baik jika sesaat sebelum menyambut Komuni umat menundukkan kepala, tanda penghormatan kepada Kristus Tuhan yang hadir di dalamnya.
4. Patena sudah jarang digunakan.
Seharusnya:
RS 93    Patena Komuni untuk umat hendaknya dipertahankan, demi menghindarkan bahaya jatuhnya hosti kudus atau pecahannya.
5. Umat tidak menjawab “Amin” pada perkataan Romo, “Tubuh Kristus” sebelum menerima hosti.
Seharusnya:
PUMR 287    Kalau komuni dua rupa dilaksanakan dengan mencelupkan hosti ke dalam anggur, tiap penyambut, sambil memegang patena di bawah dagu, menghadap imam yang memegang piala. Di samping imam berdiri pelayan yang memegang bejana kudus berisi hosti. Imam mengambil hosti, mencelupkan sebagian ke dalam piala, memperlihatkannya kepada penyambut sambil berkata: Tubuh dan Darah Kristus.Penyambut menjawab: Amin, lalu menerima hosti dengan mulut, dan kemudian kembali ke tempat duduk.
6. Petugas Pembagi Komuni Tak Lazim (atau dikenal umat dengan istilah pro-diakon) membagi Komuni, Pastor malah duduk.
Seharusnya:
RS 154    Seperti  sudah dinyatakan, “pelayan yang selaku pribadi Kristus dapat melaksanakan sakramen Ekaristi, hanyalah Imam yang ditahbiskan secara sah” (lih. KHK Kan 900, 1) Karena itu, istilah “pelayan Ekaristi: hanya dapat diterapkan pada seorang Imam. Di samping itu, berdasarkan pentahbisan suci, pelayan-pelayan yang lazim untuk memberi komuni adalah Uskup, Imam dan Diakon….
RS 151    Hanya kalau sungguh perlu, boleh diminta bantuan pelayan-pelayan tak lazim dalam perayaan liturgi. Permohonan akan bantuan yang demikian bukannya dimaksudkan demi menunjang partisipasi umat, melainkan, karena kodratnya, bersifat pelengkap dan darurat…..
RS 152    Jabatan- jabatan yang semata- mata pelengkap ini jangan dipergunakan untuk menjatuhkan pelayanan asli oleh para Imam demikian rupa…..
RS 157    ….Tidak dapat dibenarkan kebiasaan para Imam yang, walaupun hadir pada perayaan itu, tidak membagi komuni dan menyerahkan tugas ini kepada orang-orang awam.

Pelanggaran dalam hal musik liturgis:

1. Dinyanyikannya lagu-lagu pop rohani dalam perayaan Ekaristi
Seharusnya:
Tra le Sollecitudini  1    Musik liturgis (sacred music)… mengambil bagian dalam ruang lingkup umum liturgi, yaitu kemuliaan Tuhan, pengudusan dan pengajaran umat beriman. Musik liturgis memberi kontribusi kepada keindahan dan keagungan upacara gerejawi, dan karena tujuan prinsipnya adalah untuk melingkupi teks liturgis dengan melodi yang cocok demi pemahaman umat beriman, tujuan utamanya adalah untuk menambahkan dayaguna-nya kepada teks, agar melaluinya umat dapat lebih terdorong kepada devosi dan lebih baik diarahkan kepada penerimaan buah-buah rahmat yang dihasilkan oleh perayaan misteri-misteri yang paling kudus tersebut.
Tra le Sollecitudini  2     Karena itu musik liturgis (sacred music) … harus kudus, dan harus tidak memasukkan segala bentuk profanitas, tidak hanya di dalam musik itu sendiri, tetapi juga di dalam cara pembawaannya oleh mereka yang memainkannya.
Tra le Sollecitudini  5    Gereja telah selalu mengakui dan menyukai kemajuan dalam hal seni, dan menerima bagi pelayanan agama semua yang baik dan indah yang ditemukan oleh para pakar yang ada sepanjang sejarah — namun demikian, selalu sesuai dengan kaidah- kaidah liturgi. Karena itu musik modern juga diterima Gereja, sebab musik tersebut menyelesaikan komposisi dengan keistimewaan, keagungan dan kedalaman, sehingga bukannya tak layak bagi fungsi-fungsi liturgis. Namun karena musik modern telah timbul kebanyakan untuk melayani penggunaan profan, maka perhatian yang khusus harus diberikan sehubungan dengan itu, agar komposisi musik dengan gaya modern yang diterima oleh Gereja tidak mengandung apapun yang profan, menjadi bebas dari sisa-sisa motif yang diangkat dari teater, dan tidak disusun bahkan di dalam bentuk- bentuk teatrikal seperti cara menyusun lagu- lagu profan.
Harus dibedakan bahwa untuk lagu-lagu liturgis, lagu bukan hanya sebagai ungkapan perasaan tetapi ungkapan iman (lex orandi lex credendi).
2. Adanya tari- tarian yang menyerupai pertunjukan/ performance diadakan dalam perayaan Ekaristi, kemudian diikuti dengan tepuk tangan umat.
Seharusnya:
RS 78     … Perlu dihindarkan suatu Perayaan Ekaristi yang hanya dilangsungkan sebagai pertunjukan atau menurut gaya upacara-upacara lain, termasuk upacara-upacara profan: agar Ekaristi tidak kehilangan artinya yang otentik.
Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi 17    …. Di kalangan sejumlah suku, nyanyian secara naluriah terkait dengan tepuk tangan, gerak tubuh secara ritmis, dan bahkan tarian. Ini semua adalah bentuk lahiriah dari gejolak batin dan merupakan bagian dari tradisi suku ….Jelas, itu hendaknya menjadi ungkapan tulus doa jemaat dan tidak sekedar menjadi tontonan…
Paus Benediktus XVI dalam The Spirit of the Liturgy (San Francisco: Ignatius Press, 2000), p. 198: “Adalah suatu kekacauan untuk mencoba membuat liturgi menjadi “menarik” dengan memperkenalkan tarian pantomim (bahkan sedapat mungkin ditarikan oleh grop dansa ternama), yang sering kali (dan benar, dari sudut pandang profesionalisme) berakhir dengan applause -tepuk tangan. Setiap kali tepuk tangan terjadi di tengah liturgi yang disebabkan oleh semacam prestasi manusia, itu adalah tanda yang pasti bahwa esensi liturgi  telah secara total hilang, dan telah digantikan dengan semacam pertunjukan religius. Atraksi sedemikian akan memudar dengan cepat- ia tak dapat bersaing di arena pertunjukan untuk mencapai kesenangan (leisure pursuits), dengan memasukkan tambahan berbagai bentuk gelitik religius.”
Kardinal Arinze menjelaskannya demikian: bahwa pada budaya- budaya tertentu (yaitu di Afrika dan Asia), tarian menjadi bagian yang tak terpisahkan dari cara penyembahan, namun gerakan ini adalah ‘graceful movement‘ untuk menunjukkan suka cita dan penghormatan, dan bukan ‘performance‘. Dalam budaya ini, gerakan tersebut dapat diadakan dalam prosesi perayaan Ekaristi, namun bukan sebagai pertunjukan. Sedangkan di tempat- tempat lain di mana tarian tidak menjadi bagian dari penyembahan/ penghormatan (seperti di Eropa dan Amerika) maka memasukkan tarian ke dalam perayaan Ekaristi menjadi tidak relevan. Untuk mendengarkan penjelasan Kardinal Arinze tentang hal ini, silakan klik.
3. Band masuk gereja dan digunakan sebagai alat musik liturgi.
Seharusnya:
Tra le Sollecitudini 19    Penggunaan alat musik piano tidak diperkenankan di gereja, sebagaimana juga alat musik yang ribut atau berkesan tidak serius(frivolous), seperti drum, cymbals, bells dan sejenisnya.
Tra le Sollecitudini 20    Dilarang keras menggunakan alat musik band di dalam gereja, dan hanya di dalam kondisi- kondisi khusus dengan persetujuan Ordinaris dapat diizinkan penggunaan alat musik tiup, yang terbatas jumlahnya, dengan penggunaan yang bijaksana, sesuai dengan ukuran tempat yang tersedia dan komposisi dan aransemen yang ditulis dengan gaya yang sesuai, dan sesuai dalam segala hal dengan penggunaan organ.
Maka diperlukan izin khusus untuk menggunakan alat-alat musik lain, terutama jika alat tersebut dapat memberikan efek ribut/ keras, dan berkesan profan/ tidak serius.

Beberapa Pertanyaan tentang Liturgi:

1. Mengenai musik liturgi, apa seharusnya alat musik yang digunakan? Bolehkah menggunakan organ dengan tambahan suara alat musik lain?
Bila mengacu kepada Sacrosanctum Concilium 120, alat musik yang sebaiknya digunakan adalah organ pipa. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan penggunaan alat musik lain, sepanjang disetujui oleh pihak otoritas Gereja, dan asalkan sesuai untuk digunakan dalam musik sakral.
SC 120    “Dalam Gereja Latin orgel pipa hendaknya dijunjung tinggi sebagai alat musik tradisional, yang suaranya mampu memeriahkan upacara-upacara Gereja secara mengagumkan, dan mengangkat hati Umat kepada Allah dan ke surga. Akan tetapi, menurut kebijaksanaan dan dengan persetujuan pimpinan gerejawi setempat yang berwenang, sesuai dengan kaidah art. 22 (2), 37 dan 40, alat-alat musik lain dapat juga dipakai dalam ibadat suci, sejauh memang cocok atau dapat disesuaikan dengan penggunaan dalam liturgi, sesuai pula dengan keanggunan gedung gereja, dan sungguh membantu memantapkan penghayatan Umat beriman.”
Paus Pius XII mengeluarkan dokumen tentang Musik Liturgis yang berjudul Musicae Sacrae(MS), dan secara khusus menyebutkan tentang hal ini demikian:
MS 59    “Selain organ, alat-alat musik lain dapat digunakan untuk memberikan bantuan besar dalam mencapai maksud yang tinggi dari musik liturgi, asalkan mereka tidak memainkan apapun yang profan, yang berisik atau hingar bingar dan tidak bertentangan dengan pelayanan sakral atau martabat tempat kudus. Di antara alat-alat musik ini, biola dan alat-alat musik lainnya yang menggunakan cekungan (bow) adalah baik sebab ketika dimainkan sendiri atau dengan alat musik senar lainnya, alat- alat musik ini mengekspresikan perasaan suka cita dan dukacita dalam jiwa dengan kekuatan yang tak dapat dilukiskan…”
Sedangkan tentang hal alat musik ini, Rm. Bosco da Cunha dari Komisi Liturgi KWI mengatakan:
“KWI masih dalam proses berusaha mengaktualisasi dokumen Sacrosanctum Concilium Konsili Vatikan II; KWI tidak gegabah. Usaha penelitian dan percobaan alat musik tradisional aneka suku bangsa sudah mulai dengan “Pusat Musik Liturgi” Yogyakarta dipimpin Romo Karl Edmund Prier SJ sejak 1980an namun masih berlangsung”.
Beliau menyarankan bagi yang berminat mengetahui lebih lanjut untuk mengunjungi PML Yogyakarta di Jl. Abubakar Ali Kotabaru Yogyakarta untuk mengetahui studio dan showroom karya-karya musik liturgi inkulturatif.
2. Bila dikaitkan dengan adaptasi-adaptasi yang muncul di Sacrosanctum Concilium, bagaimana batasan-batasannya agar tidak mengontradiksi dokumen-dokumen Gereja lainnya (dalam hal penentuan musik liturgi)?
Musicae Sacrae 60    “Sebab jika musik itu tidak profan atau bertentangan dengan kesakralan tempat dan fungsi dan tidak berasal dari keinginan untuk mencapai efek-efek yang luar biasa dan tidak lazim, maka gereja-gereja kita harus menerimanya, sebab mereka dapat menyumbangkan dalam cara yang tidak kecil terhadap keagungan upacara-upacara sakral, dapat mengangkat pikiran kepada hal-hal yang lebih tinggi dan dapat menumbuhkan devosi yang sejati dari jiwa.” (lih. MD 193)
Maka, nampaknya yang perlu dijadikan patokan adalah prinsipnya, yaitu:
1) Tidak memasukkan unsur profanitas dalam musik liturgis;
2) Musik itu tidak menghasilkan efek suara yang luar biasa dan tak lazim
3) Musik itu dapat membantu mengangkat pikiran kepada hal- hal yang lebih tinggi:
Apakah membantu ke-empat hal ini: penyembahan (worship/ adoration), syukur (thanksgiving), pertobatan (contrition),     permohonan (supplication).
4) Menggunakan musik-musik yang sudah mendapat persetujuan dari otoritas Gereja (ada Nihil Obstat dan Imprimatur);
5) Mengacu kepada ketentuan yang sudah pernah secara eksplisit ditentukan oleh otoritas Gereja.
3. Bolehkah choir (koor) terdiri dari perempuan?
Walaupun di dokumen yang dikeluarkan oleh Paus Pius X, Tra le Sollecitudini 13,14 (1903) dikatakan bahwa untuk koor anggotanya harus laki-laki- mungkin karena hal ini merupakan tradisi Gereja sejak zaman dulu; namun ketentuan ini kemudian diperbaharui di dokumen berikutnya tentang Musik Liturgi yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII, Musicae Sacrae, demikian:
MS 74     Ketika tidak mungkin diperoleh sekolah paduan suara (Scholae Cantorum) atau di mana tidak ada cukup anak laki-laki untuk koor, diperbolehkan bahwa “kelompok pria dan wanita atau anak-anak perempuan, yang ditempatkan di luar tempat kudus (sanctuary) yang terpisah untuk penggunaan kelompok ini secara khusus, dapat menyanyikan teks-teks liturgi pada saat Misa Agung, sepanjang para pria dipisahkan dari para wanita dan anak- anak perempuan dan segala yang tidak pantas dihindari….
4. Perlukah kita ikut membungkuk setiap saat seorang imam membungkuk dalam Perayaan Ekaristi?
Tidak perlu. Yang ditulis dalam Tata Perayaan Ekaristi adalah, umat membungkuk pada waktu Ritus Pembuka ketika Imam dan Pelayan lain menghormati Altar, dan pada sesudah kata-kata Konsekrasi atas roti dan anggur, ketika Imam berlutut; dan pada saat Credo (syahadat) yaitu pada perkataan, “[Yesus Kristus] yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria”.
5. Bolehkah imam menambah hanya beberapa kata atau bagian dalam sebuah Perayaan Ekaristi?
Jika ada titik-titik (….) boleh disebutkan nama orang yang didoakan (doa bagi orang yang masih hidup maupun orang yang sudah meninggal) seperti dalam Doa Syukur Agung pertama.
RS 51    ….”Tidak ada toleransi terhadap imam-imam yang merasa berhak menyusun Doa Syukur Agungnya sendiri” atau mengubahkan teks-teks yang sudah disahkan oleh Gereja atau memperkenalkan teks-teks lain, yang telah dikarang oleh pribadi-pribadi tertentu.
6. Bagaimana seharusnya kostum pelayan altar? Apakah betul pelayan altar putri seharusnya mengenakan alba dan mengapa?
Apakah wanita ideal untuk menjadi pelayan altar walaupun diperbolehkan?
PUMR 339    Akolit, lektor dan pelayan awam lain boleh mengenakan alba atau busana lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup untuk wilayah gerejawi yang bersangkutan.
RS 47    Sangat dianjurkan untuk mempertahankan kebiasaan yang luhur yakni pelayanan altar oleh anak laki-laki atau pemuda, biasanya disebut pelayan Misa, suatu tugas yang dilaksanakannya seturut cara akolit. Hendaknya mereka diberi katekese tentang fungsi mereka sesuai dengan daya tangkap mereka. Perlu diingat bahwa berabad-abad lamanya dari amat banyak anak seperti ini telah muncul banyak pelayan tertahbis….. Anak perempuan atau ibu-ibu boleh diterima untuk melayani altar, sesuai dengan kebijakan Uskup diocesan dan dengan memperhatikan norma-norma yang sudah ditetapkan.
7. Apakah inkulturasi liturgi memperbolehkan penggunaan berbagai macam alat musik di luar organ pipa?
Hal ini dimungkinkan. Pimpinan Gereja yang mengambil keputusan untuk menggunakan alat- alat musik lain, hendaknya dalam proses adaptasi- inkulturasi membuat penelitian untuk mengetahui apakah alat musik tersebut digunakan dalam ibadat religius menurut budaya setempat dan sungguh membantu umat beriman mengangkat hati kepada Tuhan untuk memuji dan menyembahnya? Bisa saja alat musik yang sama digunakan baik dalam upacara keagamaan dan dalam perayaan profan, tetapi harus diperhatikan perbedaan dalam cara menggunakannya. Ada nada dan melodi yang khas dalam upacara keagamaan dan dalam acara profan. Seperti pada alat tifa dalam budaya orang Papua Selatan, ada bunyi dan cara memukul yang khas dalam ibadat religius, yang berbeda dengan bunyi dan cara memukul tifa tersebut jika digunakan untuk kegiatan- kegiatan yang profan saja.
PUMR 393     …. Demikian pula, Konferensi Uskuplah yang berwenang memutuskan gaya musik, melodi, dan alat musik yang boleh digunakan dalam ibadat ilahi; semua itu sejauh serasi, atau dapat diserasikan dengan penggunaannya yang bersifat kudus.

Kesimpulan: Mengapa perlu memperhatikan norma-norma Liturgi dan menghindari penyelewengannya?

Adalah penting kita ketahui bersama, bahwa “Norma-norma liturgi Ekaristi dimaksudkan untuk mengungkapkan dan melindungi misteri Ekaristi dan juga menjelaskan bahwa Gerejalah yang merayakan sakramen dan pengorbanan yang agung. Sebagaimana yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II, “Norma-norma ini adalah ungkapan konkret dari kodrat gerejawi otentik mengenai Ekaristi; inilah maknanya yang terdalam. Liturgi tak pernah menjadi milik perorangan, baik dari selebran maupun komunitas, tempat misteri-misteri dirayakan.”[6] Ini berarti bahwa “… para imam yang merayakan Misa dengan setia seturut norma-norma liturgi, dan komunitas-komunitas yang mengikuti norma-norma itu, dengan tenang namun lantang memperagakan kasih mereka terhadap Gereja.[7]
Adanya penyelewengan-penyelewengan yang terjadi dalam liturgi seringkali berhubungan dengan salah persepsi tentang makna ‘kebebasan’; dan hal ini tidak menuju kepada pembaharuan sejati yang diharapkan oleh Konsili Vatikan II. Karena penyimpangan ini dapat mengakibatkan merosotnya/ hubungan yang perlu antara hukum doa dengan hukum iman, yaitu bahwa doa harus merupakan ungkapan iman (lex orandi, lex credendi).
Akhirnya, marilah kita berpartisipasi secara aktif dan sadar setiap kali kita mengikuti perayaan liturgi, dan juga dengan memperhatikan dan melaksanakan ketentuan- ketentuannya, sebagai tanda bukti bahwa kita mengasihi Kristus dan Gereja-Nya.

*Katolisitas

Yang perlu diperhatikan bahwa seorang Uskup berhak dalam hal Perayaan Ekaristi:

DOGMATIC CONSTITUTION ON THE CHURCH
LUMEN GENTIUM
SOLEMNLY PROMULGATED BY HIS HOLINESS
POPE PAUL VI
ON NOVEMBER 21, 1964

26. A bishop marked with the fullness of the sacrament of Orders, is "the steward of the grace of the supreme priesthood," (48*) especially in the Eucharist, which he offers or causes to be offered,(49*) and by which the Church continually lives and grows. This Church of Christ is truly present in all legitimate local congregations of the faithful which, united with their pastors, are themselves called churches in the New Testament.(50*) For in their locality these are the new People called by God, in the Holy Spirit and in much fullness.(167) In them the faithful are gathered together by the preaching of the Gospel of Christ, and the mystery of the Lord's Supper is celebrated, that by the food and blood of the Lord's body the whole brotherhood may be joined together.(51*) In any community of the altar, under the sacred ministry of the bishop,(52*) there is exhibited a symbol of that charity and "unity of the mystical Body, without which there can be no salvation."(53*) In these communities, though frequently small and poor, or living in the Diaspora, Christ is present, and in virtue of His presence there is brought together one, holy, catholic and apostolic Church.(54*) For "the partaking of the body and blood of Christ does nothing other than make us be transformed into that which we consume". (55*)

Every legitimate celebration of the Eucharist is regulated by the bishop, to whom is committed the office of offering the worship of Christian religion to the Divine Majesty and of administering it in accordance with the Lord's commandments and the Church's laws, as further defined by his particular judgment for his diocese.

Bishops thus, by praying and laboring for the people, make outpourings in many ways and in great abundance from the fullness of Christ's holiness. By the ministry of the word they communicate God's power to those who believe unto salvation(168) and through the sacraments, the regular and fruitful distribution of which they regulate by their authority,(56*) they sanctify the faithful. They direct the conferring of baptism, by which a sharing in the kingly priesthood of Christ is granted. They are the original ministers of confirmation, dispensers of sacred Orders and the moderators of penitential discipline, and they earnestly exhort and instruct their people to carry out with faith and reverence their part in the liturgy and especially in the holy sacrifice of the Mass. And lastly, by the example of their way of life they must be an influence for good to those over whom they preside, refraining from all evil and, as far as they are able with God's help, exchanging evil for good, so that together with the flock committed to their care they may arrive at eternal life.(57*)



Jadi, keismpulannya, sepanjang tidak bertentangan dengan aturan dari Magisterium Gereja, maka PDKK / PKK tidaklah sesat, namun kalau melanggar aturan termasuk aturan Liturgy, maka sesat!

Salam

*dari berbagai sumber